Program Vaksin Kanker Serviks Gratis Bakal Diperluas di 111 Kabupaten Kota

Pada 2022 ada perluasan target sasaran penerima vaksin HPV yakni siswi kelas 5 dan 6 SD yang ada di 111 kabupaten kota di luar yang sudah ada.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 21 Apr 2022, 04:18 WIB
Ilustrasi vaksin kanker serviks atau vaksin HPV| pexels.com/@rethaferguson

Liputan6.com, Jakarta Vaksin kanker serviks atau vaksin Human Papilloma Virus (HPV) masuk dalam program imunisasi nasional. Di Indonesia pemberian vaksin HPV yang masuk dalam program imunisasi nasional menyasar pada anak kelas 5 dan 6 SD.

"Program imunisasi kita (dalam pemberian suntikan vaksin kanker serviks/vaksin HPV) baru menyasar di anak SD kelas 5 dan 6 yang masuk dalam program imunisasi nasional," kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine kepada Health Liputan6.com via telepon pada Rabu (20/4/2022).

Pada 2022 Prima mengatakan bahwa bakal ada perluasan target sasaran penerima vaksin HPV yakni siswi kelas 5 dan 6 SD yang ada di 111 kabupaten kota.

"Tahun ini kita akan memperluas ke 111 kabupaten kota, ini di luar beberapa kabupaten kota yang sudah ada," kata Prima.

Kabupaten dan kota yang Prima maksud adalah seluruh wilayah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Bali, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara.

Sebelumnya sudah ada beberapa kabupaten kota yang memulai program vaksinasi HPV untuk siswi SD. Misalnya di DKI Jakarta, Gunung Kidul dan Kulon Progo untuk di DIY, lalu Jawa Tengah ada Sukoharjo dan Karang Anyar, lalu di Bali ada Badung dan Denpasar.

Di Jawa Timur wilayah seperti Kediri, Lamongan dan Surabaya juga sudah memulai duluan program imunisasi vaksinasi HPV.

Sementara itu, di luar Jawa ada Makassar dan Manado yang sudah memulai lebih dulu program vaksinasi HPV ini.

Dengan adanya tambahan 111 kabupaten kota ini maka diharapkan makin banyak perempuan Indonesia yang terlindungi dari kanker serviks yang kini masuk jejeran teratas penyakit kanker yang diidap kaum hawa di RI.


Kenapa Tidak Langsung Sasar Seluruh Indonesia?

Vaksin HPV

Prima menjelaskan alasan program vaksinasi kanker serviks belum bisa dilakukan di seluruh Indonesia. Hal ini terkait dengan pasokan vaksin HPV yang terbatas.

"Bertahap karena pasokan vaksin ini enggak ready dalam jumlah banyak. Jadi terpaksa bertahap," kata Prima.

Dalam kesempatan yang lain Indri Oktaria Sukmaputri, MPH dari Kelompok Substansi Imunisasi Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia alasan vaksinasi HPV perlu diberikan pada anak kelas 5-6 Sekolah Dasar (SD).

“Kenapa diberikan kepada kelas 5-6 SD? Karena ini berdasarkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni untuk anak usia 9-14.

”Menurut WHO dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), perlindungan vaksin HPV sangat efektif jika diberikan di usia tersebut.

“Pemberian dua dosis vaksin HPV pada anak kelas 5-6 SD dapat memberikan perlindungan dengan rentang waktu seumur hidup. Jadi semakin dini perlindungannya semakin efektif.”

Sementara itu, pada orang dewasa yang sudah melakukan hubungan seksual tidak bisa serta merta disuntikkan vaksin HPV. Wanita tersebut perlu menjalani pemeriksaan pap smear untuk mengetahui ada tidaknya lesi pra kanker di leher rahim.

"Jadi, ada tahap-tahapannya," kata Prima.

 


Sebelumnya, Disampaikan Menkes

Menkes Budi Gunadi Sadikin tentang pengadaan vaksin COVID-19. (Foto: jabarprov.go.id)

Kabar mengenai vaksin kanker serviks gratis mencuat usai Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menambah vaksin Human Papilloma Virus (HPV) untuk pencegahan kanker serviks masuk ke dalam program imunisasi rutin.

Budi juga menyampaikan selain vaksin HPV untuk kanker serviks, dua vaksin lain yakni vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) dan Rotavirus juga masuk dalam program imunisasi nasional.. Vaksin PCV untuk mencegah pneumonia dan Rotavirus untuk mencegah infeksi radang lambung dan usus pada bayi.

"Kami tambah vaksin HPV, PCV sama Rotavirus. Khusus HPV terutama karena kematian cancer (kanker) banyak. Banyak wanita Indonesia alami kanker serviks dan breast cancer (kanker payudara). Jadi, buat kanker serviks ada vaksinnya ya daripada kita ngurus di rumah sakit mahal dan menderita buat rakyat," papar Budi Gunadi saat sesi Pertemuan Diaspora Kesehatan Indonesia di Kawasan Eropa pekan lalu. 

"Lebih baik kita upaya preventif (pencegahan). Itu jauh lebih murah daripada operasi di rumah sakit atau di kemoterapi di rumah sakit dan jauh lebih nyaman juga ibunya dibanding masuk rumah sakit."


Kanker Serviks, Pembunuh Wanita di Indonesia

Kanker serviks atau kanker leher rahim disebut sebagai pembunuh perempuan nomor satu atau dua di Indonesia. Dari data yang ada, urutan pertama dan kedua kerap berganti-gantian dengan kanker payudara.

Data GLOBOCAN 2018 menunjukkan kanker serviks menduduki kasus kanker terbanyak kedua setelah kanker payudara dengan insiden 23,4 per 100 ribu penduduk.

Daam sebuah kesempatan, dokter kebidanan dan kandungan, Achmad Mediana mengatakan setiap perempuan berisiko terkena Human Papilloma Virus (HPV) atau virus penyebab kanker serviks dalam masa hidupnya tanpa memandang usia dan gaya hidup.

“Kanker serviks terjadi di mana sel normal di serviks berubah menjadi sel kanker dan disebabkan HPV,” ujar Achmad dalam seminar daring Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada Februari 2021.(Baca: Kanker Serviks Pembunuh Perempuan Nomor 1 di Indonesia, Deteksi Sebelum Timbul Gejala)

Ia juga menyebutkan beberapa faktor pendukung kanker serviks. Diantaranya hubungan seksual usia muda, kehamilan yang sering, merokok, penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, dan infeksi menular seksual.

Sebagian besar penderita kanker serviks berlangsung tanpa gejala. Apabila kanker menjadi parah, maka gejala-gejala yang mungkin timbul adalah pendarahan pervaginam, keputihan bercampur darah dan berbau, nyeri panggul, dan tidak dapat buang air kecil.

“Perjalanan untuk menjadi gejala ini sangat panjang, sekitar 15 tahun, jadi perempuan bisa terkena kanker ini sejak usia belasan (remaja) dan saat itu tidak ada gejala masih terasa normal. Kalau sudah bergejala, ini sudah telat.”

(Liputan6.com / Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya