Liputan6.com, Jakarta - Hari Kartini diperingati setiap 21 April, merujuk pada ulang tahun sang pahlawan nasional. Pemerintah Kabupaten Rembang menggelar berbagai kegiatan guna memeriahkan peringatan hari lahir RA Kartini tahun ini.
Mengutip laman resmi kabupaten tersebut, ada 24 kegiatan yang dilaksanakan selama lebih dari sebulan. Tepatnya sejak 15 Maret hingga 30 April 2022 mendatang.
Advertisement
Beragam kegiatan yang dikemas dalam Gema Kartini di Kabupaten Rembang diakui memberi dampak positif bagi masyarakat, seperti dalam bidang seni budaya dan ekonomi. Di antara kegiatan tersebut, ada festival tari tradisional dan pameran ekonomi kreatif, serta lomba penjor yang melibatkan warga dalam pembuatannya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rembang Mutaqin mengungkap, ada dua kegiatan dalam peringatan Hari Kartini tahun ini yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dua kegiatan tersebut yakni lomba penjor dan Kartini Mengaji.
"Biasanya kan kirab lampion, nah untuk tahun ini kita ganti dengan lomba penjor. Nanti kita pusatkan di Bundaran Alun-alun. Jika pesertanya membludak akan kita pasang di Kantor Bupati dan kantor DPRD," ujar Mutaqin, dilansir rembangkab.go.id.
Lomba penjor tersebut dilaksanakan pada Senin, 18 April 2022. Penjor-penjor dihiasi lampu-lampu dari peserta kemudian dipasang di Alun-alun Rembang.
Salah seorang warga Sumberjo Kecamatan Rembang, Diran, mengaku bersyukur bisa mendapat orderan dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Bersama lima rekan lainnya, Diran membuat penjor berbagai variasi, dilengkapi lampion. Kegiatan itu dilakukannya sejak pagi hingga sore.
"Bentuknya bebas, kalau bisa jangan sama untuk penilaian agar lebih baik. Ini ada lima teman saya juga, saya khusus membuat janur. Nanti mau enggak mau jam 3 sudah selesai," ujarnya pada hari itu.
Bukan hanya rombongan Diran aja yang mengerjakan penjor, ada sekelompok orang lainnya yang juga tengah merangkai penjor yang terbuat dari janur kuning, bambu, lampion serta lampu-lampu di depan radio CBFM.
Pejuang Emansipasi Wanita
Raden Ajeng Kartini adalah pejuang emansipasi wanita di Indonesia pada masa penjajahan. Perjuangan Kartini didasari oleh keberadaan wanita yang kerap tidak dihargai. Pada masanya, Kartini mengkritisi peran kaum perempuan yang hanya boleh mengerjakan urusan dapur dan anak, tanpa diberi kesempatan mengenyam pendidikan yang layak.
Raden Ajeng Kartini lahir tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. RA Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan Jawa. Hal tersebut menjadi alasan mengapa dia mendapat gelar RA yang merupakan singkatan dari Raden Ajeng. Namun setelah menikah, sesuai dengan tuntunan adat Jawa kepanjangan dari gelar RA tersebut berubah menjadi Raden Ayu.
Hari kelahiran RA Kartini saat ini diperingati sebagai hari nasional, yaitu Hari Kartini. Diperingatinya tanggal 21 April sebagai Hari Kartini tidak lain untuk mengenang dan menghormati jasanya yang telah ikut berjuang bagi rakyat Indonesia, terutama kaum wanita, agar bisa lebih maju dan bersaing dengan bangsa lainnya.
Advertisement
Berdarah Biru
Seperti telah disinggung sebelumnya, Kartini terlahir dalam keluarga berdarah biru. Dia merupakan putri pertama dari istri pertama Raden Adipati Ario Sosroningrat. Ayah dari RA Kartini merupakan putra Pangeran Arion Tjondronegoro IV. Meskipun ibu dari RA Kartini merupakan istri pertama, namun ibu dari RA Kartini bukan istri yang utama.
Ibu dari RA Kartini bernama MA Ngasirah. Beliau adalah seorang Kiyai di Telukawur, Surabaya. MA Ngasirah sendiri bukan merupakan putri keturunan bangsawan. Padahal, di masa kolonial Belanda terdapat peraturan jika seorang Bupati harus menikah dengan sesama keturunan bangsawan.
Itulah penyebab ayah RA Kartini menikahi Raden Adjeng Woerjan yang merupakan keturunan bangsawan dari Raja Madura. Setelah pernikahan tersebut, ayah RA Kartini kemudian diangkat menjadi bupati Jepara tepat setelah RA Kartini dilahirkan.
Berbeda dari keluarga bangsawan pada umumnya, kakek Kartini adalah bupati pertama yang sudah memberikan pendidikan Barat pada anak-anaknya. Karenanya Kartini pun berkesempatan mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS) hingga usia 12 tahun. Pada masa sekolah itulah beliau belajar Bahasa Belanda.
Hanya saja, ketika menginjak usia 15, Kartini tak lagi bisa menikmati bangku sekolah. Dia harus tinggal di rumah karena menjalani masa pingitan.
Menikah dan Mendirikan Sekolah
RA Kartini sangat pandai bahasa Belanda. Dirinya mulai belajar menulis surat pada teman-teman dari Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon, yang sangat mendukung RA Kartini.
Dimulai belajar surat-menyurat inilah RA Kartini tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa. Dia mempelajari mengenai hal tersebut melalui surat kabar, majalah hingga buku-buku. Lalu Kartini mulai memiliki keinginan untuk memajukan perempuan Indonesia yang status sosialnya masih rendah kala itu.
RA Kartini mulai memperhatikan masalah emansipasi wanita dengan membandingkan para wanita Eropa dengan wanita Indonesia. Baginya seorang wanita harus mendapatkan persamaan, kebebasan, dan otonomi serta kesetaraan hukum. Hal tersebut yang kedepannya diperjuangkan oleh RA Kartini.
Pada usia 24 tahun, Kartini menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Suami dari Kartini sangat mengerti keinginan istrinya. Bahkan sang bupati membebaskan dan mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita di timur pintu gerbang perkantoran Rembang, yang saat ini telah menjadi gedung pramuka.
Dari pernikahannya dengan K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Kartini dikaruniai seorang putra bernama RM Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Sayangnya, empat hari setelah melahirkan, Kartini meninggal dunia. Ketika tutup usia, Kartini genap 25 tahun. Dia pun dimakamkan di Desa Bulu, Rembang.
Advertisement