Liputan6.com, Jakarta - Jerman disebut menjadi pembeli terbesar untuk bahan energi dari Rusia selama dua bulan pertama terjadinya konflik di Ukraina.
Hal itu diungkapkan dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh kelompok penelitian independen yang berbasis di Finlandia, Centre for Research on Energy and Clean Air.
Advertisement
Dikutip dari laman Associated Press (AP), Kamis (28/4/2022) studi tersebut menghitung bahwa Rusia telah memperoleh 63 miliar euro dari ekspor bahan bakar fosil sejak 24 Februari, yang merupakan tanggal hari pertama terjadinya konflik Rusia-Ukraina.
CREA menjelaskan, pihaknya melakukan studi ini dengan menggunakan data pergerakan kapal, pelacakan aliran gas secara real-time melalui jaringan pipa dan perkiraan berdasarkan perdagangan bulanan secara historis.
Para peneliti CREA juga mengungkapkan, Jerman membayar Rusia sekitar 9,1 miliar euro untuk pengiriman bahan bakar fosil – sebagian besar gas alam – dalam dua bulan pertama tahun ini.
Claudia Kemfert, pakar energi senior di German Institute for Economic Research tidak terlibat dalam penelitian ini, tetapi ia menyebut angka-angka itu masuk akal mengingat kenaikan tajam harga bahan bakar fosil baru-baru ini.
Tahun lalu, Jerman membayar total sekitar 100 miliar euro untuk impor minyak, batu bara, dan gas — di mana seperempatnya datang dari Rusia, kata Kemfert.
Sementara itu, pemerintah Jerman mengatakan tidak dapat mengomentari perkiraan biaya yang sudah dikeluarkan untuk impor energi, dan mengatakan hal tersebut harus bersumber dari perusahaan yang menyediakan pasokan energi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Italia Jadi Importir Bahan Bakar Fosil Rusia Terbesar Setelah Jerman
Centre for Research on Energy and Clean Air, yang didanai melalui hibah dan kontrak penelitian, mengungkapkan bahwa importir terbesar kedua bahan bakar fosil Rusia dalam dua bulan sejak pecahnya konflik adalah Italia dengan pengeluaran hingga 6,9 miliar euro.
China menjadi importir bahan bakar fosil Rusia terbesar ketiga di dunia, dengan pengeluaran sebesar 6,7 miliar euro.
Korea Selatan, Jepang, India, dan Amerika Serikat juga masih membeli energi Rusia setelah pecahnya konflik di Ukraina, meskipun jauh lebih sedikit daripada Uni Eropa.
Secara keseluruhan, 27 negara menyumbang 71 persen dari total pendapatan Rusia dari minyak, gas dan batu bara, yang nilainya sekitar 44 miliar euro, menurut laporan CREA.
Analis utama CREA, Lauri Myllyvirta, mengatakan perbandingan tahun-ke-tahun sulit dilakukan, tetapi dia memperkirakan bahwa ekspor Rusia ke Eropa pada periode yang sama tahun 2021 bernilai 18 miliar euro.
"Jadi 44 miliar euro mewakili dua kali lipat dari tahun lalu," bebernya.
"Pendorong utamanya adalah harga pasar untuk gas naik dari sekitar 10 euro per MWh tahun lalu menjadi di atas 100," terang Myllyvirta.
Advertisement
Tidak Dibayar Pakai Rubel, Rusia Putus Pasokan Gas Alam ke Polandia dan Bulgaria
Rusia dikabarkan memutus pasokan gas alam ke Polandia dan Bulgaria setelah kedua negara itu menolak membayar dengan mata uang rubel.
Sebagai informasi, Rusia sebelumnya telah mengumumkan kepada negara-negara yang dianggapnya 'tidak bersahabat,' bahwa mereka harus membayar energi yang diimpor dari Rusia dalam mata uang rubel mulai 1 April.
Dilansir dari CNN Business, Rabu (27/4/2022) perusahaan gas yang dijalankan Polandia, yaitu PGNiG mengatakan pihaknya akan sepenuhnya menangguhkan pasokan gas di sepanjang pipa Yamal (aliran gas Rusia ke Eropa) mulai Rabu pagi waktu setempat.
"Pada 26 April, Gazprom memberi tahu PGNiG tentang niatnya untuk sepenuhnya menangguhkan pengiriman berdasarkan kontrak Yamal pada awal hari kontrak pada 27 April," terang PGNiG dalam pernyataannya.
Sementara itu, pihak Gazprom tidak mengkonfirmasi pasokan gas Rusia ke Polandia telah dihentikan, menurut laporan kantor berita Rusia TASS , mengutip juru bicara perusahaan Sergey Kupriyanov.
Namun, Kupriyanov menekankan bahwa Polandia harus membayar pasokan gas Rusia dengan uang rubel - permintaan yang ditolak Warsawa.
Gazprom juga mengatakan kepada perusahaan gas milik negara Bulgaria, Bulgargaz bahwa mereka akan menutup pasokan gas mulai Rabu (27/4), menurut keterangan dari kementerian energi Bulgaria.
Kementerian itu menjelaskan, membayar gas dalam rubel tidak dapat diterima dan dapat menimbulkan "risiko signifikan" bagi Bulgaria.
Dikatakan juga bahwa pihak Bulgaria telah "sepenuhnya memenuhi kewajibannya dan telah melakukan semua pembayaran yang diperlukan berdasarkan kontrak pada waktu yang tepat, rajin dan sesuai dengan ketentuannya."
Berita mengenai berhentinya pengiriman gas Rusia ke Polandia dan Bulgaria memicu kenaikan harga gas alam berjangka di Amerika Serikat sekitar 3 persen.