Bupati Sukoharjo Marah Cagar Budaya Dirobohkan, Warga: Belum Pernah Ada Sosialisasi

Cagar Budaya di kawasan Kasunanan Kartasura atau peninggalan dinasti Mataram Islam membuat Bupati Sukoharjo, Etik Suryani marah

oleh Dewi Divianta diperbarui 25 Apr 2022, 01:00 WIB
<p>Situs Peninggalan Dinasti Mataram Islam di Solo Dibuldozer (Dewi Divianta/Liputan6.com)</p>
Situs Peninggalan Dinasti Mataram Islam di Solo Dibuldozer (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Sukoharjo - Kasus perusakan situs sejarah berupa tembok atau benteng cagar budaya di wilayah Kasunanan Kartasura menuai reaksi dari Bupati Sukoharjo, Etik Suryani. Etik mengaku kecewa dengan tindakan yang dilakukan oleh pemilik lahan yang malah merobohkan tembok cagar budaya itu sepanjang 7,5 meter itu untuk digunakan sebagai akses jalan.

Sebelumnya Polres Sukoharjo menyebut sudah memeriksa dua orang untuk dimintai keterangan terkait perusakan tersebut. Dalam kesempatan dirinya meninjau lokasi tempat tembok cagar budaya dirubuhkan, Etik bertemu langsung dengan Burhanuddin pemilik lahan yang menurut informasi yang didapat Liputan6.com baru sebulan dibeli dan baru dibayarkan Rp400 juta dari harga yang disepakati Rp850 juta rupiah.

"Saya sangat kecewa dan menyayangkan mengapa selaku warga bisa melakukan tindakan itu (merobohkan tembok situs sejarah Mataram Islam)," kata Etik di lokasi Cagar Budaya, Kartasura, Minggu (24/4/2022).

Dirinya menegaskan, sebagai pemilik lahan seharusnya warga tersebut mempelajari terkait adanya situs sejarah atau cagar budaya di lahan miliknya itu. Sehingga bangunan bersejarah dijaga bersama-sama agar tidak punah, bukan sebaliknya dirusak hanya lantaran ingin dijadikan akses jalan kos-kosan yang akan dibangun pemilik lahan.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Warga Akui Tak Pernah Ada Sosialisasi

Etik mendengar alasan pemilik lahan hanya ingin membersikan rumput dan semak-semak yang tumbuh di sekitar tembok cagar budaya itu dirasa tak masuk akal.

"Kalau sebagai masyarakat kerja bakti kan bisa jadi kelihatan enak. Tidak harus merusak," ucapnya.

Menurutnya, tanah yang ada di sekitar tembok itu tidak bisa disertifikatkan secara pribadi, karena itu tabah di dalam kawasan keraton Kasunanan Kartasura.

"Asal usul sertifikat itu dari mana kita akan telusuri. Semoga bisa diselesaikan sesuai aturan yang ada," tutur dia.

Di sisi lain, warga sekitar yang ditemui Liputan6.com mengaku selama dirinya tinggal di wilayah tersebut tidak pernah ada sosialisasi dari pemerintah Kabupaten ataupun dinas terkait tentang tembok yang sering mereka liat itu adalah cagar budaya.

"Sampai ramai di Facebook Mbak, kalau sudah rame baru semua sibuk. Setau saya, selama saya tinggal di sini dari kecil belum pernah ada sosialisasi terkait tembok itu (cagar budaya). Setidaknya kasih tulisan kalau itu situs sejarah, jadi warga di sini bisa tau," ujar warga yang tak mau disebut namanya ini.

Menurutnya, alasan pembongkaran karena itu sudah tanah hak milik pribadi dan warga sudah banyak mengeluarkan biaya, tapi pemerintah terkait tidak pernah memberikan perhatian khusus untuk situs sejarah itu.

"Sedih itu temboknya rusak, tapi itu kan tanah orang jadi gak mau ikut-ikut. Tapi komen-komennya di sosmed banyak banyak yang nyalahin, tapi kan memang gak ada yang bersihin kalau kotor (rumput liar) ndak ada yang bayar. jadi mungkin dibongkar biar gak ada biaya lagi untuk perawatan," ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya