Liputan6.com, Singapura - Beberapa negara telah mulai melakukan pemberian vaksin booster dosis kedua demi melindungi warganya dari infeksi COVID-19.
Namun, studi yang dilakukan oleh Singapura menunjukkan bahwa populasi lanjut usia (lansia) berumur 60 hingga 79 tahun tidak direkomendasikan untuk mendapat vaksinasi booster dosis kedua.
Advertisement
Direktur Pelayanan Medis Singapura, Kenneth Mak, mengatakan, Komite Ahli COVID-19 (EC19V) di negara tersebut tidak merekomendasikan warga berusia 60 hingga 79 tahun untuk mendapat vaksin booster kedua.
Meski begitu, vaksinasi booster kedua akan tetap diberikan jika ada warga dari kelompok usia tersebut yang menginginkannya.
Suntikan vaksin booster dosis kedua harus diberikan dalam rentang waktu lima bulan sejak booster dosis pertama. Hal ini didasari oleh data lokal Singapura yang menunjukkan bahwa memudarnya perlindungan vaksinasi terjadi setelah 150 hari.
Seperti disampaikan oleh Dr Mak pada konferensi pers virtual yang diadakan oleh gugus tugas multi-kementerian COVID-19, Jumat (22/4).
Lansia usia 60 hingga 79 tahun yang hendak mendapat dosis kedua booster bisa datang ke sentra vaksinasi mana pun yang menawarkan vaksin jenis mRNA sebelum pukul 7 malam.
Ini merupakan aturan tambahan dari rekomendasi sebelumnya mengenai booster kedua untuk kelompok usia tertentu seperti mereka yang berusia 80 tahun ke atas, penghuni rumah jompo, serta individu yang rentan secara medis.
Dr Mak, mengatakan, data lokal menunjukkan bahwa efektivitas vaksin terhadap penyakit parah tetap tinggi untuk beberapa waktu setelah vaksinasi dosis primer dan booster. Namun, ada perbedaan efektivitas berdasarkan kelompo usia.
Efektivitas vaksinasi untuk mereka yang berusia lebih dari 60 tahun tetap jauh di atas 80 persen, dan dalam beberapa kasus mencapai 90 persen pada tanda 120 hingga 180 hari setelah vaksinasi penguat.
"Ini menegaskan pentingnya memiliki vaksinasi terkini untuk mengurangi risiko terkena infeksi parah dan kematian akibat COVID-19," katanya, dilansir CNA.
Manfaat Vaksin Booster Kedua Berbeda pada Kelompok Usia Tertentu
Data dari riset tersebut juga menunjukkan beberapa manfaat dari dosis kedua vaksin booster pada usia 60-79 tahun.
Namun, kata Mak, manfaat pada kelompok usia itu tidak sebesar manfaat yang didapat usia 80 tahun ke atas. Ini karena kejadian infeksi berat pada kelompok usia 60-79 tahun lebih rendah dibandingkan kelompok usia oktogenarian atau 80-an.
Sementara pada kelompok usia lebih muda, antara 12 hingga 60 tahun, data menunjukkan dosis booster kedua tidak begitu bermanfaat pada saat ini.
Sebab, risiko infeksi parah akibat SARS-CoV-2 jauh lebih rendah pada kelompok usia tersebut. Kecuali jika mereka sudah memiliki penyakit penyerta atau medis kronis sebelumnya.
Diakui Dr Mak, ada beberapa peningkatan imunitas secara keseluruhan, tapi efeknya menurun cepat setelah sekitar dua bulan.
Karenanya, jika pun hendak memberikan vaksinasi booster dosis kedua pada populasi usia lebih muda, menurut Dr Mak akan lebih tepat diberikan sebagai strategi perlindungan ketika ada ancaman gelombang baru COVID-19.
"Jadi jika kita perlu memberikan dosis booster kedua untuk populasi yang lebih muda, ini lebih tepat sebagai strategi untuk meningkatkan kekebalan sebagai perlindungan di saat kita mengalami gelombang baru dari virus Corona yang sangat menular atau sangat mematikan (variant of concern) ketimbang diberikan pada saat situasi membaik," kata Dr Mak.
Booster dosis kedua sebaiknya tidak ditunda hingga melewati 9 bulan pasca vaksinasi primes lengkap. Selain itu, vaksinasi booster diberikan setidaknya 28 hari setelah mengalami infeksi.
Advertisement
Kebijakan Booster bagi Penyintas COVID-19
Pemerintah Singapura mengambil kebijakan baru pemberian booster bagi penyintas COVID-19 mulai 1 Juni mendatang. Penyintas COVID-19 yang telah mendapat vaksinasi COVID-19, perlu mendapat vaksinasi booster dalam kurun sembilan bulan sejak vaksinasi primer. Hal tersebut guna menjaga status vaksinasi mereka.
Untuk mendapat suntikan dosis booster, warga Singapura bisa mendatangi sentra vaksinasi manapun di negara itu sebelum pukul 7 malam.
Rekomendasi tersebut, kata Dr Mak, diberikan dengan melihat bukti terkni bahwa proteksi imun pada masing-masing penyintas COVID-19 dapat bervariasi secara signifikan dan menurun seiring waktu.
"Kita tidak bisa berasumsi bahwa penyintas akan punya perlindungan kekebalan yang lebih baik setelah mereka pulih dari infeksi COVID-19 dibandingkan dengan individu yang tidak terinfeksi setelah vaksinasi," ujarnya.
Dr Mak menjelaskan bahwa pengalaman dalam negeri Singapura dan internasional menunjukkan bahwa vaksinasi booster aman untuk penyintas COVID-19 dan akan membantu memertahankan tingkat imunitas yang tinggi pada mereka terhadap infeksi parah.
Saat ini, tambah Dr Mak, EC19V tengah meninjau data vaksinasi anak-anak di bawah usia 18 tahun.
"Kami perlu mempelajari data secara hati-hati untuk menentukan apakah rekomendasi perlu dibuat guna menawarkan vaksinasi booster bagi anak-anak. Nantinya, Kementerian Kesehatan akan mengumumkan hal ini ketika tinjauan kami selesai," katanya.
Dua Indikator Pemberian Vaksin Booster Lebih Lanjut
Sementara itu, Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan bahwa suntikan booster lebih lanjut akan diperlukan ketika COVID-19 menjadi endemik --- satu-satunya pertanyaan adalah kapan waktunya. Ini adalah konsensus di antara para ilmuwan di seluruh dunia, dan departemen kesehatan Singapura serta EC19V setuju, katanya.
"Mengurus terlalu dini dan kemungkinan itu akan sia-sia, mengelola terlalu lambat maka kerusakan pasti sudah terjadi," katanya.
Departemen Kesehatan Singapura terus memantau dua indikator untuk menentukan waktu yang tepat memberikan vaksin booster dosis lanjut.
Salah satu indikatornya adalah apakah ada gelombang Omicron berikutnya atau varian baru muncul di negara lain, yang akan menjadi tanda bahwa gelombang baru mungkin juga muncul di Singapura.
Dengan kondisi itu, negara harus memberikan booster kedua sebagai langkah antisipasi, kata Ong.
Indikator kedua adalah tingkat perlindungan vaksin terhadap penyakit parah bagi mereka yang telah mendapatkan booster pertama - yang menurut banyak ilmuwan dapat bertahan satu hingga dua tahun, atau bahkan lebih lama.
"Kami akan mewaspadai tanda awal penurunan efikasi/kemanjuran vaksin terhadap penyakit parah, yang akan mengindikasikan perlunya booster kedua," kata Ong.
Adapun vaksin mana yang digunakan untuk booster kedua, itu akan tergantung pada sifat varian baru yang menjadi perhatian.
Jika merupakan turunan dari varian Omicron dengan karakteristik serupa, kemungkinan vaksin yang ada saat ini akan dapat terus memberikan perlindungan yang baik, katanya.
Namun, kata Dr Ong, jika varian baru lebih berbahaya, maka mungkin memerlukan strategi yang berbeda. Munculnya varian yang lebih mematikan juga dapat berarti kembalinya tindakan penanganan yang aman seperti pelacakan dan pengujian kontak.
Sebuah 'skenario terburuk' akan menjadi varian yang lebih mematikan dan lebih menular daripada Omicron, dia memperingatkan. Menurutnya, jika skenario tersebut terjadi, masyarakat perlu mempersiapkan mental dan kembali melakukan pembatasan.
Advertisement