Liputan6.com, Jakarta Chris Lawson (55) adalah penyandang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang menceritakan bagaimana kondisi tersebut memengaruhi kehidupan rumah tangganya.
Awalnya, Lawson memiliki julukan "Mr Super Attentive Dude," dari istrinya Alexandra Salamis karena gemar memberi bunga dan hadiah walau bukan di hari spesial.
Advertisement
Namun, setelah mereka hidup bersama pada 2015, segalanya berubah. Lawson menjadi lebih pelupa. Baik itu tugas, perencanaan acara sosial, atau apa pun yang berkaitan dengan tenggat waktu. Seperti memperbarui Surat Izin Mengemudi (SIM) yang harus selalu diingatkan oleh Salamis.
Pada akhirnya, berbagai pekerjaan yang berkaitan dengan tenggat waktu sering kali diselesaikan oleh Salamis.
“Saya tidak bertanggung jawab atas apa pun,” kata Lawson mengutip Channel News Asia, Selasa (26/4/2022).
Salamis, yang tidak berbasa-basi, menggambarkan periode hubungan mereka sebagai "seperti hidup dengan seorang anak", kemudian menambahkan, "Aku membencinya, terus terang."
Tetapi ketika dia mengungkapkan rasa frustrasinya, Lawson akan menjadi defensif. Dan saat dia terus mengomel, dia mulai merasa lebih seperti orangtua daripada pasangan, sesuatu yang mereka berdua benci.
Kemudian pada tahun 2019, atas saran seorang teman, pasangan tersebut membaca artikel tentang bagaimana attention deficit hyperactivity disorder, atau ADHD, dapat memengaruhi hubungan romantis.
“Kami berdua saling berpandangan dan rahang kami ternganga,” kata wanita usia 60 itu.
Pasangan yang tinggal di Ottawa, Kanada telah menemukan sesuatu yang jutaan orang lain telah sadari setelah bertahun-tahun konflik. Lawson menyandang ADHD, gangguan perkembangan saraf yang sering ditandai dengan kurangnya perhatian, disorganisasi, hiperaktif dan impulsif.
Tantangan Unik
Ketika salah satu atau kedua anggota pasangan memiliki ADHD, hubungan biasanya memiliki tantangan unik yang biasanya diperburuk ketika gangguan tersebut tidak terdiagnosis, kata para ahli.
Studi menunjukkan bahwa orang dengan ADHD memiliki tingkat masalah interpersonal yang lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka. Dan pernikahan yang mencakup orang dewasa dengan ADHD lebih cenderung tidak memuaskan.
Forum seperti yang ditemukan di situs web populer ADHD dan Pernikahan sering diisi dengan cerita tentang pasangan yang kelelahan dan menghabiskan emosi yang terjebak dalam pola yang tidak sehat selama bertahun-tahun.
Tetapi jika pasangan berusaha keras untuk mempelajari lebih lanjut tentang gangguan tersebut, mengelola gejalanya dan menemukan cara yang lebih efektif untuk berkomunikasi, mereka dapat merevitalisasi hubungan mereka.
Orang dengan ADHD bisa saja tak menyadari gejala ADHD yang mereka sandang, yang dapat membuat sulit untuk mengenali bagaimana mereka di mata orang lain.
“Termasuk bagaimana perilaku mereka berkontribusi terhadap masalah yang mereka alami dalam hubungan mereka," kata Russell A Barkley, seorang psikolog dan penulis buku soal ADHD pada orang dewasa.
Advertisement
Bisa Menyebabkan Konflik Parah
Mereka yang berjuang dengan ADHD dapat lebih menyukai hal-hal yang membuat mereka senang seperti bermain video game, daripada berfokus pada tugas-tugas duniawi yang perlu diselesaikan.
Orang dengan ADHD juga sering lupa tentang apa yang seharusnya mereka lakukan dan cenderung memiliki reaksi emosional yang besar yang lebih kuat daripada situasi yang mungkin terjadi – yang dapat menyebabkan konflik eksplosif.
Berlawanan dengan anggapan bahwa penderita ADHD selalu tidak fokus, sebetulnya banyak yang bisa fokus pada hal-hal yang menarik minat mereka. Tetapi jika mereka sangat memperhatikan orang yang dicintai selama fase bulan madu suatu hubungan dan minat yang intens itu akhirnya memudar, sebuah pola dapat muncul di mana pasangan non-ADHD merasa tidak dicintai.
"Jika pasangan Anda terganggu secara kronis, itu berarti mereka juga terganggu dari Anda," kata Melissa Orlov, konsultan pernikahan yang memimpin seminar untuk pasangan yang berjuang dengan kesulitan hubungan, sebagian karena ADHD.
“Itu menjadi sangat membingungkan dan kemudian membuat marah pasangannya karena mereka merasa tidak benar-benar diperhatikan. Anda seperti, 'Apa, apakah kamu tidak mencintaiku lagi? Ini tidak seperti dulu.'”
Pahami Gejala
Hal seperti ini bisa sangat membuat frustrasi pasangan yang tidak menyandang ADHD. Maka, memahami gejala-gejala ini adalah langkah menuju perasaan belas kasih dan empati atas kebencian yang terus-menerus hadir.
“Orang yang kita cintai dengan ADHD tidak dapat menahan diri untuk berperilaku seperti yang mereka lakukan,” kata Dr Barkley.
“Ini adalah kelainan biologis, bukan pilihan gaya hidup. Ini bukan hanya sesuatu yang bisa mereka ubah dalam pikiran mereka dari waktu ke waktu jika mereka mau," katanya.
Sementara itu, Dr Alicia Hart (34) seorang dokter perawatan primer, bertemu suaminya ketika dia berusia 18 tahun. Mereka berdua mengatakan "Aku mencintaimu" dalam tiga hari dan berhubungan serius sejak saat itu.
"Orang-orang mengira kami gila. Maksudku, kita bertemu di pesta persaudaraan,” katanya.
Pasangan yang tinggal di Portland, Oregon, dengan tiga anak mereka, sama-sama menyandang ADHD.
Tantangan terkait konsep waktu juga dialami. Maka dari itu, berbagai cara dilakukan untuk mengatasi segala hal yang bisa merugikan keduanya.
Dengan kekuatan masing-masing, mereka dapat menjaga rumah tangga tetap berjalan. Dia membayar tagihan dan mengelola semua keuangan. Dia melacak rutinitas sehari-hari, menyetel alarm di speaker pintar mereka untuk membantunya mengingat hal-hal seperti waktu makan siang. Mereka menggunakan kalender daring bersama dan kalender dinding juga.
Advertisement