Liputan6.com, Jakarta Tepat di Hari Kartini tanggal 21 April, Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) NLP Indi Dharmayanti menuturkan bagaimana tantangan menjadi seorang periset perempuan. Bergulat di laboratorium, durasi kerja bisa memakan waktu sampai malam hari.
Indi yang sekarang bekerja di BRIN merupakan Profesor Riset Bidang Kedokteran Hewan. Sebelum terjun menjadi peneliti dan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), ia pernah bekerja di perusahaan swasta.
Advertisement
"PNS gampang itu enggak gampang ternyata. Ketika saya menjadi periset, bahkan jauh lebih padat daripada saat bekerja di swasta. Waktu pertama-tama menjadi peneliti, saya sampai pulang 11 malam," tutur Indi saat sesi Talk to Scientist: Perempuan Berkarya, Riset dan Inovasi Berdaya pada Kamis, 21 April 2022.
"Itu karena harus menunggu kultur virus di laboratorium. Kemudian harus inkubasi virus. Malah lebih sibuk daripada menjadi pekerja kantoran."
Terkait inspirasi meneladani Hari Kartini masa kini, menurut Indi, tantangan terbesar berasal dari diri sendiri dan lingkungan. Diri sendiri adalah berkaitan ketika kita seorang perempuan bisa menentukan apa yang diinginkan walaupun lingkungan tetap berpengaruh.
"Ketika perempuan mau untuk berubah, misalnya menjadi seorang wanita karier, seorang peneliti, seorang seorang pegawai kantoran atau bahkan seorang guru. Itu adalah pilihan dan juga akan dipengaruhi oleh lingkungan lingkungan," imbuh Indi.
"Memang tantangan terbesar adalah bagi diri sendiri dan lingkungan. Ada beberapa persepsi di daerah-daerah ataupun dari sudut pandang tertentu, yang mana membatasi peran seorang wanita, seorang seorang perempuan untuk terlibat di beberapa bidang yang digeluti yang biasanya didominasi oleh laki-laki."
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menjadi Peneliti dengan Dukungan Suami
Salah satu persepsi membatasi peran perempuan, lanjut Indi Dharmayanti, seperti halnya perempuan tidak perlu bekerja sampai malam hari. Atau perempuan hanya cukup bekerja sebagai PNS.
"zaman dahulu saja, saya pernah bekerja di perusahaan swasta Sebelum menjadi peneliti. Ibu saya selalu bilang, kamu perempuan masih enggak perlulah sampai malam-malam misalnya bekerja. Sudahlah jadi pegawai negeri sipil saja," ceritanya.
"Jadi, masih menganggap bahwa perempuan sudahlah cukuplah kalau sudah selesai sekolah dan cukup jadi PNS. Bekerj itu menjadi pilihan kita bersama dan bagaimana kita berargumen, berdialog strategis dengan para ibu kita, serta dukungan suami kita."
Menurut Indi, tidak ada seorang perempuan yang berhasil tanpa dorongan oleh suami. Apalagi dalam perempuan ingin meraih pendidikan lebih tinggi dan menjadi seorang wanita karier. Hal ini pun mirip dengan cerita RA Kartini, yang mana ia diizinkan suaminya untuk mendirikan sekolah.
"Seperti halnya Iu Kartini. Kalau tidak salah saya membaca bukunya, dia berpikir, apakah ketika menikah masih boleh mendirikan sekolah dan suaminya bilang, dia mendukung. Dia boleh-boleh saja membuka sekolah," ujarnya.
"Akhirnya, dia punya dorongan dari suaminya untuk bisa mewujudkan cita-citanya untuk membuat sekolah. Itulah tantangan yang sampai saat ini terbesar sebagai periset juga, baik dari diri sendiri, keluarga dan juga dari lingkungan."
Advertisement
Pernah Pimpin Balai Besar Veteriner
Sosok Indi Dharmayanti punya segudang prestasi. Indi menceritakan sekilas perjalanan karier. Ia menjadi CPNS tahun 1999 sebagai peneliti bidang virologi virus di Balai Besar Penelitian Veteriner. Pada tahun 2005, ia masuk jenjang peneliti muda.
"Kemudian di tahun 2011 juga masih peneliti muda, karena baru lulus sekolah. Selanjutnya, saya dilantik menjadi peneliti madya dan tahun 2015 menjadi peneliti utama golongan 4D. Akhirnya, di 2017 merupakan inti peneliti utama di golongan 4E," cerita Indi.
"Lalu, sebenarnya waktu tahun 2016, saya berencana untuk orasi tapi karena memang pada saat itu ada aturan baru, kebetulan juga saya diberikan amanah untuk memimpin Balai Besar Veteriner 2016 hingga orasi waktu itu saya tunda sampai saat 2017."
Pada tahun 2017, ternyata ada aturan baru bahwa peneliti yang merangkap pejabat struktural tidak boleh lagi melakukan orasi. Ketika terjadi integrasi BRIN di kementerian/lembaga tahun 2022 awal di bulan Januari, Indi berhasil melakukan orasi di bidang kedokteran hewan.
"Riwayat jabatan, saya memimpin Balai Besar Veteriner selama hampir 5 tahun lebih di tahun 2016 sampai 2022 dan telah berintegrasi BRIN, saya diberi amanah untuk menjabat Kepala Organisasi Riset Kesehatan. Publikasi ilmiah dalam bentuk 132 mencakup bentuk jurnal, buku, publikasi internasional nasional berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia," papar Indi.
"Karya tulis saya berbahasa Inggris tidak banyak, hanya 34 kemudian karya tulis dalam bahasa Indonesia ada 98."
Salah satu publikasi ilmiah Indi yang baru terbit tentang Improving siRNA design targeting nucleoprotein gene as antiviral against the Indonesian H5N1 virus.
"Ada juga publikasi-publikasi saya di 2016 terutama terkait dengan bagaimana menjadi suatu dasar dari perubahan suatu kebijakan revolusi yang ada di Kementerian Pertanian saat itu untuk mengubah suatu vaksin, Attenuation of highly pathogenic avian influenza A(H5N1) viruses in Indonesia following the reassortment and acquisition of genes from low pathogenicity avian influenza A virus progenitors," sambung Indi.
"Kami menemukan bahwa virus yang kawin di antara virus Avian influenza menjadi lebih mudah menular ke manusia, tapi dia tidak mampu menimbulkan infeksi sistemik. Lalu hanya sebatas ISPA, tidak sampai ke paru-paru. hal-hal seperti itu yang akhirnya mengubah suatu kebijakan Pemerintah menjadi science based policy."
Pelatihan ke Mancanegara dan Penghargaan
Sepanjang karier, Indi Dharmayanti mendapatkan hibah penelitian (grant) di antaranya, tentang Avian influenza (2006), WHO tentang File Project for AIV wet Market Contamination (2010), dari US CDC Reassortant Avian Influenza Project (2014-2018), IAEA Zoonotic Avian Influenza Project (2019-2022), IAEA COVID-19 Project (2020-2021), IAEA FAO Zoonotic Disease Integration Action (2021-2023).
"Saya juga melakukan training (pelatihan) mancanegara ataupun di dalam negeri di antaranya, di Amerika, Sri Langka, Australia, Singapura, Jepang dan lain sebagainya," lanjutnya.
"Nah, untuk pembinaan kader ilmiah ini saya menjadi pembimbing penguji. Mahasiswa saya sekarang hanya fokus untuk S2 dan S3. Saya masih punya beberapa mahasiswa S2 di Universitas Indonesia dan juga ada beberapa mahasiswa S3 di ITB dan Universitas Indonesia."
Penghargaan yang pernah diperoleh Indi meliputi penghargaan hak kekayaan intelektual produktif tahun 2020 dan artikel berkualitas tinggi bidang kesehatan obat dengan judul Vaccine Efficacy on the Novel Reassortant H9N2 Virus in Indonesia.
Di bidang kepemimpinan, Indi meraih peringkat ketiga istimewa untuk pelatihan kepemimpinan nasional tingkat 2 Angkatan 17 tahun 2022 oleh lembaga administrasi negara RI. Ada dua artikel ilmiah yang berhasil mendapatkan penghargaan berpotensi tinggi, salah satunya tentang genetik diversity in life Indonesia.
"Kemudian juga saya mendapatkan piagam tanda kehormatan Satya Lencana dari Presiden RI tahun 2022 dan di tahun 2020 juga mendapatkan sebagai peneliti berprestas dari Menteri Pertanian. Tahun 2019 menjadi pemenang satu veterinery scientist award dari Persatuan Dokter Hewan Indonesia," ujarnya.
"Pada tahun 2015, saya menjadi pendidik inovatif terbaik dan penghargaan dari Menteri Pertanian Republik Indonesia. Lalu menjadi pemenang ketiga sebagai peserta Best Research Kalbe Ristek Science Award 2014."
Advertisement