Liputan6.com, Jakarta - Saat perayaan Hari Raya Idul Fitri, memasak menu lebaran sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia.
Tak hanya satu, biasanya orang memasak menu Idul Fitri lebih dari satu macam. Sebut saja opor, rendang, sayur labu, gulai daging, semur dan lainnya menjadi menu yang kerap dimasak banyak keluarga saat lebaran.
Banyaknya pilihan menu membuat banyak makanan yang tersisa. Namun, biasanya banyak yang memanaskannya kembali agar masih bisa dikonsumsi di hari berikutnya. Bahkan beberapa hari setelah lebaran.
Baca Juga
Advertisement
Tapi banyak yang tak menyadari bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika hendak memanaskan menu lebaran. Hal ini perlu diterapkan agar aman dan kesehatan tetap terjaga. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut deretan hal yang perlu diperhatikan ketika memanaskan masakan lebaran.
Bungkus dan simpan di kulkas dengan baik
Hal pertama yang perlu diperhatikan saat hendak memanaskan menu lebaran agar aman yakni membungkusnya dengan baik terlebih dahulu. Jika saat lebaran masih ada sepanci opor atau daging rendang di meja makan, Anda bisa segera membungkus atau meletakkan dalam wadah kedap udara.
Langkah ini bertujuan untuk mencegah bakteri masuk ke dalam makanan, menjaga kelembaban makanan, serta mencegah kontaminasi dari makanan lain di dalam lemari pendingin.
Jika makanan yang sisa telah ditutup atau dibungkus bisa Anda masukkan ke dalam lemari pendingin. Meski mungkin makanan akan mengalami perubahan rasa, kandungan nutrisinya relatif terjaga.
**Pantau arus mudik dan balik Lebaran 2022 melalui CCTV Kemenhub dari berbagai titik secara realtime di tautan ini
Selanjutnya
Cairkan makanan terlebih dahulu
Sebelum memanaskan sisa makanan lebaran yang beku ada baiknya Anda mencairkannya terlebih dahulu.
Ada tiga teknik yang dapat dilakukan untuk mencairkan makanan sisa lebaran yang telah dibekukan dalam freezer yaitu memindahkannya ke dalam lemari pendingin, dimasukkan dalam air dingin, dan menggunakan microwave.
Teknik pertama yaitu mencairkan dalam lemari pendingin dan memerlukan waktu paling lama, tetapi juga paling aman. Setelah mencair, makanan harus dikonsumsi dalam waktu 3-4 hari.
Teknik mencairkan dengan air dingin bisa lebih cepat, tetapi teknik ini memiliki risiko. Makanan beku tersebut harus dipastikan kedap udara dan air, sehingga bakteri dan kuman lainnya dalam air tidak masuk ke dalam makanan.
Sedangkan, teknik mencairkan dengan microwave merupakan metode tercepat dan dapat sekaligus memanaskan hingga suhu 165 derajat Fahrenheit (73 derajat Celcius).
Memanaskan makanan
Ketika memanaskan makanan sisa, pastikan suhu makanan mencapai 73 derajat Celcius untuk memastikan bakteri dan kuman lainnya tidak dapat berkembang. Anda juga bisa menggunakan teknik merebus atau mengukus. Kadar nutrisi dapat tetap dijaga agar tak banyak nutrisi yang hilang.
Caranya adalah dengan menutup wadah saat dipanaskan. Bila memungkinkan, gunakan microwave untuk memanaskan makanan, karena cara ini bisa menjaga nutrisi dan kandungan air di dalam makanan.
Advertisement
Sejarah dan Asal-Usul Ketupat, Tradisi Menu Lebaran Masyarakat Indonesia
Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari. Setelah satu bulan penuh umat Islam menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan, saatnya bersuka cita di hari kemenangan.
Banyak hal yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia saat lebaran, mulai dari sholat Id, bersilaturahmi dengan para tetangga dan saudara, hingga mudik ke kampung halaman.
Yang tak kalah serunya, lebaran di Indonesia juga identik dengan sajian kue kering dan ketupat. Sepiring ketupat yang disantap bersama opor atau lauk lainnya menjadi hidangan "wajib" saat hari raya lebaran tiba. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa lebaran belum lengkap tanpa makan ketupat.
Ketupat adalah hidangan khas Asia Tenggara berbahan dasar beras yang dibungkus dengan selongsong terbuat dari anyaman daun kelapa (janur). Ada dua bentuk ketupat yaitu kepal (lebih umum) dan jajaran genjang.
Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Singapura dan Brunei.
Biasanya ketupat disuguhkan dengan opor ayam, rendang dan masakan-masakan khas masing-masing daerah yang mengandung santan. Ketupat sendiri telah berkembang akibat kreativitas kuliner di beberapa daerah.
Lantas, seperti apa sejarah dan asal-usul ketupat sehingga menjadi tradisi menu Idul Fitri masyarakat Indonesia yang sangat digemari? Berikut ulasannya.
Sejarah dan Asal Usul Ketupat
Ternyata ketupat sudah ada pertama kali sejak zaman Wali Songo. Makanan ini diperkenalkan oleh salah satu wali, yakni Sunan Kalijaga, yang pada waktu itu berdakwah menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Tapi, di zaman Sunan Kalijaga makanan itu tidak dinamai dengan ketupat seperti yang kita ketahui sekarang. Istilah yang dikenal saat itu adalah Bakda yang artinya setelah. Pada masa itu, ada dua Bakda yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.
Bakda Lebaran adalah saat Hari Raya Idul Fitri. Seluruh umat Islam diharamkan berpuasa pada hari itu. Sementara, Bakda Kupat dilaksanakan satu minggu setelah lebaran dan ini merupakan hari raya bagi yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari.
Dalam bahasa Jawa, Kupat singkatan dari "ngaku lepat." Artinya, mengakui kesalahan. Maka dari itu, selalu ada prosesi sungkeman sebagai salah satu tradisi lebaran masyarakat Indonesia saat Hari Raya Idul Fitri. Orang yang lebih muda bersimpuh di hadapan orang tua sambil meminta maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat.
Di samping itu, ada juga yang ternyata menyebut kepanjangan dari kupat adalah "laku papat" atau empat tindakan. Empat tindakan ini kita lakukan saat hari raya tiba yaitu lebaran, luberan, leburan, laburan.
Kata lebaran sendiri artinya usai. Itu menandakan bahwa waktu berpuasa di bulan Ramadhan sudah selesai. Lalu, kata luberan berasal dari kata meluber atau melimpah. Jadi, kita diharapkan berbagai rezeki kepada yang membutuhkan melalui zakat dan sedekah.
Kemudian, kata leburan artinya habis melebur. Maka dari itu, saat lebaran tiba semua dosa dan kesalahan akan melebur karena semua umat muslim saling bermaaf-maafan.
Terakhir, kata laburan berasal dari kata labur atau kapur. Zat kapur dikenal sebagai penjernih air atau pemutih dinding. Harapannya, saat Hari Raya Idul Fitri, setiap insan kembali suci baik lahir maupun batin, merayakan kemenangan.
Advertisement