Pusat Penahanan di Malaysia Didobrak Picu 500 Lebih Rohingya Kabur, 362 Berhasil Ditangkap

Lebih dari 500 pengungsi Rohingya dilaporkan melarikan diri dari pusat penahanan di Malaysia, Rabu 20 April 2022 pagi.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Apr 2022, 09:38 WIB
Ilustrasi bendera Malaysia (pixabay)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Lebih dari 500 pengungsi Rohingya dilaporkan melarikan diri dari pusat penahanan di Malaysia, Rabu 20 April 2022 pagi. Hal itu terjadi menyusul aksi protes.

Departemen Imigrasi mengatakan 528 orang Rohingya melarikan diri setelah mendobrak pintu blok dan pagar pembatas di pusat penahanan sementara di negara bagian Penang.

Perburuan oleh dinas kepolisian dan lembaga-lembaga lainnya berhasil menangkap kembali 362 tahanan, kata departemen itu dalam sebuah pernyataannya seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (21/4/2022).

"Pencarian tahanan yang tersisa terus berlanjut," katanya, tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang apa yang memicu pelarian itu.

Kepala Polisi Penang Mohamad Shuhaily Mohamad Zain mengatakan kepada media setempat bahwa enam tahanan tewas ketika mencoba menyeberang jalan raya. Ia dikutip mengatakan para korban yang tewas adalah dua laki-laki, dua perempuan, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.

Malaysia, yang memiliki populasi Muslim yang dominan, adalah tujuan pilihan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar atau mereka yang ingin melarikan diri dari kesengsaraan di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.

Malaysia tidak memberikan status pengungsi, tetapi negara itu menampung sekitar 180.000 pengungsi dan pencari suaka yang terakreditasi dengan UNHCR, termasuk lebih dari 100.000 Rohingya dan kelompok etnis Myanmar lainnya. Ribuan lainnya tetap tidak berdokumen setelah tiba di negara itu secara ilegal melalui laut.

Nasib Miris Imigran Rohingya Dipindahkan ke Kebun Kelapa di Aceh

Rohingnya juga jadi sorotan di Indonesia. 

Imigran Rohingya yang ditempatkan di Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, dilaporkan dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Lembaga kemanusiaan di Aceh mengungkap sejumlah masalah yang kini tengah mendera mereka.

Koordinator KontraS Aceh Hendra Saputra dalam keterangannya menjelaskan bahwa selain kondisi kesehatan yang menurun, pihaknya juga menemukan informasi tentang warga setempat yang diduga tidak menginginkan keberadaan para imigran Rohingya di desa mereka.

Informasi ini mencuat di tengah ketidakjelasan status pengungsi untuk para imigran tersebut.

"Kabar sangat disayangkan sebab bukan sikap dan etika orang Aceh dalam menyikapi tamu," kata Hendra, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Jumat sore (11/3/2022).

Sebagai informasi, otoritas telah menyatakan bahwa mereka berencana segera mengarantina 114 imigran itu ke lokasi penampungan Shelter BLK, Gampong Menasah Mee Kandang, Muara Dua, Kota Lhokseumawe.

Per Jumat (11/3/2022), tercatat bahwa para imigran tersebut sudah lima hari berada di Aceh.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kebakaran Terjadi di Kamp Rohingya, Ribuan Pengungsi Kehilangan Tempat Tinggal

Ilustrasi pengungsi etnis Rohingya. (AP Photo/Zik Maulana)

Sementara itu, ribuan orang kehilangan tempat tinggal setelah kebakaran menghanguskan sebagian kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, kata polisi, Minggu 9 Januari 2022.

Sekitar 850.000 minoritas Muslim - banyak di antaranya lolos dari penumpasan militer tahun 2017 di Myanmar yang menurut penyelidik PBB dieksekusi dengan "niat genosida" - tinggal di jaringan kamp di distrik perbatasan Cox's Bazar, Bangladesh. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Senin (10/1/2021).

Sekitar 1.200 rumah hangus terbakar," kata Kamran Hossain, juru bicara Batalyon Polisi Bersenjata, yang mengepalai keamanan di kamp tersebut.

Kebakaran dimulai di Kamp 16 dan menjalar melalui tempat perlindungan yang terbuat dari bambu dan terpal, hingga menyebabkan lebih dari 5.000 orang kehilangan tempat tinggal, katanya.

"Api mulai menyala pada pukul 16.40 dan berhasil dikendalikan sekitar pukul 18.30," katanya kepada AFP.

 


Terbakar Habis

Pandangan umum dari Kamp Pengungsi Kutupalong di Cox's Bazar, Bangladesh, Senin (22/7/2019). Lebih dari satu juta etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar dan menetap di Kutupalong yang merupakan salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia. (MUNIR UZ ZAMAN/AFP)

Abdur Rashid (22) mengatakan api begitu besar sehingga dia lari menyelamatkan diri karena rumah dan perabotannya dilalap api.

"Semua yang ada di rumah saya terbakar. Bayi dan istri saya keluar. Ada banyak barang di rumah," katanya.

"Saya menabung 30.000 taka (Rp 5 juta) dari bekerja sebagai buruh harian. Uang itu dibakar dalam api.

"Saya sekarang berada di bawah langit terbuka. Saya kehilangan mimpi saya."

Pada bulan Maret tahun lalu, 15 orang tewas dan sekitar 50.000 orang kehilangan tempat tinggal di Bangladesh setelah kebakaran besar menghancurkan rumah-rumah Rohingya di pemukiman pengungsi terbesar di dunia.

Mohammad Yasin (29) mengeluhkan kurangnya peralatan keselamatan kebakaran di kamp-kamp.

"Kebakaran sering terjadi di sini. Tidak mungkin kami memadamkan api. Tidak ada air. Rumah saya terbakar. Banyak dokumen yang saya bawa dari Myanmar juga ikut terbakar. Dan di sini dingin," katanya.

  


Tak Ikut Ratifikasi Konvensi 1951, Mengapa Indonesia Tetap Tampung Pengungsi Rohingya?

Ilustrasi bendera Indonesia (Sumber: Pixabay)

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menampung pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di lautan dekat Kabupaten Bireuen, Aceh.

Meskipun sebenarnya pemerintah Indonesia tidak ikut meratifikasi Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967.

"Indonesia itu sebenarnya tak ikut sebagai pihak yang menandatangani atau meratifikasi penampungan pengungsi. Karena PBB sudah bentuk UNHCR itu ya untuk mengatur itu," kata kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta, Rabu (30/12/2021).

Namun, kata Mahfud, pemerintah Indonesia memiliki rasa kemanusiaan, sehingga mau menampung pengungsi Rohingya. Mahfud memastikan penampungan Rohingya itu bersifat sementara.

"Kan kita punya rasa kemanusiaan juga. Mereka itu masuk ke perairan dan ada yang mau mati. Ada yang melompat, ada yang mau menenggelamkan diri karena sakit, ada yang karena kalau dikembalikan dia lebih baik mati saja. Ada juga yang begitu. Akhirnya kita tampung," kata Mahfud seperti dikutip dari Antara.

Selengkapnya di sini...

Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya