Liputan6.com, Naivasha - Sebuah perusahaan di Kenya 'menyulap' kotoran manusia menjadi sumber bisnis bahan bakar yang menguntungkan. Bagaimana caranya?
Mengutip VOA Indonesia, Rabu (20/4/2022), perusahaan berbasis masyarakat itu mengolahnya sedemikian rupa sehingga menjadi briket yang dapat digunakan untuk menggantikan batu bara.
Advertisement
Nama perusahaan pengolah kotoran manusia itu adalah Sanivation, berbasis di Naivasha, sekitar 100 kilometer dari Nairobi. Setiap pekannya, bertruk-truk kotoran manusia didatangkan ke pabrik itu untuk diolah menjadi bahan bakar yang dapat digunakan untuk memasak makanan dan memanaskan rumah.
Paul Manda, salah seorang manajer Sanivation, mengaku awalnya sulit memopulerkan bahan bakar produksi perusahaannya itu.
"Awalnya, sangat sulit untuk meningkatkan minat konsumen terhadap produk kami. Orang-orang dulu berpikir bahwa baunya sangat menyengat, tetapi sesungguhnya tidak demikian. Kami mengolahnya dengan sangat baik. Orang-orang bahkan bisa memanfaatkannya untuk memanggang makanan," jelasnya.
Kotoran manusia itu sebelumnya diolah melalui proses pemanasan suhu tinggi untuk membunuh bakteri-bakteri di dalamnya. Kotoran itu kemudian dicampur dengan serbuk gergaji untuk membuat briket.
Permintaan terhadap briket hasil produksi Sanivation kini luar biasa tinggi.
"Kami saat ini sudah menjual lebih dari 120 ton. Kami kini sulit memenuhi permintaan pasar," lanjut Paul.
Memanfaatkan kotoran manusia dan mengubahnya menjadi bahan bakar memiliki manfaat lingkungan. Menurut badan amal Water.org, 41 persen warga Kenya tidak memiliki akses ke sanitasi dasar. Sekitar 8,5 persen penduduk Kenya dilaporkan buang air besar sembarangan pada tahun 2020.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Berawal dari Target Rumahan, Beralih ke Pabrik
Sanivation pada awalnya menarget rumah tangga sebagai konsumen utama. Namun, karena rendahnya permintaan pada awalnya, mereka beralih ke pabrik pemasok dan bisnis-bisnis yang membutuhkan bahan bakar, seperti Pertanian Bunga Larmona.
Di Lamorna, makanan untuk karyawan dulunya dimasak dengan menggunakan arang dan kayu bakar. Kini, pertanian itu memanfaatkan briket kotoran manusia yang harganya lebih murah.
Mary Wangui, manajer Lamorna, mengatakan briket kotoran manusia lebih ramah lingkungan.
“Kami beralih ke briket ini karena tidak mengeluarkan asap. Ini berbeda dengan arang biasa dan kayu bakar. Asap mempengaruhi kesehatan karyawan kami yang bekerja di kantin. Panas yang dihasilkan briket ini juga lebih tahan lama, sehingga kami lebih hemat dalam bahan bakar,” jelasnya.
Nickson Otieno, CEO Niko Green, sebuah perusahaan konsultan lingkungan ternama di Kenya, juga menyambut kehadiran briket kotoran manusia.
"Briket adalah alternatif yang baik untuk arang dan kayu. Karena terbuat dari limbah, kebutuhan untuk memanfaatkan pohon sebagai bahan bakar juga berkurang. Selain itu, jika dibuat dengan baik, briket dapat melakukan proses pembakaran secara efisien sehingga melepaskan lebih sedikit emisi yang berbahaya ."
Advertisement
Ketika Kotoran Manusia Menghasilkan Listrik dan Bisa Menggerakkan Mobil
Cho Jae-weon, seorang profesor teknik perkotaan dan lingkungan di Institut Sains dan Teknologi Nasional Ulsan (Ulsan National Institute of Science and Technology/UNIST), merancang toilet ramah lingkungan yang terhubung ke laboratorium--menggunakan kotoran manusia untuk menghasilkan biogas dan pupuk kandang.
Toilet berjuluk BeeVi--gabungan kata lebah dan penglihatan--menggunakan pompa vakum untuk mengirim kotoran ke tangki bawah tanah, sehingga mengurangi penggunaan air.
Di dalam tangki, mikroorganisme memecah limbah menjadi metana (sumber energi) untuk bangunan, menyalakan kompor gas, ketel air panas, dan sel bahan bakar oksida padat.
"Jika kita berpikir out of the box, kotoran manusia memiliki nilai yang sangat berharga untuk dijadikan energi dan pupuk. Saya memanfaatkan nilai ini ke dalam sirkulasi ekologis," kata Cho sebagaimana dilansir New York Post, Minggu (11/7/2021).
Cho menjelaskan, rata-rata orang buang air besar sekitar 500 gram sehari, yang dapat diubah menjadi 50 liter gas metana.
"Gas ini dapat menghasilkan listrik 0,5kWh atau digunakan untuk menggerakkan mobil sejauh sekitar 1,2km (0,75 mil)," klaimnya.
Buang Air Besar di Toilet Ini Bisa Dapat Uang
Cho telah merancang mata uang virtual yang disebut Ggool (berarti madu dalam bahasa Korea). Setiap orang yang menggunakan toilet ramah lingkungan ini akan mendapatkan 10 Ggool sehari.
Mahasiswa dapat menggunakan mata uang tersebut untuk membeli barang-barang di kampus, mulai dari kopi yang baru diseduh hingga mi instan, buah-buahan, dan buku.
Para mahasiswa dapat mengambil produk yang mereka inginkan di toko dan memindai kode QR untuk membayar dengan Ggool.
"Dulu saya berpikir bahwa kotoran itu kotor, tetapi sekarang adalah harta yang sangat berharga bagi saya,” kata mahasiswa pascasarjana Heo Hui-jin.
"Saya bahkan berbicara tentang kotoran selama waktu makan untuk berpikir tentang membeli buku apa pun yang saya inginkan," sambungnya.
Advertisement