Liputan6.com, Jakarta Memasuki akhir April, Program pengungkapan sukarela (PPS) yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga 24 April 2022, program ini telah diikuti 39.527 wajib pajak dengan 45.413 surat keterangan.
Dikutip dari situs resmi Ditjen pajak, Senin (25/4/2022), Pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan pajak (PPh) sebesar Rp 7,1 triliun.
Advertisement
Adapun nilai pengungkapan harta yang sudah terdata mencapai Rp 70,4 triliun. Sementara untuk deklarasi dari dalam negeri diperoleh Rp 60,5 triliun.
Sedangkan deklarasi dari luar negeri mencapai Rp 5,2 triliun. Kemudian, jumlah harta yang akan diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 4,5 triliun.
Program ini sifatnya terbatas, hanya berlangsung 1 Januari hingga hingga 30 Juni 2022.
Adapun tujuan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP).
Pemerintah tidak menargetkan jumlah pendapatan yang masuk dari pelaksanaan PPS ini, karena tujuan utamanya adalah kepatuhan sukarela dari WP.
PPS akan memberikan kesempatan pengungkapan sukarela kepada wajib pajak yang selama ini belum melaporkan kewajiban perpajakannya.
Pelaporan PPS dapat dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs djponline.pajak.go.id dalam jangka waktu 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).
Tak hanya itu, PPS diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. Program ini diharapkan dapat mendorong aliran modal ke dalam negeri, dan memperkuat investasi di bidang pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan.
Dari 45 Juta WP, Cuma 19 Juta Wajib Pajak yang Taat Bayar
Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan, Suryo Utomo mengatakan jumlah Wajib Pajak yang tercatat sebanyak 45 juta WP. Namun dari jumlah tersebut hanya 19 juta yang membayarkan pajak.
"Dari daftar kami ada 45 juta Wajib Pajak tapi yang efektif membayar pajak hanya 19 juta orang," kata Suryo dalam Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Wilayah Indonesia Timur, Makassar, Selasa (19/4).
Artinya lanjut Suryo kebutuhan negara selama ini dibiayai 19 juta orang yang membayar pajak. Padahal jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta orang.
"Jadi yang harus menghidupi negara ini sekitar 19 juta, padahal penduduk kita lebih dari 200 juta orang," katanya.
Tak heran kata Suryo jika rasio pajak Indonesia hanya 8 persen. Artinya jumlah pendapatan negara dibagi PDB hanya sekitar 8 persen. Angka ini lebih rendah dari negara-negara lain yang rasio pajaknya diatas 10 persen.
"Tahun 2020 ratio pajak kita 8 persen di saat negara lain sudah 14-15 persen," kata dia.
Untuk itu, Suryo menegaskan pihaknya akan mengejar ketertinggal tersebut. Semua masyarakat harus sudah mulai melaksanakan kewajibannya dalam hal membayar pajak.
"Kita semua harus pelan-pelan tapi pasti karena salah satu kewajiban dasar sebagai masyarakat dalam membayar pajak. Ini tidak bisa dihindari," kata dia mengakhiri.
Advertisement
Peserta Tax Amnesty Didominasi Wajib Pajak Punya Harta Rp 1-10 Miliar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan peserta Program Pengungkapan Sukarela atau tax amnesty II didominasi Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) dengan harta kekayaan antara Rp 1 miliar - Rp 10 miliar. Porsinya mencapai 40,63 persen dari total peserta PPS.
"Peserta PPS ini 40 persen memiliki harta dengan range Rp 1-10 miliar," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (28/3/2022).
Urutan terbesar kedua yakni WP OP dengan total harta Rp 10 miliar - Rp 100 miliar, yani 34,67 persen. Di Urutan ketiga merupakan WP OP dengan harta sekitar Rp 100 juta - Rp 1 miliar.
Sementara itu, WP OP dengan harta di atas Rp 10 triliun menjadi yang paling kecil keterlibatannya yakni hanya sekitar 0,11 persen.
"(Orang) dengan harta di atas Rp 10 triliun ini ada 0,11 persen dari para pelaku ekonomi atau wajib pajak kita," kata dia.
Sementara itu dari sisi profesi, peserta PPS paling banyak dari kalangan pegawai dengan porsi 45 persen. Disusul wajib pajak yang bergerak di industri perdagangan besar dan eceran yakni 34,1 persen.
"Ternyata banyak pegawai yang belum sampaikan harta kekayaannya dan memakai kesempatan ini untuk melakukan PPS," kata dia.