Liputan6.com, Jakarta - Kasus hepatitis akut berat yang sudah jadi perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan dunia lain kini ternyata sekarang sudah sampai Singapura.
Pasiennya berumur 10 bulan, yang hasil pemeriksaan terhadap hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, and tipe E semuanya negatif. Pasien ini pernah mengalami COVID-19 pada Desember yang lalu.
Advertisement
Walaupun sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang jelas antara hepatitis akut dengan infeksi virus Corona, tapi di sisi lain memang ada tulisan berjudul 'SARS-CoV-2 vaccination can elicit a CD8 T-cell dominant hepatitis' di Journal Hepatology pada 21 April 2022.
Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat juga kemarin dulu melaporkan bahwa dari sembilan kasus di Alabama maka semua positif adenovirus, dua anak sampai harus transplantasi hati. Gejalanya adalah muntah, diare, dan juga ada yang infeksi saluran napas atas.
Jelas kewaspadaan memang diperlukan, setidaknya dalam tiga hal:
1. Untuk deteksi kalau ada kasus yang dicurigai, termasuk akses dan ketersediaan pemeriksaan adenovirus dan berbagai jenis virus lainnya.
2. Mulai kesiagaan awal pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, setidaknya penjelasan pada tenaga kesehatan dan berbagai terapi dasar
3. Penyuluhan kesehatan pada masyarakat luas.
Sebelumnya
Seperti diketahui bahwa dalam hari-hari dilaporkan kasus hepatitis yang belum jelas penyebabnya.
Pada 23 April 2022 WHO melaporkan setidaknya 169 kasus dari 12 negara. Lalu belakangan dilaporkan sudah ada 12 negara di Eropa yang melaporkan kejadian ini, dan juga ada kasus di Israel dan Jepang, jadi, sebenarnya sudah lintas benua
Pada 28 April 2022, European CDC (E-CDC) sebagai badan yang menangani penyakit menular di Eropa menyampaikan beberapa perkembangan terakhir, sebagai berikut:
1. Masih dilakukan penelitian laboratorik dan epidemiologik untuk menjelaskan fenomena yang terjadi.
Sejauh ini, pantogen yang paling banyak ditemukan pada pasiennya adalah adenovirus dan juga SARS-CoV-2.
Di Inggris, 75.5 persen kasusnya di tes positif terhadap adenovirus, dan pemeriksaan sub-tope pada 11 kasus menunjukkan adenovirus type 41F, sama dengan yang dilaporkan di Amerika.
2. Data penelitian epidemiologi awal belum menunjukkan secara jelas adanya sumber penular utama, jadi belum sepenuhnya jelas apakan berhuibungan dengan makanan, obat atau toksin.
Advertisement
Berikutnya
3. Kejadian penyakit ini adalah jarang, tidak jelas ada tidaknya kemungkinan penularan antar manusia, kasusnya masih bersifat sporadic.
4. Karena dapat terjadi kegagalan hati akut (acute liver failure) dan bahkan ada yang membutuhkan transplantasi maka E-CDC menyatakan bahwa potensi dampaknya adalah tinggi, dan disebut sebagai 'public health event of concern'.
5. Yang masih akan dilakukan oleh E-CDC adalah:
5.1. menggalakkan surveilan di bidang epidemiologi, klinik, virologi, toksikologi, dan lain-lain
5.2. perlu mencari informasi lain untuk menegakkan hipotesis penyebab terjadi, termasuk riwayat Infeksi sebelumnya, aspek personal, lingkungan, dan lain-lain
5.3. perlu ada penelitian mendalam untuk mendapatkan faktor risiko Infeksi, kasus menjadi parah, kemungkinan penularan, gambaran klinik yang lengkap dan etiologi penyebabnya.
Kementerian Kesehatan kita memang nampaknya sudah mulai waspada pula.
Tiga langkah Utama yang perlu dilakukan adalah identifikasi kasus, surveilan epidemiologi yang ketat dan pemeriksaan laboratorium yang amat rinci.
Langkah-langkah E-CDC di atas mungkin baiknya juga ada yang diterapkan di Indonesia, sejauh memungkinkan.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia TenggaraMantan DirJen Pengendalian Penyakit dan Mantan Kepala Balitbangkes