Detik-Detik Penangkapan Buronan Kredit Fiktif Rp35,2 M Bank Riau Kepri di Banten

Petugas gabungan Kejati Riau akhirnya menangkap terpidana korupsi kredit fiktif Bank Riau Kepri setelah enam tahun menjadi buronan.

oleh Syukur diperbarui 24 Apr 2022, 11:00 WIB
Konferensi pers penangkapan terpidana kredit fiktif Bank Riau Kepri oleh Kejati Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Pelarian Direktur Saras Perkasa, Arya Wijaya, selama enam tahun sebagai buronan korupsi berakhir sudah. Terpidana kredit fiktif di Bank Riau Kepri senilai Rp35,2 miliar berakhir setelah Tim Pidana Khusus dan Intelijen Kejari Pekanbaru bersama Tim Intelijen Kejati Riau menangkapnya pada Kamis petang, 21 April 2022.

Menurut Wakil Kepala Kejati Riau Akmal Abas, keberadaan Arya Wijaya terpantau di Bhuvana Residence, Jalan Palem Puri, Kelurahan Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Dari Banten, terpidana yang melakukan korupsi bersama-sama dengan petinggi Bank Riau Kepri medio tahun 2013 itu dibawa ke Pekanbaru. Selanjutnya dieksekusi ke Lapas Pekanbaru menjalani vonis 15 tahun penjara.

"Perkaranya sudah dinyatakan inkrah (berkekuatan hukum tetap) pada tahun 2016," kata Akmal didampingi Asisten Intelijen Raharjo Budi Kisnanto, Kasi Intelijen Kejari Pekanbaru Marel dan Kasi Pidsus Agung Irawan.

Akmal menjelaskan, Arya sudah dicari sejak kasusnya dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Salah satu kendala penangkapan karena terpidana Arya selalu berpindah tempat.

Sementara itu, Raharjo menjelaskan, Arya Wijaya menyandang status terpidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 332K/Pid.Sus/2015 tanggal 11 Januari 2016.

Arya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan kerugian negara sebesar Rp35,2 miliar.

"Selain penjara 15 tahun penjara, terpidana juga didenda sebesar Rp1 miliar subsidair pidana kurungan selama 8 bulan," sebut Raharjo.

Selain itu, Arya juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2 miliar. Jika tidak dibayar, harta benda Arya disita untuk negara dan dapat diganti dengan 2 tahun kurungan apabila hartanya tidak mencukupi.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Sempat Lepas

Arya pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru pernah divonis bebas. Majelis hakim menyatakan perbuatannya ada tapi bukan tindak pidana melainkan perdata.

"Awalnya dia divonis lepas atau Onslaacht karena hakim menilai perkara perdata," kata Raharjo.

Padahal saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Arya selama 15 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar atau subsidair 6 bulan penjara. Dia juga dituntut membayar denda Rp35,2 miliar subsidair 8 tahun penjara.

Menurut JPU, Arya terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan ini berbeda jauh dengan vonis yang dijatuhkan terhadap Dirut Bank Riau Zulkifli Thalib (berkas terpisah) yang divonis selama 4 tahun penjara.

Kasus ini terjadi pada 2003 lalu. Saat itu Arya Wijaya yang berencana melanjutkan pembangunan ruko dan mal di Kompleks Batu Aji, Batam menemui Dirut BRK Zulkifli Thalib untuk menyampaikan maksudnya mengajukan kredit.

Arya meyakinkan bisa meneruskan bangunan mal dan meminta penambahan kredit Rp55 miliar. Sebagai jaminan, berupa deposito di Bank BNI 46 sebesar Rp100 miliar.

Belakangan, jaminan itu tidak diserahkan Arya. Akhirnya, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp35,2 miliar. Namun ternyata, pembangunan mal dan Ruko tersebut terhenti, karena Arya Wijaya tak sanggup membayar utang pinjaman kepada Bank Riau Kepri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya