Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat merekomendasikan pil Paxlovid untuk pasien COVID-19 bergejala ringan tapi masih berisiko tinggi dirawat di rumah sakit.
Antivirus COVID kombinasi nirmatrelvir dan ritonavir dari raksasa farmasi AS, Pfizer, disebut sebagai pilihan unggul pengobatan untuk orang yang tidak divaksinasi, lanjut usia, atau orang yang sistem kekebalannya terganggu dengan COVID-19.
Advertisement
Hal ini diungkap para ahli WHO dalam jurnal medis British Medical Journal (BMJ) belum lama ini.
Untuk pasien yang sama, WHO juga membuat rekomendasi bersyarat dari obat antivirus remdesivir yang dibuat oleh perusahaan biotek AS Gilead. Sebelumnya, antivirus ini tak disarankan untuk direkomendasikan.
WHO merekomendasikan Paxlovid lebih dari remdesivir, serta lebih dari pil molnupiravir Merck dan antibodi monoklonal.
Perawatan oral Pfizer mencegah rawat inap lebih dari pengobatan alternatif lain yang tersedia karena memiliki lebih sedikit efek samping mengkhawatirkan daripada molnupiravir.
"Juga lebih mudah diberikan kepada pasien daripada remdesivir dan antibodi intravena," kata para ahli WHO mengutip Channel News Asia pada Jumat, 22 April 2022.
Rekomendasi baru ini didasarkan pada temuan dari dua percobaan yang melibatkan hampir 3.100 pasien yang menunjukkan bahwa Paxlovid mengurangi risiko masuk rumah sakit hingga 85 persen.
Rekomendasi ini berlaku untuk orang yang berusia di atas 18, tetapi tidak untuk wanita hamil atau menyusui.
Ini juga tidak berlaku untuk pasien dengan risiko komplikasi penyakit yang rendah, karena manfaatnya akan minimal.
Para ahli WHO juga menolak memberikan pendapat untuk pasien dengan bentuk penyakit yang parah, karena kurangnya data.
"Obat antivirus COVID-19 ini hanya bisa diberikan saat penyakitnya masih stadium awal," kata mereka.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Berpotensi Mengakhiri Pandemi
Pil Paxlovid COVID-19 telah dilihat sebagai langkah yang berpotensi besar dalam mengakhiri pandemi karena dapat dikonsumsi di rumah, bukan di rumah sakit.
Pasien harus mulai meminum pil Paxlovid mereka dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala.
Sedangkan, Remdesivir dapat diminum dalam waktu tujuh hari setelah gejala muncul, tetapi diberikan secara intravena selama tiga hari.
WHO meminta Pfizer untuk membuat harga dan penawaran Paxlovid yang lebih transparan.
Penasihat senior WHO untuk akses ke obat-obatan, Lisa Hedman, mengatakan bahwa stasiun radio NPR melaporkan satu paket penuh Paxlovid berharga US$530 (Rp7,6 juta) di Amerika Serikat.
Sumber lain yang belum dikonfirmasi oleh WHO memberikan harga US$250 (Rp3,5 juta) di negara berpenghasilan menengah ke atas.
Sementara remdesivir berharga US$520 (Rp7,4 juta), kata Hedman, tetapi versi generik yang dibuat oleh perusahaan di India dijual seharga US$53 (Rp760 ribu) hingga US$64 (Rp 917 ribu).
Ada juga tanda-tanya virus dapat membangun resistensi terhadap pengobatan ini.
Tetapi awal bulan ini CEO Pfizer Albert Bourla meramalkan masa depan yang cerah untuk perawatan seperti Paxlovid karena orang-orang mulai bosan mendapatkan vaksinasi booster lebih lanjut.
Advertisement
Penelitian di Inggris
Sebelumnya, Inggris mengatakan akan memerluas akses ke pengobatan COVID-19 antivirus oral Pfizer ke ribuan orang.
Ini dalam konteks uji coba untuk menilai cara terbaik menggunakan obat itu pada populasi yang divaksinasi, kata kementerian kesehatan Inggris Selasa (12/4/2022).
Paxlovid, kombinasi pil baru Pfizer dengan antivirus ritonavir, tersedia untuk ribuan orang dengan sistem kekebalan yang lemah di Inggris pada bulan Februari.
Paxlovid telah ditambahkan ke studi nasional Panoramic di Inggris, yang membuat antivirus tersedia untuk banyak pasien sambil mengumpulkan data tentang bagaimana obat sebaiknya digunakan pada populasi orang dewasa yang divaksinasi.
Penelitian Inggris juga menunjukkan, Paxlovid terbukti mengurangi risiko relatif kematian atau rawat inap hingga hampir 90 persen dalam uji klinis individu berisiko tinggi yang diberikan perawatan selama lima hari.
Saat ini, Paxlovid disarankan untuk digunakan selama tahap awal COVID-19, meskipun bulan lalu ditambahkan ke percobaan lain untuk pasien yang dirawat di rumah sakit.
Paxlovid di Taiwan
Sementara itu, Menteri Kesehatan Taiwan pada Senin, 11 April 2022, mengatakan bahwa pihaknya telah memesan 700.000 unit pil antivirus COVID-19 Pfizer Paxlovid.
Ini dilakukan di tengah peningkatan jumlah infeksi yang stabil karena pemerintah berjanji untuk secara bertahap membuka kembali perbatasannya.
Taiwan telah mengendalikan pandemi dengan baik berkat langkah-langkah kontrol yang ketat dan dini.
Tetapi infeksi harian telah meningkat dalam beberapa pekan, dengan 439 kasus baru dilaporkan pada hari Senin, yang juga menjadi peningkatan harian tertinggi kedua tahun ini.
Pemerintah waspada meskipun jumlahnya relatif rendah dan data kementerian kesehatan menunjukkan 99,6 persen dari mereka yang terinfeksi sejauh tahun ini menunjukkan gejala ringan atau tidak sama sekali.
Menteri Kesehatan Chen Shih-chung mengatakan pil yang dipesan akan cukup untuk menutupi 3 persen dari populasi Taiwan, dengan setengah dari mereka akan tiba pada kuartal kedua tahun ini.
"Obat itu dapat mencegah penyakit serius dan sangat membantu untuk pencegahan pandemi secara keseluruhan," kata Chen kepada wartawan.
Sejak awal tahun ini, Taiwan telah melaporkan 3.976 kasus domestik, dengan hanya 13 orang yang diklasifikasikan sakit parah dan hanya dua kematian.
Taiwan telah mempertahankan kewajiban mengenakan masker dan hampir 80 persen populasi telah mendapat dua suntikan vaksin, sementara lebih dari 50 persen sudah mendapat dosis penguat.
Advertisement