Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi menolak adanya narasi soal kasus KM 50 yang menewaskan anggota Front Pembela Islam atau FPI.
Munculnya narasi kasus KM 50 yang belum selesai ini kembali muncul usai vonis terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Advertisement
"Kasus KM 50 kembali dibahas pasca vonis sambo, diframing seolah-olah kasus KM 50 yang menewaskan anggota Laskar FPI belum selesai dan masih terkatung-katung. Narasi yang dibangun seolah-olah terjadi pembiaran dan terjadi kesewenang-wenangan," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Senin (27/2/2023).
Kemudian selain itu, lanjut Teddy, muncul pula informasi hoaks terkait diduga adanya keterlibatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia pun meminta agar penyebar hoaks ditindak.
"Belum lagi berbagai informasi hoaks disebarluaskan bahwa Jokowi terlibat, Ahok terlibat, Kapolri menjadi dalang dan masih banyak lagi. Yang begini harus segera ditindak, karena menyebarluaskan secara masif untuk dikonsumsi dan memprovokasi masyarakat awam," kata dia.
Padahal, lanjut Teddy, kasus KM 50 tersebut sudah selesai dengan adanya putusan pengadilan dan telah dikuatkan oleh MA.
"Putusan yaitu polisi menembak karena melakukan pembelaan terpaksa yang sudah melampaui batas. Maka dari itu, polisi yang melakukan penembakan dibebaskan dari segala tuntutan," terang dia.
"Semua bukti sudah diuji dipengadilan, fakta dalam persidangan pun sudah, sehingga tujuan dari para penyebar hoax adalah untuk membuat kerusakan. Maka sebelum kerusakan terjadi, wajib dilumpukan, dan untuk melumpuhkan mereka itu sangat mudah, karena sudah ada bukti. Jadi tunggu apa lagi?," jelas Teddy.
Jejak Ferdy Sambo dan Anak Buah di Kasus KM 50
Sebelumnya, Ferdy Sambo tengah menjadi buah bibir. Bagaimana tidak, ia menjadi jenderal polisi pertama terlibat pembunuhan berencana. Tak tanggung-tanggung, korbannya adalah anak buah Ferdy Sambo sendiri. Kini, isu melebar karena dirinya dikaitkan kembali dalam konspirasi kasus KM 50.
Saat menangani kasus ini, Ferdy Sambo menduduki posisi penting, yaitu Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri. Atau satu tahun sebelum akhirnya diangkat di jabatan yang saat ini sedang dinonaktifkan yakni Kadiv Propam Polri.
Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam Polri pada 16 November 2020.
Lantas, apa hubungan Ferdy Sambo dengan penembakan di KM 50 yang menewaskan 6 anggota Front Pembela Islam (FPI)?
Dirangkum merdeka.com, Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri dan ditugaskan untuk mengusut penembakan terhadap 6 anggota FPI di KM 50. Saat itu, Ferdy Sambo telah menurunkan 30 anggota tim Propam Polri untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.
Diketahui, kasus pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) di KM 50 ini menewaskan 6 anggota FPI pada akhir Desember 2020 di Tol Jakarta-Cikampek, berikut ini.1. Andi Oktiawan (33)2. Ahmad Sofiyan (26)3. Lutfi Hakim (25)4. Faiz Ahmad Syukur (22)5. Muhammad Suci Khadavi (21)6. Muhammad Reza (20)
Advertisement
Kejadian Kala Itu
Saat itu, dia menugaskan tim untuk mengecek penggunaan kekuatan oleh 30 personel Polri dalam peristiwa KM 50. Penurunan 30 orang itu juga bukan karena adanya tanda-tanda pelanggaran dalam tragedi KM 50.
Dalam kasus penembakan ini, 2 anggota FPI diduga terlibat baku tembak, sedangkan 4 anggota lain diduga ditembak dalam mobil sebab melakukan perlawanan.
Informasi dihimpun, terkait 2 anggota yang tewas akibat baku tembak, Sekretaris FPI Munarman mengaku bahwa anggota FPI tidak pernah dilengkapi dengan senjata api.
Kemudian, dalam perjalanan kasusnya di meja pengadilan, Majelis Hakim perkara KM50 menjatuhkan vonis bebas dua terdakwa anggota kepolisian, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin.
Sekedar informasi, salah satu bawahan Ferdy Sambo saat menangani kasus KM 50 juga terlibat dalam kasus Brigadir J. Dia adalah Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Handik Zusen.
Handik pernah menjadi bawahan Sambo di Polda Metro Jaya. Bahkan, Handik masuk ke dalam daftar anggota Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih yang dipimpin oleh Sambo.
Peran Handik Zusen dan Kesamaan dengan Kasus Brigadir J
Dalam perannya di kasus KM 50 terhadap 6 anggota FPI, di tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020. Handik Zusen merupakan komandan yang memimpin operasi pengejaran Rizieq Shihab dan pengawalnya.
Dalam perannya di kasus Brigadir J, ia diduga melakukan obstruction of justice dengan mengatur jumlah selongsong peluru untuk memberi kesan ada baku tembak di rumah dinas Ferdy Sambo.
AKBP Handik Zusen dicopot dari jabatan Kasubdit III Ditreskrimum Polda Metro Jaya melalui Surat Telegram Nomor ST/1751/VIII/KEP/2022 tertanggal 22 Agustus 2022.
Diketahui, Handik saat itu menjabat sebagai Kepala Sub-Direktorat Reserse Mobile (Kasubdit Resmob) Polda Metro Jaya.
Sementara itu, adapun kesamaan dari dua kasus ini, yaitu penggunaan kata 'baku tembak'. Pertama, kasus KM 50 yang menewaskan 2 dari 6 anggota FPI dengan narasi akibat baku tembak. Sekretaris FPI Munarman mengaku bahwa anggota FPI tidak pernah dilengkapi dengan senjata api.
Kedua, kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, hasil rekonstruksi terkini dan pernyataan beberapa saksi menunjukkan bahwa baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E merupakan rekayasa Ferdy Sambo belaka.
Dalam kasus KM 50, Kapolri Listyo Sigit Prabowo tidak menyebut terkait adanya kesamaan dalam rekayasa baku tembak. Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (24/8) lalu, Sigit menjelaskan kasus KM 50 masih dalam proses pengadilan.
Sigit mengaku, pihak Polri juga mengikuti perkembangan kasus KM 50 dan sesegera mungkin memproses jika ditemukan temuan (novum) atau fakta baru.
"Tentunya kami akan terus mengikuti perkembangan penanganan kasus yang ada, karena saat ini akan masuk ke tahapan kasasi. Jadi kami menunggu itu," kata Sigit dalam RDP bersama Komisi III DPR, Rabu (24/8) 2022.
Tetapi, Hakim Mahkamah Agung justru memvonis bebas 2 terdakwa kasus KM 50 di tingkat kasasi, yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella. Vonis ini dijatuhkan pada Rabu (7/9/20), oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim Desnayeti.
Advertisement