, Beijing - Saat China sedang dalam masa liburan peringatan hari Buruh Internasional, restoran hanya diizinkan untuk melayani makanan yang dibawa pulang. Aturan itu berlaku mulai Minggu 1 Mei sampai Rabu 4 Mei 2022.
Pemerintah China mengatakan, makan di dalam restoran bisa menjadi sumber penularan, dengan mengatakan virus COVID-19 bisa menyebar antara staf dan tamu yang makan.
Advertisement
Beberapa hari sebelumnya pihak berwenang sudah mulai melakukan tes massal terhadap jutaan warga di kota tersebut dalam usaha pemerintah untuk mencegah penyebaran kasus di sana.
Pihak berwenang di Beijing melaporkan adanya 67 kasus baru hari Sabtu 30 April sehingga total angka kasus naik menjadi 300 sejak 22 April.
Taman-taman kota, daerah wisata, dan pusat hiburan malam sudah diperintahkan beroperasi dengan pembatasan kapasitas pengunjung hanya 50 persen selama masa liburan.
Sekolah juga sudah diperintahkan untuk tutup sementara.
Siapa saja yang memasuki tempat publik, termasuk hendak menggunakan transportasi publik harus memiliki bukti hasil tes COVID yang negatif.
Beberapa komunitas di kawasan yang paling padat penduduknya di Distrik Chaoyang sudah ditetapkan sebagai daerah berisiko tinggi dan warganya harus menjalani tes massal hari Minggu 1 Mei dan Selasa 3 Mei.
Beijing sedang berusaha mencegah kasus naik dengan tajam yang bisa menyebabkan lockdown massal seperti yang dilakukan oleh Shanghai selama lebih dari tiga minggu.
Di sana, jutaan warga masih menjalani lockdown dan pasokan makanan kadang tidak tersedia sehingga menimbulkan banyak kritik dari warga meski pemerintah berusaha keras menyensornya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pendekatan Nol-COVID
Meski berdampak pada ekonomi dan kehidupan sehari-hari, pendekatan nol kasus COVID terus dilakukan oleh Partai Komunitas China yang ditunjukkan dengan pemasangan slogan bertuliskan "kegigihan adalah kemenangan" di berbagai tempat.
Li Bin, Wakil Menteri Komisi Kesehatan Nasional China, mengatakan kasus akan meningkat cepat tidak terkendali jika tidak dilakukan pembatasan.
"Bila pembatasan COVID dilonggarkan, virus bebas bergerak, maka akan timbul jumlah kasus besar dalam jangka pendek yang diikuti sejumlah besar kematian," kata Li.
Advertisement
Menggandakan Kebijakan Nol-COVID
Dihadapkan dengan varian Omicron yang sangat menular, pejabat China telah menggandakan kebijakan nol-COVID mereka, menghancurkan kluster virus melalui pengujian massal dan penguncian.
Meskipun biaya ekonomi meningkat dan frustrasi publik, ibu kota mengumumkan akan semakin membatasi akses ke ruang publik setelah masa liburan.
Mulai 5 Mei, tes COVID-19 negatif yang diambil dalam seminggu terakhir akan diperlukan untuk memasuki "semua jenis area umum dan naik transportasi umum", menurut pemberitahuan di halaman WeChat resmi kota.
Untuk kegiatan seperti acara olahraga dan perjalanan kelompok, peserta juga harus menunjukkan tes COVID-19 negatif yang diambil dalam waktu 48 jam, bersama dengan bukti "vaksinasi penuh", menurut aturan baru.
China melaporkan lebih dari 10.700 kasus domestik pada hari Sabtu, dengan sebagian besar kasus di Shanghai.
Sempat Picu Panic Buying
Sebelumnyam kekhawatiran akan lockdown akibat COVID-19 memicu panic buying di Beijing ketika antrian panjang terbentuk pada Senin (25 April) di sebuah distrik pusat yang besar untuk pengujian massal yang diperintahkan oleh otoritas China.
Dilansir dari laman Channel News Asia, China sudah berusaha menahan gelombang infeksi di kota terbesarnya Shanghai, yang hampir seluruhnya dikunci selama berminggu-minggu dan melaporkan 51 kematian COVID-19 baru pada hari Senin.
Shanghai telah berjuang untuk menyediakan makanan segar bagi mereka yang terkurung di rumah, sementara pasien telah melaporkan kesulitan mengakses perawatan medis non-COVID-19 dan meningkatnya kasus di ibu kota memicu kekhawatiran penguncian serupa.
Distrik terbesar di pusat kota Beijing, Chaoyang, yang berpenduduk sekitar 3,5 juta orang, memerintahkan pengujian massal mulai Senin untuk penduduk dan mereka yang datang untuk bekerja di sana - daerah itu menjadi markas banyak perusahaan multinasional dan kedutaan.
Antrean meliuk-liuk di sekitar mal dan di luar kompleks perkantoran pada hari Senin ketika orang-orang menunggu untuk diambil sampelnya oleh petugas kesehatan dengan alat pelindung.
"Jika satu kasus ditemukan, daerah ini bisa terpengaruh," kata pekerja kantor Yao Leiming, 25, saat dia menuju lokasi pengujian di Chaoyang bersama sekelompok rekannya.
Perintah pengujian massal, dan peringatan tentang situasi COVID-19 yang "suram" di kota itu, memicu padatnya supermarket Beijing pada hari Minggu ketika penduduk bergegas untuk menimbun kebutuhan pokok.
Advertisement