KPK Usut Proses PT SMI Mencairkan Permintaan Dana PEN Kolaka Timur

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut proses internal yang dilakukan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam mencairkan permintaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, tahun 2021.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Apr 2022, 09:20 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut proses internal yang dilakukan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam mencairkan permintaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, tahun 2021.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut proses internal yang dilakukan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam mencairkan permintaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, tahun 2021.

Pengusutan tersebut diketahui saat tim penyidik lembaga antirasuah memeriksa Febriana Anidya selaku karyawan PT SMI. Febriana diperiksa terkait kasus dugaan suap pengajuan pinjaman dana PEN di Gedung KPK pada Kamis, 21 April 2022 kemarin.

"Febriana Anidya (karyawan PT SMI), hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan proses internal yang dilakukan oleh PT SMI untuk selanjutnya mencairkan permintaan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (22/4/2022).

KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur 2021.

Selain Ardian, KPK juga menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.

Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Andi meyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.


Terjerat 2 Kasus di KPK

 Bupati Kolaka Timur (Kotim), Andi Merya Nur, kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, Andi Merya dijerat dalam kasus dugaan suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

Andi Merya diketahui baru menjabat sebagai Bupati Kolaka Timur pada 14 Juni 2021. Namun, dia dinonaktifkan sebagai bupati pada September 2021. Dia dinonaktifkan setelah ditangkap tim penindakan KPK pada 21 September 2021.

Sebelum menjadi bupati, Andi Merya Nur pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kotim dua periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019. Tapi, di periode kedua tepatnya pada 2015, dia mengundurkan diri lantaran maju menjadi calon wakil bupati Kotim mendampingi Tony Herbiansyah.

Pasangan yang diusung PDIP, Nasdem, dan Partai Demokrat ini memenangkan pemilihan bupati Kotim. Kemudian pada pilkada 2020, Andi kembali maju menjadi calon wakil bupati.

Kali ini dia mendampingi Samsul Bahri Majid dan diusung PDIP, Nasdem, Demokrat, dan PAN. Samsul dan Andi menang dalam Pilkada 2020 dan dilantik pada 26 Februari 2021.

Tapi, belum juga satu bulan menjabat, Samsul meninggal dunia pada 19 Maret 2021. Andi kemudian naik jadi plt bupati dan dilantik menjadi bupati definitif pada 14 Juni 2021. Pelantikan dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi.

Setelah baru tiga bulan lebih menjabat sebagai bupati, Andi Merya malah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan KPK pada 21 September 2021. Andi ditangkap bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim Anzarullah.

Mereka terlibat suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Andi ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, sementara Anzarullah ditahan di Rutan KPK Kavling C1.


Dana Hibah BNPB

Kasus suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah BNPB ini belum naik ke persidangan, namun Andi kembali dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Kali ini Andi dijerat sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

Dalam kasus ini Andi dijerat KPK bersama mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya