Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan keberadaan digitalisasi dan tren kerja jarak jauh atau hibrid, perusahaan di seluruh dunia dinilai perlu meningkatkan upaya pengelolaan keamanan siber demi mengurangi risiko kejahatan.
Selama pandemi berkepanjangan, ancaman dunia maya akan tetap menjadi masalah utama, karena perusahaan dan organisasi lebih banyak bergantung pada internet dan sistem teknologi informasi (TI).
Advertisement
Dalam dua tahun terakhir pandemi, dunia usaha dihadapkan pada peningkatan ancaman kejahatan siber dalam berbagai bentuk, mulai dari penipuan daring hingga pembobolan data.
Survei The 2021 Future of Cyber oleh Deloitte menemukan, peningkatan serangan siber didorong oleh adanya transformasi digital organisasi.
Dengan demikian, dunia usaha perlu memperkuat mitigasi risiko kejahatan siber mereka, agar perusahaan tetap mampu berkembang di tengah digitalisasi yang berkelanjutan.
Elaine Hong,Regional Director China and South-East Asia, The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) mengatakan, pandemi telah mempercepat transformasi bisnis di level yang belum pernah ada sebelumnya.
"Para pelaku bisnis perlu menyadari risiko etis yang ditimbulkan olehperubahan yang cepat ini," kata Hong dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (3/5/2022).
Isu penguatan mitigasi kejahatan siber ini juga menjadi topik pembahasan dalam Indonesia Business 20 (B20), forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global.
Forum ini sendiri akan mempertemukan delegasi dari perusahaan terkemuka di seluruh dunia. Isu tersebut akan dibawa dan dijawab dalam diskusi B20 Integrity and Compliance Task Force.
Tujuannya adalah untuk mencari rekomendasi kebijakan yang dapat ditindaklanjuti untuk mengatasi tantangan bisnis, termasuk dampak buruk dari kejahatan siber.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Peran Akuntan
Lebih lanjut, meningkatnya kebutuhan akan keamanan siber menyoroti pentingnya peran akuntan dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan memitigasi risiko siber, akuntan memainkan peranannya dalam membantu organisasi mendeteksi dan mengevaluasi risiko siber, serta meninjau keamanan dan kepatuhan siber perusahaan.
Upaya itu dilakukan demi mencegah potensi ancaman dan serangan dunia maya terhadap organisasi.
Sebagai organisasi profesi akuntan, ICAEW, bekerja untuk mendukung kantor jasa akuntan yang ingin meningkatkan keamanan siber, serta membantu klien meningkatkan keamanan siber mereka.
Mark Billington, ICAEW Managing Director International mengungkapkan, mereka senang bisa mejnadi advokat dan pemimpinp dalam praktik bisnis yang etis.
"Kami senang bisa berpartisipasi sebagai anggota B20 Integrity and Compliance Task Force dan saya yakin bahwa diskusi kami dengan para pemimpin industri akan menghasilkan rekomendasi yang positif dan dapat ditindaklanjuti untuk pertemuan G20," ujarnya.
Advertisement
Kerugian Perusahaan Akibat Kejahatan Siber
Ancaman kejahatan siber sendiri telah merugikan perusahaan yang terkena dampak, di tengah percepatan transformasi digital yang dilakukan selama pandemi.
Survei Deloitte menyebut, 69 persen pemimpin global dalam penelitian itu akan ada peningkatan serangan siber yang signifikan di perusahaan mereka pada tahun 2021.
Sementara itu, 72 persen responden survei juga mengatakan bahwa organisasi mereka telah mengalami setidaknya 1 dari 10 insiden pelanggaran serangan siber sepanjang tahun 2020.
Ancaman siber juga berdampak pada perusahaan di banyak hal, mulai dari hilangnya pendapatan, denda peraturan, hilangnya reputasi, gangguan operasional, serta kehilangan pelanggan.
Dalam kasus pelanggaran data, laporan IBM tentang biaya pelanggaran data di 2021 menyebut, biaya pelanggaran data naik USD 3,86 juta menjadi 4,24 juta, biaya rata-rata tertinggi dalam 17 tahun terakhir.
Masalah Lain
Sehingga, dalam forum B20, Integrity and Compliance Task Force akan mencari solusi untuk mengatasi ancaman siber. Ada total 104 institusi dari 28 negara dan 18 industri dalam gugus tugas tersebut.
Selain memitigasi meningkatnya risiko kejahatan siber, ada beberapa masalah lain yang perlu ditangani.
Misalnya bagaimana mendorong kesiapan penanggulangan pencucian uang/pendanaan teroris, adaptasi inklusif sektor publik dan swasta dalam mengurangi risiko integritas bisnis, dan mempromosikan tata kelola yang berkelanjutan dalam bisnis untuk mendukung inisiatif ESG.
Maka dari itu, penguatan dalam hal integritas dan kepatuhan sangat penting bagi bisnis untuk berkembang di era pasca pandemi.
Dua karakteristik ini sangat penting untuk kesuksesan bisnis, karena membantu memastikan terciptanya perilaku bisnis yang etis dan mencegah bisnis terlibat dalam praktik yang tidak etis.
(Dio/Ysl)
Advertisement