27 April 1961: Sierra Leone Merdeka Usai 150 Tahun dalam Pemerintahan Kolonial Inggris

Negara baru itu, Sierra Leone, merdeka, terlahir pada tengah malam, ketika bendera hijau, putih dan biru dikibarkan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 27 Apr 2022, 06:00 WIB
Ilustrasi kemerdekaan Sierra Leone dari pemerintahan kolonial Inggris.

Liputan6.com, Freetown - Tepat hari ini tahun 1961, Sierra Leone menjadi negara Afrika Barat yang memperoleh kemerdekaan.

Dikutip dari laman BBC on This Day, kemerdekaan tersebut ia peroleh setelah lebih dari 150 tahun di bawah pemerintahan kolonial Inggris.

Sierra Leone merdeka, negara baru itu lahir pada tengah malam, ketika bendera hijau, putih dan biru dikibarkan.

Kerumunan besar, berkumpul di Brookfields Playground di Freetown untuk menyaksikan momen bersejarah itu, bersorak riuh.

Hari Kemerdekaan secara resmi dimulai ketika Duke of Kent menyerahkan instrumen kerajaan yang mengakui Sierra Leone sebagai negara merdeka.

Sir Maurice Dorman, Gubernur sejak 1956, kemudian dilantik sebagai Gubernur Jenderal oleh Hakim Agung Beoku Betts.

Pesan selamat datang untuk pemerintahan baru, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sir Milton Margai, datang dari Perdana Menteri, Harold Macmillan, dan dari Ratu Inggris.

Ratu Inggris juga mengunjungi Sierra Leone selama turnya ke Afrika Barat akhir tahun 1961.

Perayaan kemerdekaan telah berlangsung sepanjang minggu, terutama berpusat di area pelabuhan Freetown.

Tiga hari libur telah diumumkan, dan kota ini dalam suasana pesta, dengan jalan-jalan yang dihiasi dengan bendera dan warna nasional baru di mana-mana.

Namun pembangunan itu dibayangi oleh keadaan darurat, yang diumumkan sepuluh hari lalu menyusul kampanye sabotase oleh oposisi Partai Kongres Seluruh Rakyat (APC).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Keadaan Darurat

Apa Kabar Kasus Ebola?

Partai telah mendesak bahwa kemerdekaan harus ditunda sampai pemilihan umum yang bebas telah diadakan.

Pemimpin APC, Siaka Stevens, ditangkap lebih dari seminggu bersama dengan tangan kanannya, Wallace Johnston, dan 16 anggota partai lainnya.

Mereka telah merencanakan pemogokan umum bertepatan dengan perayaan kemerdekaan, dan dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan jika pemogokan terus berlanjut.

Pemerintah di Freetown bersikeras bahwa pemilihan akan diadakan tahun berikutnya, sebagaimana disepakati di bawah persyaratan kemerdekaan.

Para menteri mengatakan, penangkapan itu dilakukan untuk melindungi mereka yang mengunjungi negara itu untuk upacara, dan mereka mengatakan, ada niat untuk membebaskan mereka yang ditahan segera setelah upacara selesai.

Sierra Leone melakukan transisi yang awalnya damai menuju kemerdekaan. Pada tahun 1967, APC berkuasa di bawah Siaka Stevens, yang menjadi Presiden pada tahun 1971, dan pada tahun 1978 menjadikan APC sebagai satu-satunya pihak yang sah.

 


Transisi Awal Menuju Kemerdekaan

Ilustrasi Sierra Leone. (Allexxandar/Freepik)

Pada tahun 1985, Mayor Jenderal Joseph Momoh terpilih sebagai Presiden setelah terpilih sebagai calon tunggal. Pemerintahannya dirundung korupsi, dan dia digulingkan dalam kudeta yang dipimpin oleh Kapten Valentine Strasser pada tahun 1992.

Pada saat yang sama, perang ganas pecah di negara tetangga Liberia, dan Sierra Leone dengan cepat tersedot ke dalamnya. Sepuluh tahun pertempuran biadab ditandai dengan kekejaman dan hukuman untuk meneror warga sipil.

Perdamaian akhirnya tercapai pada awal tahun 2002, dengan bantuan Inggris, bekas kekuatan kolonial, dan misi penjaga perdamaian PBB yang besar.

Saat itu, lebih dari 17.000 tentara asing melucuti senjata puluhan ribu pemberontak dan pejuang milisi dalam keberhasilan terbesar penjaga perdamaian PBB di Afrika selama bertahun-tahun setelah bencana pada 1990-an di Angola, Rwanda dan Somalia.

Pengadilan kejahatan perang yang didukung PBB kemudian dibentuk untuk mengadili mereka, dari kedua belah pihak, yang memikul "tanggung jawab terbesar" atas kebrutalan masa perang.


Sierra Leone Dukung RI Jadi Anggota Dewan Keamanan PBB

Ilustrasi PBB. (Dok Kemlu)

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Senegal merangkap Sierra Leone, Mansyur Pangeran mendapat kesempatan pada 2017 melakukan pertemuan empat mata dengan Presiden Sierra Leone, Ernest Bai Koroma. Pertemuan tersebut digunakan untuk membicarakan beberapa hal terkait penguatan hubungan bilateral kedua negara.

Salah satunya soal rencana Sierra Leone membuka perwakilan di Jakarta. Dubes Mansyur memastikan, pemerintah Indonesia menyambut baik dan menghargai rencana tersebut serta siap memfasilitasi kunjungan tim teknis negara tersebut demi memperlancar proses pembukaan perwakilan.

Di samping itu, Dubes Mansyur mengatakan pada Presiden Koroma mengenai rencana Indonesia mencalonkan diri untuk menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB Periode 2019-2020. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia mengharapkan dukungan Sierra Leone.

Seperti dikutip dari keterangan pers KBRI Dakar pada Selasa (18/7/2017), merespons permintaan Dubes Mansyur, Presiden Koroma mengatakan Indonesia adalah negara besar dan maju ekonominya. Ia mengharapkan, hubungan bilateral kedua negara dapat ditingkatkan di masa mendatang.

Untuk dukungan terhadap pencalonan RI, ia menegaskan pemerintah Sierra Leone akan memberikan dukungan terhadap niatan Indonesia tersebut.

Sementara, pembukaan perwakilan Sierra Leone di Jakarta, Koroma memastikan hal tersebut sudah sampai tahap pembahasan internal.

Pada kesempatan ini, Koroma juga menginginkan prioritas kerjasama kedua negara ada di bidang pertanian, transportasi, kemaritiman, pertambangan dan pendidikan. Ia pun berharap adanya kegiatan saling kunjung para pengusaha dan KADIN kedua negara untuk melihat potensi perdagangan yang ada.

Saat itu Dubes Mansyur tengah sekaligus menyampaikan surat kepercayaan kepada Presiden Sierra Leone, Ernest Bai Koroma. Penyerahan surat tersebut dilakukan di Ibu Kota negara itu, Freetown.

Infografis Perayaan Khas Kemerdekaan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya