Liputan6.com, Jakarta China melaporkan adanya kasus pertama flu burung H3N8 pada manusia, yang ditemukan pada anak laki-laki berusia empat tahun di provinsi Henan.
Anak tersebut dikabarkan mengalami demam dan gejala lainnya sejak Selasa, 5 April 2022. Lima hari setelahnya, balita satu ini dirawat di rumah sakit.
Advertisement
Berdasarkan keterangan yang disampaikan, ia melakukan kontak dengan ayam dan burung gagak yang dipelihara di rumahnya.
Namun menurut otoritas kesehatan di sana, risiko penyebarannya di antara manusia rendah.
"Varian H3N8 umumnya ditemukan pada kuda, anjing, dan bahkan ditemukan juga pada anjing laut. Tidak ada kasus H3N8 pada manusia yang pernah dilaporkan sebelumnya," ujar Komisi Kesehatan Nasional dikutip Reuters, Jumat (29/4/2022).
Analisis menunjukkan bahwa virus H3N8 dalam kasus manusia ini merupakan reassortant dengan gen dari virus yang telah terdeteksi pada unggas sebelumnya.
Lebih lanjut menurut profesor penyakit menular baru dan kesehatan global di Universitas Oxford, Peter Hornby, mengutip WebMD, kasus ini bukanlah sesuatu yang mengkhawatirkan.
"Kita sering melihat virus menyebar ke manusia dan kemudian tidak menyebar lebih jauh, jadi satu kasus bukanlah penyebab yang sangat mengkhawatirkan," ujar Peter.
Terlebih menurut Komisi Kesehatan China, berdasarkan studi awal varian tersebut belum dapat menginfeksi manusia dengan baik. Sehingga risiko epidemi skala besarnya nampak rendah.
Meski begitu, para ahli penyakit menular telah menyerukan lebih banyak pengawasan terhadap jenis flu burung di seluruh dunia karena rekor jumlah wabah di seluruh AS, Inggris, dan Eropa tahun ini.
Pengawasan Lebih Lanjut
Wakil kepala unit virologi di Institut Pasteur, Kamboja, Erik Karlsson mengungkapkan bahwa virus satu ini masih membutuhkan pengawasan yang lebih lanjut.
Hal ini lantaran meskipun jarang, infeksi pada manusia dapat menyebabkan mutasi yang memungkinkan virus menyebar dengan mudah.
Ahli virologi di University of Queensland, Australia, Ian Mackay juga memiliki pendapat yang serupa. Menurutnya, infeksi awal memang harus diawasi.
"Infeksi awal ini harus selalu ditanggapi secara menyeluruh dan komprehensif dengan pengujian kontak yang sensitif untuk memastikan tidak ada penyebaran lain yang terjadi atau sedang berlangsung," ujar Ian dikutip CNet.
Ian mengungkapkan bahwa lompatan semacam ini memang kadang-kadang terjadi dan akan terus terjadi. Sementara menurutnya, manusia tinggal sangat dekat dengan inang virus.
Terlebih, insiden penularan dari hewan ke manusia atau yang disebut sebagai zoonosis diperkirakan akan meningkat seiring dengan semakin merambahnya habitat alami spesies pembawa penyakit oleh manusia.
Studi terbaru menunjukkan perubahan iklim akan lebih meningkatkan kejadian zoonosis.
Advertisement
Kasus Serupa
Para ilmuwan berpikir bahwa H3N8 merupakan subtipe influenza A yang sebelumnya muncul pada pandemi influenza tahun 1889, yang juga dikenal sebagai flu Rusia.
China juga memang memiliki populasi hewan ternak seperti ayam dan burung yang besar. Hal tersebut lantaran China memiliki lingkungan yang memungkinkan untuk membuat virus dari unggas bercampur dan bermutasi, terutama pada mereka yang memiliki banyak kontak dengan unggas.
Sebelumnya pada tahun lalu, China juga melaporkan kasus pertama H10N3 pada manusia. Virus tersebut mengenai pria berusia 41 tahun di provinsi Jiangsu, China Timur.
Pasiennya pun dirawat di rumah sakit dan didiagnosis dengan strain virus H10N3. Namun pada saat itu, komisi kesehatan tidak memberikan perincian soal bagaimana ia terinfeksi.
Pria tersebut kemudian keluar dari rumah sakit dan penyelidikan menunjukkan tidak menemukan kasus lain pada orang-orang yang menjadi kontak dekatnya.
Dari Unggas ke Manusia
Pada Februari 2021, Rusia juga sempat melaporkan kasus pertama penyebaran strain H5N8 dari unggas ke manusia.
Meskipun tidak ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, tujuh pekerja pabrik unggas terinfeksi dengan strain tersebut.
"Orang-orang tersebut terlihat baik-baik saja. Situasi tersebut tidak berkembang lebih lanjut," ujar kepala kesehatan konsumen, Anna Popova sekaligus pengawas Rospotrebnadzor dikutip Reuters.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah mengetahui kabar tersebut dari Rusia yang ternyata memang merupakan kasus pertama yang menginfeksi manusia.
"Informasi awal menunjukkan bahwa kasus yang dilaporkan adalah pekerja yang terpapar kawanan burung. Mereka tidak menunjukkan gejala dan tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang dilaporkan," kata Anna.
Berdasarkan sejarah yang ada, wabah besar terakhir flu burung di antara manusia terjadi pada 2016 dan 2017. Kondisi tersebut menyebabkan lebih dari 300 orang di China meninggal karena strain H7N9.
Advertisement