Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) telah menyalurkan pembiayan untuk sebesar USD 22,8 miliar untuk mengatasi dampak langsung pandemi Covid-19 dan mendorong pemulihan hijau. Kucuran dana tersebut diberikan sepanjang 2021.
Dana tersebut murni dari kantong ADB untuk negara-negara di Asia Pasifik. Dana tersebut diberikan dalam bentuk pinjaman dan jaminan, hibah, investasi ekuitas, jaminan, serta bantuan teknis yang diberikan pada pemerintah dan sektor swasta. Selain itu, ADB memobilisasi USD 12,9 miliar dalam pembiayaan bersama.
Advertisement
“ADB meyakini bahwa penanganan dampak pandemi dan pembangunan jangka panjang dapat berjalan beriringan. Respons Covid-19 yang berkelanjutan telah membangun pondasi bagi pemulihan yang inklusif, tangguh, dan hijau, sehingga memastikan kemajuan menuju Strategi 2030 kami," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin (25/4/2022).
Dia menjelaskan Dari komitmen ADB pada 2021, sebanyak USD13,5 miliar atau sekitar 59 persen diperuntukkan untuk merespons pandemi, meskipun banyak dari komitmen tersebut, seperti penguatan sektor kesehatan, juga akan membantu kawasan ini jauh setelah pandemi berakhir.
Dukungan respons pandemi dari ADB mencakup USD 4,9 miliar dalam bentuk pembiayaan yang disalurkan dengan cepat guna mendukung reformasi struktural dan menangani persoalan keberlanjutan utang. Pembiayaan ini termasuk USD 4,6 miliar sebagai pinjaman berbasis kebijakan dan USD 250 juta melalui Opsi Respons Pandemi Covid-19.
Sebagai bagian dari respons pandemi, ADB memberi komitmen sebesar USD 4,1 miliar untuk pengadaan dan penyaluran vaksin yang aman dan efektif bagi DMC. ADB juga menyediakan USD 3,3 miliar bagi sektor swasta agar tetap dapat beroperasi, menjalankan perdagangan, dan menjaga ketersediaan produk dan layanan medis.
"Respons Covid-19 dan rencana pemulihan tersebut juga didukung oleh beragam dukungan pengetahuan," katanya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perubahan Iklim
Sementara itu, operasi ADB pada 2021 terus berfokus untuk mengatasi tantangan pembangunan jangka panjang, seperti perubahan iklim. Menurutnya keberhasilan melawan acaman perubahan iklim ditentukan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik.
"Agar berhasil, kawasan ini perlu mempercepat peralihan menuju masa depan yang rendah karbon,” kata Asakawa.
Saat ini ADB menyiapkan dana sebesar USD 100 miliar untuk memenuhi ambisi pembiayaan iklim. Dari dana tersebut ADB mengumumkan rangkaian prakarsa pembiayaan guna memperkuat pembangunan rendah karbon di kawasan ini.
Sebagai contoh, ADB meluncurkan Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism) yang akan memanfaatkan investasi swasta dan pemerintah untuk membiayai penutupan dini aset-aset bertenaga batu bara. Kemudian memperbanyak solusi energi bersih dan terbarukan, serta memastikan peralihan tersebut berlangsung secara adil dan terjangkau.
Dia mengatakan semua komitmen ADB pada 2021 mencakup elemen yang secara spesifik akan bermanfaat bagi perempuan dan anak perempuan. ADB juga meningkatkan upayanya membantu mobilisasi sumber daya keuangan domestik yang sangat penting bagi pertumbuhan berkelanjutan. Termasuk dengan meluncurkan Poros Pajak Asia Pasifik (Asia Pacific Tax Hub) untuk mendukung reformasi pajak dan hal-hal terkait lainnya di kawasan ini.
Komitmen ADB pada 2021 dibiayai program peminjaman yang merupakan program kedua terbesarnya sampai hari ini. Program tersebut berhasil menghimpun dana sebesar USD 35,8 miliar melalui pasar modal. ADB memecahkan rekor volume penjualan obligasi tematik tahun lalu, serta untuk pertama kalinya menerbitkan obligasi pendidikan dan obligasi biru bagi kesehatan laut.
Anisyah Al Faqir
Advertisement
WHO: Perdamaian Jadi Kunci Penanganan COVID-19, Konflik, dan Perubahan Iklim
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pandemi COVID-19, konflik yang meningkat, dan iklim yang memburuk semakin mendekatkan dunia pada kiamat yang berujung pada akhir peradaban.
Di situasi seperti ini, sangat mudah bagi siapapun untuk merasa putus asa. Namun, ada hal-hal yang dapat dilakukan di tingkat mikro dan makro untuk membuat perubahan.
“Untuk mencegah krisis multidimensi berubah menjadi spiral kematian umat manusia, perlu ada upaya bersama dan kreatif untuk membengkokkan busur sejarah menuju dunia yang berorientasi pada solusi, lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Tedros mengutip keterangan WHO Jumat (8/4/2022).
Sebagian besar warga dunia ingin hidup di dunia yang bebas dari perang, lanjutnya. Di mana masyarakat dapat mengakses pekerjaan yang baik, menyediakan makanan di atas meja dan memiliki akses pada layanan kesehatan penting dan sekolah berkualitas.
Meskipun relatif mudah untuk memulai konflik, upaya pencarian perdamaian seringkali agak sulit dipahami karena perang memiliki kebiasaan berputar dan mengarah pada eskalasi yang tidak terduga dan konsekuensi negatif.
“Perdamaian menopang semua yang baik dalam masyarakat kita. Kita membutuhkan kedamaian untuk kesehatan dan juga kesehatan untuk kedamaian. Perang membuat segalanya menjadi lebih sulit secara eksponensial.”
Menyadari bahwa perdamaian adalah dasar dari semua pekerjaan di bidang kesehatan, pembangunan, dan mengatasi tantangan konflik, krisis iklim, dan COVID-19, Tedros mengumumkan prakarsa global baru.
“Hari ini (7/4) saya mengumumkan prakarsa global baru 'Perdamaian untuk Kesehatan dan Kesehatan untuk Perdamaian' (Peace for Health and Health for Peace).”