Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) terus mendorong pemanfaatan material fly ash dan bottom ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap.
Salah satunya di PLTU Suralaya, Banten, yang memanfaatkan FABA menjadi produk turunan berupa tiang dan daun panel, breakwater, UDICT, bata ringan alias batako, paving block, hingga kanstin.
Advertisement
General Manager PT Indonesia Power Suralaya PGU Rahmad Handoko, menjelaskan limbah batu bara hasil pembakaran PLTU yang dulu dinilai berbahaya, namun saat ini limbah batu bara tidak menjadi limbah B3 (bahan berbahaya beracun). Sehingga limbah tersebut bisa dimanfaatkan dan bahkan memiliki nilai ekonomi.
"Fly Ash untuk campuran semen dan beton, kalau Bottom Ash dicampur dengan pasir dan semen untuk produk turunan seperti paving, partisi dan lainnya. Setelah didelisting dari limbah B3 agar pemanfaatannya lebih mudah," kata Rahmad saat ditemui di pabrik pemanfaatan FABA di PLTU Suralaya, Banten, Rabu (20/4/2022).
Untuk PLTU Suralaya sendiri mengkonsumsi Batu Bara sebanyak 40 ribu ton perhari, dan mampu menghasilkan FABA sebanyak 600 ribu ton per tahun. Dengan demikian, pihaknya berharap pemanfaatan FABA bisa lebih masal.
"Kalau sehari PLTU Suralaya mengkonsumsi 40 ribu ton, maka FABA yang dihasilkan oleh PLTU Suralaya kurang lebih 600 ribu ton. harapannya setelah didelisting, pemanfaatan bisa lebih masal sehingga kami tidak jadi beban biaya," ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pemanfaatan FABA
Dia pun memprediksi dalam dua tahun ke depan pemanfaatan FABA akan memiliki nilai ekonomi yang cukup bagus. Namun, pihaknya tidak mengejar hal tersebut.
Untuk PLTU Suralaya dan beberapa PLTU yang lain juga sudah mulai memanfaatkan FABA untuk membangun rumah, seperti dindingnya bisa menggunakan Fly ash.
Tak hanya itu, PLTU Suralaya juga sudah melakukan pembangunan jalur evakuasi di ujung selatan Banten yaitu kampung paniis menggunakan Bottom ash.
"Saat kami survei pada saat gempa yang sebelumnya warga tidak tahu harus ke mana mereka naik ke atas mereka nerabas sawah. Kami dengan CSR bikin jalur evakuasi itu sudah ditinjau dari tenaga ahli kantor staf presiden dan salah satu direktur di kemendes, karena kalau tipikal desa yang membutuhkan jalur evakuasi memang yang paling efektif menggunakan paving block turunan FABA untuk jalur evakuasi nya," pungkasnya.
Advertisement
Manfaat Limbah Hasil Pembakaran Batu Bara PLTU PLN, dari Konstruksi Jalan hingga Bahan Bangunan
Sebelumnya, PT PLN (Persero) terus mendorong pemanfaatan material Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). FABA ini bisa dipakai sebagai bahan baku keperluan di berbagai sektor sehingga mampu membangkitkan ekonomi masyarakat.
Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Yusuf Didi Setiarto menjelaskan, optimalisasi pemanfaatan tersebut dilakukan menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yusuf bersyukur limbah batu bara hasil pembakaran PLTU yang dulu jadi momok, saat ini sudah menjadi limbah non-B3. Sehingga limbah tersebut kini bisa dimanfaatkan termasuk diperdagangkan untuk mendulang rupiah dalam jumlah tak sedikit.
“Kita juga bersyukur bahwa pada akhirnya pengambil kebijakan bersepakat untuk menjadikan FABA sebagai limbah non B3, yang mana sebelumnya berdasarkan perundangan-undangan yang lalu masih dikategorikan sebagai limbah B3,” kata Yusuf dalam keterangan tertulis, Minggu (10/4/2022).
"Kata B3 dan non-B3 cuma beda tiga huruf. Tapi dampak keekonomiannya beda 12 digit," ujar Yusuf menambahkan.
Meskipun telah menjadi limbah non B3, FABA dalam pemanfaatannya perlu mendapatkan persetujuan lingkungan. Di samping itu juga, diharapkan memenuhi standar baik standar nasional, standar yang ditetapkan oleh Pemerintah dan standar dari negara lain atau internasional serta Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
Di banyak negara sudah menyepakati bahwa FABA bukanlah limbah non B3. Tinggal bagaimana perlakuan FABA sebagai limbah non B3 dapat disepakati di Indonesia, sehingga dalam operasionalnya nanti bisa menjadi lebih fleksible, masif dan environmental wise.
“Kita menyadari pengelolaan limbah Non B3 tetaplah harus menggunakan persetujuan lingkungan. Dan untuk itu dalam rangka kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, PLN saat ini dalam proses untuk mengajukan permohonan revisi persetujuan lingkungan,” ujar Yusuf.
Sertifikasi dari Kementerian PUPR
PLN memastikan tidak akan membuang limbah FABA tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut terutama bagi masyarakat.
PLN meyakini pemanfaatan FABA dapat mendorong ekonomi nasional karena dapat memberikan nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai hal di sektor konstruksi, infrastruktur, pertanian dan lainnya.
Berbagai sektor diharapkan bisa ikut serta memanfaatkan FABA, mulai dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bisnis, industri, hingga pemerintah.
“Pemanfaatan itu bisa berbagai bentuk, baik itu untuk pengembangan infrastruktur maupun ekonomi berbasis kerakyatan. Di sinilah PLN sedang membangun beberapa bisnis model baik dalam skala korporasi maupun dalam skala ekonomi rakyat sehingga FABA yang semula dipersepsikan sebagai 'musuh' itu bisa menjadi peluang bisnis yang pada akhirnya bisa memberi manfaat bagi banyak pihak,” tutur Yusuf.
PLN saat ini juga tengah menjalin komunikasi intensif dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam rangka uji teknis dan mendapatkan sertifikasi terkait pemanfaatan FABA. Supaya secara teknis limbah FABA dapat digunakan untuk konstruksi jalan raya maupun untuk bahan bangunan.
Yusuf menilai, legalisasi dokumen tersebut sangat penting bagi sektor infrastruktur ke depan. Sehingga FABA nantinya bisa digunakan sebagai material untuk kegiatan proyek infrastruktur di berbagai wilayah.
"Kita percaya bahwa cost atau biaya yang ditimbulkan dengan pemanfaatan FABA ini, secara matematika sederhana bisa memberikan manfaat 50 persen," ujar dia.
Advertisement