Mengenal Zakat Rikaz, Barang Temuan Berupa Emas dan Perak

Zakat rikaz perlu dikeluarkan bagi mereka yang menemukannya.

oleh Komarudin diperbarui 28 Apr 2022, 22:15 WIB
Ilustrasi zakat rikaz atau harta terpendam berupa emas atau perak (dok. Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Di luar zakat fitrah dan mal, mungkin zakat rikaz termasuk jarang kita dengar. Rikaz adalah emas atau perak yang ditanam atau sengaja dipendam oleh kaum jahiliah sebelum datangnya Islam.

Menurut H. Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqh Islam, apabila kita mendapatkan emas atau perak yang dipendam oleh kaum jahiliah itu, wajib kita keluarkan zakatnya. Hal itu 1/5 atau 20 persen dari perhiasan tersebut.

Sabda Rasulullah SAW, "Dari Abu Hurairah, "Rasulullah SAW telah berkata, zakat rikaz seperlima" (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Sulaiman mengatakan, rikaz tidak disyaratkan satu tahun. Tetapi apabila emas atau perak didapat,  maka pihak yang mendapatkannya wajib mengeluarkan  zakatnya pada saat itu juga, seperti zakat hasil tambang, seperti emas dan perak.

Sementara itu, sebagian ulama berpendapat bahwa disyaratkan sampai satu nisab. Pendapat itu menurut mazhab Imam Syafi'i. Menurut pendapat yang lain, seperti Imam Maliki, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad, dan pengikut-pengikut mereka, nisab itu tidak menjadi syarat.

Sulaiman juga menyebutkan, rikaz itu menjadi kepunyaan yang mendapatkannya dan ia wajib membayar zakat apabila didapat dari tanah yang tidak dipunyai orang lain. Namun, kalau emas atau perak tersebut didapat dari tanah yang dipunyai orang, maka perlu ditanyakan kepada semua orang yang memiliki tanah itu. Kalau tidak ada yang mengakuinya, maka rikaz itu kepunyaan yang membuka tanah tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Barang Temuan

Ilustrasi emas (dok.unsplash)

Zakat barang temuan adalah zakat yang wajib dikeluarkan. Sementara harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi beberapa hal, harta yang memiliki tanda-tanda kaum nonmuslim dan harta tersebut terbukti berasal dari masa jahiliah atau rikaz, dilansir dari laman mizanamanah.

Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke masa jahiliah, maka dapat dibagi dua, yaitu jika ditemukan di tanah bertuan atau jalan bertuan disebut luqothoh (barang temuan). Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak bertuan disebut kanzun (harta terpendam). Sementara, harta yang berasal dari dalam bumi disebut ma’dan (barang tambang).

Memiliki Hukum Masing-Masing

Harta terpendam tidak terlepas beberapa keadaan, yaitu: pertama, Seperti ini menjadi milik orang yang menemukan. Nantinya ia akan mengeluarkan zakat sebesar 20 persen dan sisa 80 persen jadi miliknya. Nabi SAW mengatakan mengenai seseorang yang menemukan harta terpendam.

“Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan, maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang temuan). Sedankan jika engkau menemukannya di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar 20 persen".

Kedua, ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk. Seperti ini diperintahkan untuk mengumumkannya sebagaimana barang temuan (luqothoh). Jika datang pemiliknya, maka itu jadi miliknya. Jika tidak, maka menjadi milik orang yang menemukan sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya.

Tetap barang tersebut jadi milik si pemilik tanah. Demikian pendapat Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan, qiyas dari perkataan Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.

 


Milik Orang yang Menemukan

Ilustrasi emas (dok. Unsplash)

Inilah pendapat yang lain dari Imam Ahmad dan Abu Yusuf. Mereka berkata bahwa yang namanya harta terpendam bukanlah jadi milik si empunya tanah, namun menjadi milik siapa saja yang menemukan.

Hal itu dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengenai harta tersebut, maka itu jadi miliknya. Jika si pemilik tanah di mengenalnya, harta tersebut menjadi milik si pemilik tanah pertama kali.

Sementara itu, jika barang tersebut ditemukan di tanah yang telah berpindah kepemilikan dengan jalan jual beli atau semacamnya

Ada dua pendapat dalam masalah ini: Pertama, harta seperti ini menjadi milik yang menemukan di tanah miliknya saat ini. Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad selama pemilik pertama tanah tersebut tidak mengklaimnya.


Milik Pemilik Tanah

Ilustrasi emas (dok. pexels)

Kedua, harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya jika ia mengenal harta tersebut. Jika tidak dikenal, maka menjadi pemilik tanah sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak di antara pemilik tanah sebelumnya yang mengenalnya, maka perlakuannya seperti luqothoh (barang temuan).

Ketiga, jika ditemukan di negeri kafir harbi. Jika ditemukan dengan cara orang kafir dikalahkan (dalam perang), maka status harta yang terpendam tadi menjadi ghonimah (harta rampasan perang).

Jika harta tersebut mampu dikuasai dengan sendirinya tanpa pertolongan seorang pun, maka ada dua pendapat. Pertama, harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan. Demikian pendapat dalam madzhab Ahmad, mereka qiyaskan dengan harta yang ditemukan di tanah tak bertuan.

Kedua, Jika harta tersebut dikenal oleh orang yang memiliki tanah tersebut yaitu orang kafir harbi dan ia ngotot mempertahankannya, maka status harta tersebut adalah ghonimah. Jika tidak dikenal dan tidak ngotot dipertahankan, maka statusnya seperti rikaz(harta karun).

Infografis Zakat PNS Muslim (dok. Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya