Pajak Kripto Resmi Berlaku 1 Mei 2022, Ini Penjelasan dari Asosiasi

Asosias mengatakan pajak kripto akan tetap berlaku pada 1 Mei mendatang.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 01 Mei 2022, 18:52 WIB
Aset Kripto

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia telah menerbitkan aturan pengenaan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada 30 Maret 2022.

Perdagangan aset kripto di Indonesia akan mulai dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dan Pajak Penghasilan atau PPh yang akan berlaku mulai 1 Mei 2022. 

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) sekaligus COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda yang sebelumnya telah bertemu dengan Direktorat Jenderal Pajak beberapa waktu lalu mengungkapkan, pajak kripto tetap berlaku pada 1 Mei 2022. 

“Sejauh ini, aturan PMK pajak aset kripto masih tetap akan berlaku pada tanggal 1 Mei 2022. Besar harapan kami, selama penerapan di masa awal nanti, DJP bisa kembali meninjau aturan PMK 68 dengan memasukan usulan dari asosiasi dan pedagang aset kripto, agar pemungutan pajak tetap optimal dan menguntungkan semua pihak,” ujar pria yang akrab disapa Manda kepada Liputan6.com, ditulis Minggu  (1/5/2022). 

Manda menjelaskan, pada pertemuan asosiasi bersama DJP pada 22 April 2022 lalu, hadirnya DJP dalam ekosistem aset kripto di Indonesia, menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia.

“Kami mengapresiasi hadirnya DJP dalam ekosistem kripto di Indonesia, Kepastian hukum dan perpajakan membuat rasa nyaman dan aman bagi para investor untuk merealisasikan keuntungannya,” jelas Manda.

Meskipun begitu, menurut Manda masih butuh pertimbangan soal teknis pemungutan yang belum sepenuhnya sempurna dan hal itu disampaikan asosiasi pada pertemuan bersama DJP. 

“Kami tidak bisa menyebutkan usulan apa saja yang disampaikan dalam pertemuan DJP karena bersifat confidensial dan merupakan skema bisnis. Namun, salah satu yang bisa kami sampaikan adalah saat ini PMK 68 belum sepenuhnya meng-cover transaksi dalam aset kripto, sehingga butuh waktu untuk implementasi, dari sisi pengembangan API (Application Programming Interface) dan sosialisasi,” tutur Manda.

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tak Hanya di Kripto

Ilustrasi kripto (Foto: Pixabay)

Di sisi lain, Manda menjelaskan, dalam aturan PMK 68 ini juga belum dijelaskan untuk pemberian hadiah, seperti campaign rewards, air drops dan lainnya berupa aset kripto apakah dilakukan pemungutan pajak atau tidak. 

“Untuk transaksi B2B, exchanger-to-exchanger juga masih belum ada aturannya karena saat ini exchanger tidak berdiri sendiri, karena saling membuka diri sehingga masing-masing exchanger yang saling bekerja sama punya posisi jual-beli kripto yang sama,” kata dia.

Pengenaan pajak ini juga tak hanya terjadi bagi aset kripto, tetapi pada instrumen investasi lainnya seperti saham. Menurut Manda, perbedaan paradigma transaksi antara pasar saham dan kripto ada di lembaga perantara. 

“Saat ini, industri kripto di Indonesia belum ada lembaga bursa kripto yang bisa menjadi lembaga perantara antar exchange. Sehingga, jika bursa ada pemungutan pajak akan lebih mudah, karena semua transaksi akan terpusat,” tutur Manda.

"Stock market sudah menggunakan konsep seperti itu, dengan melibatkan IDX sebagai lembaga perantara antar sekuritas. Semua transaksi jual-beli saham bisa terpusat di IDX, sehingga pemungutan pajak akan jauh lebih mudah,” lanjut dia. 

 


Tetap Dukung Pemerintah

Ilustrasi kripto (Unsplash)

Saat ini, bursa kripto belum ada sehingga transaksi jual-beli aset kripto bisa dilakukan langsung antar exchange. Adanya bursa kripto bisa bertindak sebagai lembaga yang akan mencatatkan pembukuan PPN dan PPh dalam transaksi multi exchange.

Adapun Manda menjelaskan dari sisi teknik yang diterapkan oleh DJP akan menyulitkan, karena dalam transaksi multi exchange bisa terjadi pemungutan pajak ganda, sehingga bisa merugikan pelanggan maupun exchange nantinya. 

“Sebagaimana regulasi PPN kripto yang terkena pajak secara potensial, sedari awal konversi fiat ke aset kripto lantas mengubahnya kembali untuk perhitungan pajak, akan terkena pungutan ganda,” pungkas dia. 

Meskipun begitu, Manda serta anggota asosiasi lainnya tetap mendukung upaya pemerintah untuk pengoptimalan penerimaan negara melalui pemungutan pajak kripto.


Pemerintah Kenakan Pajak Kripto, Begini Penjelasannya

Ilustrasi kripto (Foto: Istimewa)

Sebelumnya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagaimana perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi kripto yang berkembang di masyarakat.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengungkapkan bagaimana pajak memandang aset kripto sebagai komoditas yang memenuhi kriteria sebagai objek PPN dan bukan sebagai alat tukar.

"Pertama yang harus diluruskan bahwa aset kripto di Indonesia ini tidak dianggap sebagai alat tukar maupun surat berharga, melainkan sebuah komoditas. Bank Indonesia menyatakan bahwa aset kripto bukanlah alat tukar yang sah,” ujar Neilmaldrin dalam keterangan tertulis, Rabu, 13 April 2022.

“Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa aset kripto merupakan komoditas. Karena komoditas, maka merupakan barang kena pajak tidak berwujud dan harus dikenai PPN juga agar adil,” lanjut Neilmaldrin.

Maka dari itu, karena kripto termasuk objek kena pajak baru, pemerintah mengupayakan penerapan aturan yang mudah dan sederhana untuk pajak kripto.

Adapun cara pengenaan pajak pada perdagangan aset kripto adalah dengan melakukan penunjukkan pihak ketiga sebagai pemungut PPN perdagangan aset kripto, yaitu melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) baik dalam negeri maupun luar negeri.

 


Selanjutnya

Ilustrasi kripto

Atas perdagangan aset kripto, dipungut PPN besaran tertentu atau PPN Final dengan tarif 0,11 persen dari nilai transaksi dalam hal penyelenggara perdagangan adalah Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) dan 0,22 persen dalam hal bukan oleh PFAK.

Sedangkan untuk jasa mining (verifikasi transaksi aset) dengan tarif 1,1 persen dari nilai konversi aset kripto.

Selain itu, dari perdagangan yang dilakukan juga memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi penjual sehingga merupakan objek pajak dan dipungut PPh pasal 22 final 0,1 persen dari nilai aset kripto (jika merupakan PFAK), atau 0,2 persen dari nilai aset kripto (jika bukan PFAK).

"Hal ini berlaku juga atas penghasilan yang diterima oleh penambang kripto (miner), merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang dikenai PPh pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1 persen dari penghasilan yang diterima atau diperoleh, tidak termasuk PPN,” pungkas Neilmaldrin.

Infografis kripto

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya