Tangan Diborgol, Ade Yasin Bergelar Tersangka Korupsi Bersama 3 Anak Buahnya

Ade Yasin sendiri usai menjalani pemeriksaan awal terlihat sudah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna orange. Dia yang selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 01.55 WIB terlihat sudah diborgol.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Apr 2022, 04:22 WIB
Bupati Bogor Ade Yasin saat meninjau kondisi Anak Disetrika Ayah Tiri di Bogor

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.

Ade Yasin sendiri usai menjalani pemeriksaan awal terlihat sudah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna orange. Dia yang selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 01.55 WIB terlihat sudah diborgol.

"KPK menemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga menaikkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dengan menetapkan tersangka," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari.

Selain Ade Yasin, KPK juga menjerat tersangka lainnya, yakni Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam (MA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik (RT). Mereka dijerat sebagai pihak pemberi suap.

Sementara pihak pemberi suap KPK menjerat Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah (ATM), Ketua Tim Audit Interim BPK Kab. Bogor Arko Mulawan (AM), serta dua pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah (HNRK) dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR).

Penetapan tersangka terhadap Ade Yasin bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK sejak Selasa, 26 Maret 2022 hingga Rabu, 27 Maret 2022 di kawasan Bogor dan Bandung, Jawa Barat.

Dalam OTT tersebut, tim penindakan mengamankan 12 orang dan uang sebesar Rp 1,024 miliar.

Ade Yasin dan tiga tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara pihak penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tak Kapok

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, merasa heran korupsi masih dilakukan oleh para kepala daerah. Padahal, sejak KPK berdiri, sudah banyak kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?" ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).

Alex menuturkan, data dari Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menjelaskan soal kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima.

Ada sejumlah hal yang dijadikan alasan seperti ucapan terima kasih 33%, sengaja diminta memberikan 25%, sebagai imbalan layanan lebih cepat 21%, serta tidak diminta, namun umumnya diharapkan memberi sebanyak 17%.

"Hal ini menunjukkan masyarakat bersikap permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan," kata Alex. 


Modus Korupsi Terbanyak

Data dari KPK sendiri menemukan dalam rentang waktu 2004 sampai 2021, dua modus korupsi terbanyak yakni terkait penyuapan dan pengadaan barang jasa. Atas dasar itu, dia memandang perlunya perubahan pola pikir dan perilaku untuk menyikapi masalah tersebut.

Terkait hal itu, sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) dapat dimanfaatkan untuk mengukur raihan keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sistem ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan lewat MCP.

"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," kata Alex.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bogor, Bayu Rahmawanto memastikan roda pemerintahan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tetap berjalan pascapenangkapan Bupati Ade Yasin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Untuk pelayanan pemerintahan masih berjalan seperti biasa dan tetap sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan," ujar Bayu, Bogor, Rabu (27/4/2022).

Menurutnya belum ada pendelegasian atau pelimpahan tugas Bupati baik kepada Wakil Bupati maupun kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, karena masih menunggu waktu 1x24 jam setelah KPK menetapkan status Ade Yasin.

Bayu mengatakan ada mekanisme dalam pelaksanaan tugas tersebut seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentan Pemerintah Daerah.

"Kaitan dengan tugas atau jadwal Bupati Bogor, mungkin akan diwakilkan oleh Wakil Bupati atau Sekda, mereka pasti sudah berkoordinasi terkait tugas Bupati,” tuturnya.

Selain itu, Pemkab Bogor juga akan melakukan pendampingan baik kepada Bupati Bogor Ade Yasin dan beberapa pejabatnya yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Kami tidak memberikan bantuan hukum, tetapi akan melakukan pendampingan," kata dia.

 


Profil Bupati Ade Yasin

Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin alias Ade Yasin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat Operasi Tangkap tangan (OTT).

Penangkapannya dilakukan hari ini, Rabu (27/4/2022) pagi tadi. Ade Yasin tak sendiri, bersamanya penyidik KPK turut mengamankan sejumlah pihak dari BPK Perwakilan Jawa Barat.

Bupati Ade Yasin diduga melakukan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap. Hal ini diungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (27/4/2022).

"Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," kata Ali.

Lantas, bagaimana status Bupati Bogor Ade Yasin saat ini? Terkait status hukumnya, KPK memiliki waktu 1x24 jam usai melakukan pemeriksaan intensif.

"KPK masih memeriksa pihak-pihak yang ditangkap tersebut dan dalam waktu 1×24 jam. KPK segera menentukan sikap atas hasil tangkap tangan dimaksud. Perkembangannya akan disampaikan lebih lanjut," kata Ali.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya mengungkapkan, ditangkapnya Ade Yasin terkait pemeriksaan keuangan rutin Kabupaten Bogor. Dari tangannya turut diamankan uang ratusan juta rupiah yang kini masih dalam penghitungan tim penindakan KPK.

Terjerat kasus pidana suap, sebelumnya pernah dialami sang kakak, Rachmat Yasin yang sempat menjabat Bupati Bogor 8 tahun lalu. 

Kasus suap yang menjeratnya diduga terlibat tindak pidana suap pengusutan izin Rancangan Umum Tata Ruang di Bogor, Puncak, dan Cianjur. KPK turut menyita uang miliaran rupiah saat penangkapan.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu diduga terlibat tindak pidana suap pengusutan izin Rancangan Umum Tata Ruang di Bogor, Puncak, dan Cianjur. KPK turut menyita uang miliaran rupiah saat penangkapan.

Berkaca dari sini, lantas seperti apa sosok Bupati Ade Yasin hingga terjun ke dunia politik sebelum terjerat kasus dugaan suap?


Bupati ke-12 Kabupaten Bogor

Menengok ke belakang, Ade Yasin merupakan bupati petahana. Ia menjabat Bupati Bogor ke-12. Ade Yasin merupakan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Perempuan kelahiran 29 Mei 1968 ini menjabat Bupati Bogor sejak 30 Desember 2018 didampingi wakilnya Iwan Setiawan.

Saat 2018 silam, pencalonan Ade Yasin-Iwan Setiawan diusung PPP, PKB dan Gerindra. Mereka mendapat nomor urut 2.

Sukses mengungguli empat pasangan calon, Ade-Iwan mendulang 912.221 suara atau 41,2 persen.

Dilansir dari bogorkab.go.id, Ade sempat pula duduk menjadi Wakil Ketua 1 DPRD Kabupaten Bogor periode 2014-2019, Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Bogor periode 2009-2014 yang membidangi hukum.

Dia juga merupakan seorang advokat sebelum terjun ke dunia politik di tahun 2000-2009.

Ade juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP Jawa Barat sejak 2021 lalu. Ia sempat menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang PPP Kabupaten Bogor pada 2010 hingga 2015. 

Dia pun dikatakan terbilang aktif berorganisai, sebagai anggota Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) hingga Dewan Penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor.


Harta Ade Yasin

Sementara itu, berdasarkan laman laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diakses Liputan6.com, harta pemilik nama lengkap Ade Munawaroh Yasin ini memiliki harta sebesar Rp 4.111.181.641.

Harta tersebut di laporkan pada 31 Maret 2021 untuk laporan periodik 2020. Dalam laman tersebut tercatat Ade Yasin memiliki tiga bidang tanah dan bangunan di Bogor dengan nilai total sebesar Rp 2.290.000.000.

Selain tanah dan bangunan, Ade Yasin juga memiliki satu unit mobil Mitsubishi Xpander senilai Rp 200 juta dan satu unit mobil BMW 320 senilai Rp 435 juta. Total kendaraan Ade Yasin senilai Rp 625 juta.

Dia juga melaporkan memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 600 juta. Kas dan setara kas yang dia laporkan senilai Rp 726.787.687. Total harta Ade Yasin sebesar Rp 4.251.788.687.

Namun, dalam laman tersebut, Ade Yasin juga melaporkan memiliki utang sebesar Rp 140.607.046. Jadi, total harta Ade Yasin yang dilaporkan pada Maret 2021 sebesar Rp 4.111.181.641.


Adik Koruptor Rahmat Yasin

Jauh sebelum menangkap Ade Yasin, sekitar delapan tahun yang lalu, KPK menangkap Rachmat Yasin yang tak lain merupakan kakak kandung dari Ade Yasin.

Rachmat Yasin juga terjaring OTT KPK saat menjabat Bupati Bogor. Rachmat ditangkap pada Rabu 7 Mei 2014 malam sekitar pukul 19.00 WIB. KPK mencokok Rachmat Yasin dari rumahnya di Perumahan Taman Yasmin, Kota Bogor.

Saat itu, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu diduga terlibat tindak pidana suap pengusutan izin Rancangan Umum Tata Ruang di Bogor, Puncak, dan Cianjur. KPK turut menyita uang miliaran rupiah saat penangkapan.

Dari penangkapan tersebut, Rachmat Yasin dijadikan tersangka kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 Hektare.

Selain Rachmat Yasin, KPK memproses FX Yohan Yap (swasta), M Zairin (KepaIa Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT. Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City.

Dia divonis 5 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis 27 November 2014. Rachmat Yasin kemudian bebas pada 8 Mei 2019.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya