Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengucapkan selamat Hari Kartini yang jatuh pada hari ini, Kamis (21/4/2022).
Lewat akun Instagram resminya, Jokowi memposting gambar RA Kartini dengan siluet hitam, lalu muncul matahari yang perlahan menyinari wajah ayu wanita kelahiran Jepara yang memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tersebut.
"Selamat Hari Kartini," Presien Joko Widodo.
Baca Juga
Advertisement
Lewat postingannya, Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia selalu melahirkan perempuan-perempuan hebat, tangguh, berpengaruh, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.
"Mereka mengambil peran di semua palagan pengabdian yang membuat bangsa besar ini tetap tegak dan melangkah maju," tulis Jokowi di akun Instagram @jokowi.
Raden Adjeng Kartini atau RA Kartini memang salah satu Pahlawan Nasional wanita yang paling berpengaruh di negara ini. Tak hanya bicara soal memujudkan kesetaraan, namun juga dalam hal mengenyam pendidikan bagi kaum wanita.
Ada pun tanda-tanda perjuangan emansipasi yang dilakukan Kartini telah nampak sejak ia baru berumur enam setengah tahun. Kartini saat itu ingin sekolah.
Bagi anak-anak perempuan Jawa, pendidikan resmi di sekolah pada masa itu dianggap tabu, tidak dibenarkan oleh adat dan dicerca oleh masyarakat. Namun, Kartini kecil memberontak tradisi yang diskriminatif tersebut.
Usaha yang dilakukan Kartini kecil tak sia-sia. Akhirnya ia mendapat izin ayahnya bersekolah. Di sekolah ia bergaul dengan anak-anak keturunan Indo - Belanda. Anak Jawa hampir tidak ada, karena hanya putra Bupati (bangsawan) saja yang diizinkan sekolah di sekolah Belanda.
Tahun terakhir sekolah, Kartini lulus sebagai murid dengan prestasi terbaik.
Masa Kanak-Kanak Kartini
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Semasa kecil, Kartini tidak hanya diasuh oleh ibunda Ngasirah, juga oleh Mbok Emban Lawiyah. Dalam bergaul, Kartini juga tidak pernah membeda-bedakan antara teman yang satu dengan lainnya. Pada tahun 1881, ayah Kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara.
Tanda-tanda perjuangan emansipasi yang dilakukan Kartini, telah nampak sejak ia baru berumur enam setengah tahun. Kartini ingin sekolah.
Bagi anak-anak perempuan Jawa, pendidikan resmi di sekolah pada masa itu dianggap tabu, tidak dibenarkan oleh adat dan dicerca oleh masyarakat. Namun, Kartini kecil memberontak tradisi yang diskriminatif tersebut.
Usaha yang dilakukan Kartini kecil tak sia-sia. Akhirnya ia mendapat izin ayahnya bersekolah. Di sekolah ia bergaul dengan anak-anak keturunan Indo - Belanda. Anak Jawa hampir tidak ada. Karena hanya putra Bupati (bangsawan) saja yang diizinkan sekolah di sekolah Belanda.
Tahun terakhir sekolah, Kartini lulus sebagai murid dengan prestasi terbaik. Namun, betapapun maju pemikiran Ario Sosroningrat, sebagai Bupati dan pemangku adat, ia mempunyai keterbatasan-keterbatasan dan harus menghormati adat istiadat yang berlaku di masyarakatnya.
Termasuk dalam menghadapi permasalahan anaknya yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Advertisement
Kartini Beranjak Dewasa hingga Menikah
Pada usia yang terus beranjak dewasa, pemikiran Kartini juga ikut semakin matang. Bacaannya sangat luas, yang menambah cakrawala pengetahuan Kartini mengenai pandangan dunia, hak asasi manusia (HAM), serta keadilan yang diperuntukkan bagi semua.
Salah satu gagasannya mengenai pendirian sekolah bagi perempuan pribumi. Bahkan, ayahnya setuju Kartini menempuh pendidikan guru. Tetapi, ketika rencananya mendirikan sekolah perempuan pribumi hampir terwujud, ayahnya sakit parah dan rencana itu tak jadi dilaksanakan.
Gagal menjadi guru, Kartini bertekad menjadi dokter. Ayahnya setuju untuk mengajukan beasiswa kepada pemerintah Hindia Belanda.
Permohonan kartini untuk memperoleh beasiswa, dikabulkan oleh pemerintah Belanda. Tetapi beasiswa itu ia tolak. Alasannya ia akan menikah. Dikutip dari Idjah Chodijah dalam buku Rintihan Kartini, beasiswa tersebut lantas diberikan kepada Haji Agus Salim.
Tahun 1903 Kartini menjadi istri R.M Joyohadiningrat, seorang Bupati Rembang. Kesediaannya menikah dikarenakan Bupati Rembang ini pernah belajar di negeri Belanda dan berusaha keras ingin memajukan rakyat.
R.M Joyohadiningrat juga mendukung cita-cita Kartini, yaitu memajukan rakyat, khususnya kaum wanita dengan memberikan pendidikan kepada anak-anak wanita yang masih kecil seperti yang pernah dilaksanakan Kartini di Kabupaten Jepara.
Pada tanggal 8 November 1903 Kartini resmi menjadi istri Bupati Rembang. Sekolah yang pernah dirintisnya bersama adiknya Kardinah di Jepara sekarang dilanjutkannya di Rembang.