Liputan6.com, Kyiv - Pemerintah Ukraina menyatakan butuh anggaran hingga US$ 600 miliar (Rp 8.667 triliun) agar bisa kembali bangkit setelah diserang Rusia. Angka itu melewati seluruh utang pemerintah Indonesia yang sebesar Rp 7.052 triliun.
Berdasarkan laporan situs resmi pemerintah Ukraina, Rabu (28/4/2022), Perdana Menteri Ukraina Denys Shmyhal berkata pertumbuhan ekonomi negaranya bakal turun 30 hingga 50 persen di tahun 2022. Selama enam pekan invasi Rusia saja, kerugian Ukraina mencapai US$ 500 miliar.
Baca Juga
Advertisement
Tulisan PM Ukraina itu awalnya muncul di The Economist. Ia berkata penghancuran ekonomi merupakan taktik Presiden Rusia Vladimir Putin setelah rakyat Ukraina memberikan perlawanan terhadap invasi Rusia.
"Itulah kenapa Rusia telah mengubah taktiknya dan melakukan segalanya untuk menghancurkan ekonomi Ukraina dan mendorong negara kita kembali ke abad 19. Semua pelabuhan laut kita diblokir dan melalui lokasi itulah Ukraina mengekspor lebih dari 70% kargo kami. Dua dari perusahaan metalurgi terbesar kami, Illich Iron & Steel Works and Azovstal di Mariupol, telah dihancurkan. Secara nasional lebih dari 7.000 bangunan-bangunan tempat tinggal telah rusah atau musnah," tulis PM Shmyhal.
Ukraina telah mengerahkan 14 kelompok pemerintah untuk menghitung berbagai kerugian. Untuk saat ini, kerugian ditaksir mencapai US$ 600 miliar.
"Kami tidak hanya ingin membangun kembali jalanan, jembatan, dan jalur perairan. Kami berencana ingin membangun kembali ekonomi baru," ujar PM Ukraina.
Lantas dari mana duit yang dibutuhkan Ukraina? Salah satunya adalah Ukraina ingin aset-aset Rusia. Berikut penjelasannya:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Aset Rusia
Tiga sumber dana yang disebut Ukraina adalah aset Rusia, utang ringan dari Barat, serta sumber nasional.
PM Ukraina menyorot aset-aset Rusia yang telah dibekukan oleh Barat dengan estimasi nilai US$ 300 miliar. Aset itu bisa digunakan Ukraina untuk membangun ekonomi yang berantakan akibat perang.
"Sebuah tim pengacara dari pemerintah Ukraina telah bekerja dengan pemerintah-pemerintah asing untuk memastikan aset-aset tersebut bisa dilepas dan digunakan untuk membangun kembali negara kami usai perang," ujar PM Ukraina.
Cara kedua adalah soft loans dari negara-negara Barat.
"Ukraina berharap untuk mendapat grant dan soft loans dari negara-negara Barat dan organisasi-organisasi internasional. Sektor-sektor yang butuh rekonstruksi dapat menarik investasi dari sebagian perusahaan-perusahaan terbesar dunia," jelas PM Ukraina.
Harapannya, Ukraina bisa menarik investasi usai bisa masuk ke Uni Eropa. Ukraina menargetkan bisa diteirma Komisi Eropa untuk menjadi anggota Uni Eropa pada Juni 2022.
Sumber ketiga adalah pemerintah Ukraina tersendiri. Membangun kembali Ukraina ikut menjadi misi pemerintah selain melawan invasi Rusia.
"Kemenangan di medan pertempuran hanyalah setengah tujuan. Setengah lainnya adalah kemenangan untuk membangun kembali Ukraina dan menjadikannya negara Eropa yang maju dan sejahtera," kata PM Ukraina.
US$ 1: Rp 14.469
Advertisement
Dampak Ekonomi Perang Ukraina
Bank Dunia merilis laporan mengenai dampak perang di Ukraina terhadap ekonomi global. Invasi yang dilancarkan Rusia kepada Ukraina ternyata juga merugikan negara-negara berkembang, apalagi di tengah pandemi COVID-19 dan adanya ancaman perubahan iklim.
Dampak invasi tak hanya dirasakan Ukraina dan kawasan Eropa, tetapi bisa merambat ke negara-negara berkembang karena lonjakan harga komoditas. Ancaman kelaparan pun semakin parah.
"Negara-negara berkembang menghadapi beragam krisis yang tumpang tindih, termasuk pandemi, naiknya inflasi, invasi Rusia ke Ukraina, ketidakseimbangan makroekonomi yang besar, dan kurangnya pasokan energi dan makanan. Ini membuat kemunduran dalam pengurangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan gender," ujar Presiden Grup Bank Dunia David Malpass dalam pernyataan di situs World Bank, dikutip Selasa (26/4/2022).
Pada laporan Bank Dunia tentang dampak perang di Ukraina, dijelaskan bahwa perang di Ukraina memprovokasi terjadinya krisis dunia dengan "dampak mengerikan" kepada manusia dan konsekuensi ekonomi.
Dampak perang disebut berbeda-beda di tiap negara, namun yang jelas ada dampak berupa naiknya impor bahan bakar. Bank Dunia menyorot perang di Ukraina telah memicu naiknya harga makanan dan bahan bakar di negara-negara berkembang (emerging market and developing economies atau EMDES). Keluarga-keluarga miskin dikhawatirkan terdampak.
Bank Dunia mencatat bahwa Rusia adalah eksportir gas terbesar di dunia dan Ukraina eksportir besar pada komoditas seed oil. Kedua negara juga eksportir gandum yang signifikan. Perang dan sanksi berperang dalam meningkatkannya harga komoditas-komoditas tersebut.
Ada pula masalah fiskal yang berpotensi terjadi mengingat makin sempitnya ruang fiskal bagi bendahara negara untuk bermanuver.
"Jika terus berlanjut, perang bisa memicu akselerasi keluarnya modal dan biaya pendanaan yang lebih tinggi bagi negara-negara berkembang, sehingga menimbulkan stres fiskal dan finansial yang bertambah," tulis Bank Dunia.
Jokowi Undang Zelensky ke G20
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengaku telah diundang oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke acara G20.
Hal tersebut diungkap oleh Presiden Zelensky melalui Twitternya. Ia menulis dengan dua bahasa.
"Baru berbicara dengan Presiden Indonesia @jokowi. Berterima kasih kepada dukungan atas integritas kedaulatan dan wilayah, terutama dalam posisi yang jelas di PBB. Keamanan pangan didiskusikan. Menghargai undangan kepada saya ke G20," tulis Presiden Volodymyr Zelensky, dikutip Rabu (27/4).
Isu kedatangan Presiden Zelensky ke Indonesia sebetulnya sudah dibahas sejak beberapa waktu terakhir. Kehadiran Presiden Zelensky tentunya dinantikan oleh negara-negara Barat yang menolak invasi Rusia ke Ukraina.
Sementara, Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan punya niat untuk hadir. Akan tetapi, Kedutaan Besar Rusia belum bisa memberikan konfirmasi pasti.
Advertisement