Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa sepakat dengan adanya kebijakan yang mengatur dunia online/ digital. Setelah negosiasi panjang, disepakati persyaratan luas mengenai undang-undang bernama Digital Service Act (DSA).
DSA akan memaksa perusahaan teknologi bertanggung jawab lebih besar atas konten yang muncul di platform mereka.
Advertisement
Mengutip The Verge, Minggu (24/4/2022), perusahaan teknologi bakal dibebani kewajiban baru, termasuk menghapus konten dan barang ilegal yang ada di platformnya, dengan lebih cepat.
Selain itu, perusahaan teknologi wajib menjelaskan kepada pengguna dan peneliti mengenai cara kerja algoritme mereka. Perusahaan juga wajib mengambil tindakan lebih tegas terhadap penyebaran misinformasi dan hoaks.
Jika tidak patuh, perusahaan teknologi seperti Google, Meta, dkk bakal menghadapi denda hingga 6 persen dari omzet tahunan mereka.
"DSA akan meningkatkan aturan dasar untuk semua layanan online di Uni Eropa," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dalam pernyataan.
Menurutnya, DSA akan memberikan efek praktis pada prinsip bahwa apa yang ilegal di dunia nyata juga harus ilegal di dunia maya.
"Makin besar ukurannya (perusahaan teknologi), makin besar tanggung jawab platform online-nya," kata Ursula.
Sementara itu, Kepala Komisi Uni Eropa untuk Persaingan Margrethe Vestager mengatakan, undang-undang DSA harus memastikan platform akuntabel atas risiko-risiko yang dibawa platform online terhadap masyarakat dan warga negara.
Digital Service Act berbeda dengan Digital Markets Act yang belum lama ini disetujui oleh komisi Uni Eropa. Kedua undang-undang ini berlaku bagi dunia teknologi, namun DMA fokus membuat persaingan setara bagi semua perusahaan teknologi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Larangan Iklan Tertarget
Sementara, DSA fokus pada bagaimana perusahaan mengatur konten di platformnya. Oleh karena itu, DSA bakal berdampak langsung bagi pengguna internet.
Meskipun DSA dan DMA ini hanya berlaku bagi warga negara di kawasan Uni Eropa, dampak undang-undang ini bakal terasa di seluruh dunia.
Hal ini mengingat perusahaan teknologi global mungkin memutuskan lebih efisien jika menerapkan strategi tunggal untuk mengawasi konten dan mengambil peraturan Uni Eropa yang relatif ketat sebagai tolok ukur mereka.
Berikut adalah hal-hal yang diatur dalam Digital Service Act:
- Iklan tertarget dilarang berbasis agama, orientasi seksual, atau etnisitas individu. Anak di bawah umur tidak jadi subjek iklan tertarget.
- Larangan atas antarmuka membingungkan atau menipu, yang dirancang untuk mengarahkan pengguna membuat pilihan tertentu. Dalam hal ini, berhenti layanan berlangganan harus semudah saat pengguna mulai berlangganan.
- Platform online besar seperti Facebook harus membuat algoritmenya transparan bagi pengguna. Misalnya, bagaimana Facebook menyortir konten di News Feed pengguna atau menyarankan acara TV di Netflix.
Advertisement
Platform Harus Mau Beri Data ke Peneliti
- Layanan hosting dan platform online harus menjelaskan secara rinci mengapa mereka menghapus konten ilegal dan memberi pengguna kemampuan untuk mengajukan banding atas penghapusan tersebut.
DSA tidak mendefinisikan konten ilegal dan menyerahkannya kepada masing-masing negara.
- Platform online besar harus memberikan data kepada peneliti untuk memberi lebih banyak wawasan tentang bagaimana risiko online berkembang.
- Pasar online harus menyimpan informasi dasar tentang pedagang di platform mereka. Tujuannya untuk melacak individu yang menjual barang ilegal.
Platform besar di sisi lain harus memperkenalkan strategi baru untuk menangani misinformasi selama krisis, misalnya terkait konflik Rusia dan Ukraina.
DSA akan membedakan perusahaan teknologi berdasarkan skala atau besar kecilnya platform.
Perusahaan yang memiliki 45 juta pengguna atau lebih di Uni Eropa seperti Meta dan Google akan menghadapi pengawasan paling ketat.
Meski sudah disetujui, bahasa hukum DSA masih perlu diselesaikan sebelum menjadi undang-undang. Aturan ini bakal berlaku untuk semua perusahaan, 15 bulan setelah RUU disahkan menjadi UU, setidaknya mulai 1 Januari 2024.
DMA Bakal Rusak Enkripsi WhatsApp?
Pada 24 Maret lalu, Komisi Uni Eropa (EU) mengumumkan pihaknya mencapai kesepakatan untuk menggolkan kebijakan yang menarget perusahaan teknologi di wilayah Eropa.
Kebijakan tersebut dinamai Digital Market Act (DMA). Salah satu isinya, meminta agar platform chat besar seperti WhatsApp hingga iMessage bisa dipakai untuk chat dengan platform chat yang lebih kecil alias chat antarplatform (interoperabilitas).
Namun rupanya hal ini bisa berdampak kurang baik bagi platform chat yang layanannya dilindungi enkripsi end-to-end.
Dikhawatirkan oleh ahli keamanan, chat antarplatform berarti membiarkan layanan terenkripsi end-to-end seperti WhatsApp dkk berbaur dengan protokol yang kurang aman, seperti SMS.
Mengutip The Verge, Selasa (29/3/2022), fokus utama DMA adalah perusahaan teknologi besar bisa membuka beberapa layanan mereka, sehingga memungkinkan perusahaan kecil untuk ikut serta dalam persaingan.
Bagi layanan yang menjanjikan enkripsi end-to-end seperti enkripsi WhatsApp, interoperabilitas ini justru menjadi masalah. Pasalnya, konsensus di antara kriptografer adalah, akan sulit untuk mempertahankan enkripsi antaraplikasi.
Mungkin bagi aplikasi yang lebih kecil seperti Signal tidak akan terpengaruh oleh ketentuan DMA. Namun bagi WhatsApp yang menggunakan protokol seperti Signal dan dimiliki oleh perusahaan sebesar Meta, tentu saja bakal terdampak.
(Tin/Isk)
Advertisement