Liputan6.com, Jakarta - Istilah sedia payung sebelum hujan ternyata juga berlaku sebaliknya, bahwa bersiaplah sebelum kemarau datang. Menurut situs resmi BMKG, Prakiraan Musim Kemarau 2022 di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami Awal Musim Kemarau 2022 pada kisaran April hingga Juni 2022, dengan puncaknya pada bulan Agustus 2022.
Di Indonesia, di beberapa spot yang mengalami tingkat kebakaran hutan yang cukup tinggi seperti di Kalimantan dan Sumatera, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) menjadi hal yang sangat dibutuhkan saat musim kemarau.
Dalam konteks pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim (climate change), TMC telah menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan untuk mereduksi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca.
Baca Juga
Advertisement
“Kita punya lahan gambut di Kalimantan dan Sumatera yang sangat rentan terjadi kebakaran hutan tiap tahunnya saat musim kemarau. Karena itu diperlukan teknologi modifikasi cuaca untuk memperbanyak dan mempercepat terjadinya hujan. Smart Cakrawala Aviation ingin berkontribusi dalam hal tersebut,” terang Pongky Majaya, CEO Smart Aviation.
Pongky mengemukakan bahwa untuk pengoperasian teknologi modifikasi cuaca berbasis flare, Smart Cakrawala Aviation saat ini tengah mempersiapkan empat pesawat jenis Cessna C208 Caravan yang sudah dimodifikasi dan bersertifikasi oleh DGCA (Directorate General of Civil Aviation).
TMC berbasis flare sendiri merupakan teknik terkini dalam penyemaian awan (cloud seeding) dimana pelepasan partikel yang bersifat hygroscopis ke dalam awan dilakukan dengan cara suar atau kembang api (flare). Bahan semai yang bersifat hygroscopic dihantarkan ke dalam awan awan konvectif untuk merangsang pertumbuhan awan agar menjadi hujan.
TMC berbasis flare sangat praktis, cepat dan mudah dalam operasionalnya dibandingkan dengan teknik non-flare atau metode konvensional lainnya yang menggunakan bahan tepung (powder). Rangkaian hygroscopic-flare dapat diinstal pada rack mounting pesawat terbang dalam hitungan menit dan sudah siap dibawa terbang.
Proses loading flare yang cepat sangat mendukung keberhasilan modifikasi cuaca karena proses penyemaian awan dapat dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat sehingga lebih efektif dan efisien. Setiap 1 tabung flare berbanding sama dengan 700kg bahan semai konvensional.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Serangkaian Tes
Dalam sekali penerbangan jumlah flare yang bisa dioperasikan sebanyak 24 tabung. Teknologi flare juga lebih ramah lingkungan dikarenakan bahan semai bersifat hygroscopis dapat langsung terserap seluruhnya oleh awan target tanpa ada residu yang akan jatuh kembali ke permukaan bumi.
"Bahan semai yang terpasang di pesawat Cessna Caravan 208 ini cukup efisien dan cukup mudah bongkar-pasangnya. Ini yang pertama di Indonesia. Alat ini tidak memiliki interface di pesawat karena punya bentuk yang portabel. Segi elektrikalnya juga terpisah (menggunakan baterai)," jelas Edi Supriadi, CEO PT Dinamika Aviasi Indonesia, design organization yang sudah tersertifikasi DGCA DOA (Design Organization Approval).
Pesawat ini sudah melewati serangkaian tes yang meliputi aspek keselamatan pesawat (safety), struktur pesawat, weight and balance dari PT Dinamika Aviasi Indonesia sebelum lepas landas Pongky Majaya, CEO Smart Cakrawala Aviation mengungkapkan bahwa selain menawarkan solusi untuk mengatasi kebakaran hutan, misi besar Smart Cakrawala Aviation dibalik proyek ini adalah ikut berkontribusi dalam pengembangan pertanian Indonesia sebagai negara agraris, serta mendukung pemerintah dalam hal energi terbarukan.
Teknologi Modifikasi Cuaca berbasis flare juga bermanfaat untuk peningkatan inflow di danau atau waduk Pembangkitan Listrik Tenaga Air (PLTA), penyediaan air di berbagai wilayah irigasi dan wilayah pertanian tadah hujan, pengelolaan sumber daya air secara terintegrasi pada Daerah Aliran Sungai (DAS), Danau dan Waduk PLTA.
Selain itu bisa juga untuk mengurangi hujan di wilayah yang rentan banjir dengan cara menjatuhkan awan berpotensi hujan sebelum memasuki wilayah rawan banjir.
Advertisement