Liputan6.com, Jakarta Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Bupati Bogor Ade Yasin dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Selain Bupati Ade Yasin, tim penindakan juga turut menyeret pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat. Pihak BPK yang ditangkap diduga merupakan auditor.
Advertisement
"KPK melakukan kegiatan tangkap tangan di wilayah Jawa Barat. Di antaranya Bupati Bogor, beberapa pihak dari BPK Perwakilan Jawa Barat dan pihak terkait lainnya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (27/4/2022).
Ali mengatakan, operasi tangkap tangan ini terjadi lantaran diduga adanya suap. Auditor BPK Jabar diduga terlibat suap dengan Bupati Ade Yasin.
"Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," kata Ali.
Berdasarkan KUHAP, KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka yang diamankan.
"KPK masih memeriksa pihak-pihak yang ditangkap tersebut dan dalam waktu 1×24 jam. KPK segera menentukan sikap atas hasil tangkap tangan dimaksud. Perkembangannya akan disampaikan lebih lanjut," kata dia.
Tak Kapok Korupsi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata merasa heran korupsi masih dilakukan oleh para kepala daerah. Padahal, sejak KPK berdiri, sudah banyak kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Alex mengungkapnya dalam rapat koordinasi (Rakor) pemberantasan korupsi terintegrasi secara hybrid di Kantor Gubernur Kalimantan Timur, pada Rabu, 9 Maret 2022. Dalam rakor tersebut dihadiri Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?," ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).
Alex menuturkan data dari Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menjelaskan soal kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima.
Ada sejumlah hal yang dijadikan alasan seperti ucapan terima kasih 33%, sengaja diminta memberikan 25%, sebagai imbalan layanan lebih cepat 21%, serta tidak diminta, namun umumnya diharapkan memberi sebanyak 17%. "Hal ini menunjukkan masyarakat bersikap permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan," kata Alex.
Advertisement
Modus Korupsi Terbanyak
Data dari KPK sendiri menemukan dalam rentang waktu 2004 sampai 2021, dua modus korupsi terbanyak yakni terkait penyuapan dan pengadaan barang jasa. Atas dasar itu, dia memandang perlunya perubahan pola pikir dan perilaku untuk menyikapi masalah tersebut.
Terkait hal itu, sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) dapat dimanfaatkan untuk mengukur raihan keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sistem ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan lewat MCP.
"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," kata Alex.