Liputan6.com, Jakarta - Merayakan Hari Kartini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengunjungi Museum R.A Kartini yang didirikan atas usulan rakyat dan bantuan Presiden ke-2 RI, Soeharto, pada 30 Maret 1975 di kampung halamannya, Jepara.
Museum itu berlokasi di Jalan Alun-Alun Nomor 1 Panggang, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Bukan masalah bila tak sempat berkunjung langsung. Pihak museum lewat laman museumkartini.id menyediakan layanan kunjungan virtual 360 derajat yang bisa diakses selama 24 jam.
Baca Juga
Advertisement
Lagu Ibu Kita Kartini mengiringi para tamu sepanjang perjalanan di dunia maya. Halaman utama menampilkan tampak depan bangunan museum dengan gapura bermaterial batu bata merah dengan lengkungan serupa pintu masuk masjid. Patung setengah badan pahlawan nasional ditaruh tepat di tengah-tengah gerbang masuk utama seakan menyambut para tamu yang datang.
Museum yang dibangun di atas tanah 5.210 meter persegi itu memiliki bangunan seluas 890 meter persegi. Pada saat diresmikan pada 21 April 1977, museum itu terdiri atas tiga gedung utama yang jika dilihat dari atas akan terlihat bentuk huruf 'K', 'T', dan 'N', singkatan dari Kartini.
Bangunan museum terbagi menjadi empat ruang pamer. Ruang I dinamakan sebagai Ruang Kartini. Di sini, pengunjung bisa melihat berbagai koleksi foto Kartini dan keluarganya, termasuk fotonya bersama Roekmini dan Kartinah mengenakan kimono yang diambil di rumah masa kecilnya. Sebagian foto merupakan hibad dari Kedutaan Belanda pada 2018.
Di ruangan ini juga dijelaskan silsilah keluarga Kartini. Ia merupakan anak dari Bupati Rembang RMAA Sosroningrat yang jika diurutkan masih keturunan Raja Majapahit Prabu Browijoyo. Terdapat pula beberapa benda peninggalan Kartini, baik replika maupun benda asli. Salah satunya adalah mesin jahit pemberian murid Kartini sebagai ungkapan terima kasih.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ruang II
Bila sudah cukup menikmati Ruang Kartini, saatnya beranjak ke Ruang II yang disebut pula sebagai Ruang Jepara Kuno. Ruangan yang sempat direnovasi pada 2017 itu menjadi tempat menyimpan benda-benda purbakala yang ditemukan di wilayah Jepara.
Berdasarkan keterangan museum, benda-benda itu diduga berasal dari abad VII, peninggalan Kerajaan Kalingga. Salah satunya berwujud guci gerabah. Ada pula prasasti bertuliskan aksara Sansekerta yang tidak dijelaskan detail dalam tur virtual tersebut.
Pengunjung juga bisa melihat koleksi kepeng atau mata uang logam yang diperkirakan dipakai masyarakat Jawa Kuno pada abad VII sebagai alat transaksi. Cerita kepeng juga digambarkan pada relief Candi Borobudur. Mata uang logam itu disukai masyarakat pada saat itu karena bersifat tahan lama dan mudah dibawa, menggantikan sistem barter yang berlaku dalam transaksi jual beli sebelumnya.
Masih di ruang yang sama, dipajang kerangka ikan raksasa yang dijuluki Joko Tuo. Kerangka itu memiliki panjang 16 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 2 meter serta berat sekitar enam ton. Ikan tersebut ditemukan di perairan Kepulauan Karimunjawa pada pertengahan April 1989.
Menurut para peneliti, ikan itu sebangsa paus gajah. Disebut demikian karena pada bagian kepalanya terdapat semacam daging gajah.
Advertisement
Ruang III
Ruang III museum disebut pula Ruang Dar Oes-Salam. Namanya diambil dari nama rumah pengobatan yang didirikan kakak Kartini, Sosrokartono di Bandung. Dar Oes-Salam diartikan sebagai tempat yang damai.
Berdasarkan keterangan dalam laman museum, Sosrokartono disebut sebagai lelaki di keluarga Kartini yang mengenyam pendidikan paling tinggi hingga ke negeri Belanda. Ia lulus dari Universitas Leiden dan menjadi wartawan perang pertama Indonesia yang meliput Perang Dunia I.
Kartono diklaim menguasai 26 bahasa. Pria berjuluk Joko Pring atau Ndoro Sosro itu juga pandai dalam bidang pengobatan menggunakan air putih sebagai media perantara. Ia memiliki ilmu Catur Murti, yaitu perpaduan antara ucapa, perasaan, pikiran, dan perbuatan.
Di ruangan itu diperlihatkan gambaran ruang tunggu pasien dan ruang meditasi. Kursi tunggu para pasien itu masih asli, selain meja marmer yang dipakai untuk bermeditasi. Ada pula gambar huruf Alif yang digantung di bingkai sebagai tanda untuk mengetahui berhasil atau tidaknya pengobatan pasien.
Ruang IV
Ruang terakhir disebut pula sebagai Ruang Kerajinan. Di sini, pengunjung bisa melihat hasil-hasil kerajinan terkenal dari Jepara, seperti ukiran, keramik, anyaman bambu, dan alat transportasi zaman dulu.
Ukiran Jepara mendapat tepat khusus di kehidupan Kartini. Ia pernah mendirikan bengkel ukir kayu yang disediakan untuk para pemuda di Rembang hingga produknya dijual ke negeri Belanda. Kerajinan ukir kayu itu akhirnya menjadi tulang punggung perekonomian di Kabupaten Jepara dan Rembang, sampai saat ini.
Bila hendak mengunjungi langsung, museum ini buka setiap hari mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Museum juga dibuka pada hari libur.
Museum yang selesai direnovasi pada 2018 itu menetapkan tiket masuk dengan harga murah, yakni Rp1.000 (dewasa) dan Rp600 (anak-anak) pada Senin–Jumat. Berbeda dengan Sabtu dan hari libur sebesar Rp1.500 (dewasa) dan Rp750 (anak-anak). (Natalia Adinda)
Advertisement