Liputan6.com, Jakarta - Sepak bola tidak melulu melibatkan kaum elite. Olahraga ini milik semua kalangan, termasuk yang berkompetisi di level rendah.
Kisah-kisah dari sana pun tidak kalah menarik, meski jarang diekspos media. Salah satunya hadir dari Highland League, level kelima pada sistem kompetisi sepak bola Skotlandia.
Advertisement
Formartine United memiliki modal besar untuk naik kasta. Pasalnya, mereka sukses mencetak 137 gol dari 34 pertandingan.
Hanya kebobolan 35 kali, Formartine United memiliki produktivitas +102 gol. Beberapa kemenangan besar yang mereka petik dicatat atas Strathspey Thistle (10-0), Buckie Thistle (10-3), Rothes (9-0, 8-0), Deveronvale (8-1), dan Lossiemouth (8-2).
Selisih tersebut jauh lebih baik dari Cove Rangers (+70). Toh ketajaman Formartine United tidak berarti apa-apa. Pasalnya, mereka hanya mengoleksi 85 angka di klasemen akhir. Mereka tertinggal empat poin di belakang Cove Rangers yang menguasai posisi teratas dan akhirnya promosi.
Nasib serupa dirasakan Brora Rangers yang mendulang +93 gol tapi hanya menduduki peringkat tiga.
Yang Penting Menang
Kisah Formartine United menunjukkan keunggulan statistik-statistik tertentu di sepak bola tidak punya pengaruh besar. Yang terpenting adalah kemenangan.
Ada yang tidak terkalahkan sepanjang musim tapi gagal menjadi juara. Salah satunya adalah Galatasaray pada 1985/1986.
Raksasa Turki berbasis Istanbul itu tidak pertah takluk di 36 laga alias sepanjang musim. Namun mereka mengakhiri kompetisi di peringkat dua, kalah selisih gol dari Besiktas.
Galatasaray memetik 20 kemenangan dan 16 imbang untuk mengoleksi 56 poin. Mereka kalah tujuh gol ketimbang sang rival sekota.
Seperti Galatasaray, SL Benfica juga merasakannya musim 1977/1978. Meraih 21 kemenangan dan imbang sembilan kali, mereka punya nilai serupa dengan FC Porto. Namun, Porto yang takluk sekali puna keunggulan 15 gol ketimbang Benfica.
Advertisement
Anomali AIK
Cerita lain menyangkut AIK yang merebut mahkota juara Liga Swedia 1998 walau cuma membuat 25 gol dalam 26 pertandingan dalam semusim. Mereka mengoleksi 46 angka di klasemen akhir berkat rapor 11 kemenangan, 13 imbang, dan dua kali kalah.
Alasan terbesar di balik kesuksesan klub berjuluk Gnaget itu adalah ketidakmampuan rival memaksimalkan keadaan.
AIK merupakan tim dengan produktivitas terburuk di antara menghuni empat besar. Namun, Helsingborgs IF (mencetak 43 gol), Hammarby IF (39), dan Halmstads BK (42) gagal mengkonversi kesuburan untuk poin.
Helsingborgs dan Halmstads bahkan unggul jumlah kemenangan dari AIK, dengan 12 berbanding 11. Masalahnya, kekalahan mereka juga lebih banyak. Jika AIK cuma mendapat dua hasil negatif, Helsingborgs takluk dalam enam kesempatan. Sementara Halmstads tumbang sembilan kali.