Liputan6.com, Jakarta Hepatitis akut misterius menjadi salah satu penyakit yang sedang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Tiga anak Indonesia telah meninggal dunia dengan dugaan hepatitis akut misterius.
Ketiganya dirawat dan meninggal dunia di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dalam kurun waktu berbeda dengan rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022.
Advertisement
Penyebab hepatitis akut misterius belum diketahui secara pasti. Saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pun masih dalam tahap investigasi untuk mengetahui penyebabnya.
Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa hepatitis akut misterius dapat dijadikan pesan kuat khusus untuk melindungi anak-anak.
Hal tersebut lantaran vaksinasi COVID-19 pada anak memang terlambat untuk diberikan. Hingga kini, vaksin COVID-19 pada anak masih terbatas dan belum bisa diberikan pada anak usia dibawah lima tahun.
"Anak ini kan telat banget dapat vaksin. Anak ini baru belakangan dapat vaksin. Itu pun diatas enam tahun, itu pun masih belum banyak yang belum dapat dua dosis, apalagi bicara booster," kata Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Rabu (4/5/2022).
Namun, apakah hubungan antara hepatitis akut misterius dan COVID-19? Menurut Dicky, dari sekian hipotesis yang ada, penyebab hepatitis akut misterius mengarah atau berkaitan dengan COVID-19.
"Diantara sekian hipotesa atau differential diagnosis dari pada dokter dan tim epidemiolog ini (hepatitis akut misterius) salah satunya mengarah pada COVID-19," kata Dicky.
COVID-19 Serang Hampir Seluruh Organ
Lebih lanjut Dicky menuturkan bahwa secara lebih spesifik terdapat dugaan bahwa hepatitis akut misterius pada anak ini memiliki kaitan dengan COVID-19.
"Lebih spesifiknya lagi, ada dugaan, artinya (mungkin) varian baru yang belum terdeteksi, karena secara umum COVID-19 ini memang menyerang hampir semua organ," kata Dicky.
"Dia ditularkan melalui udara dalam bentuk infeksi saluran nafas. Tapi pada gilirannya dia merupakan penyakit sistemik yang menyerang hampir semua organ dan antara lain adalah liver (hati)," tambahnya.
Seperti diketahui, hepatitis sendiri merupakan penyakit atau infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan peradangan.
Menurut Dicky, saat hadir varian yang lebih mudah menginfeksi seperti Omicron dan turunannya, anak-anak sebenarnya menjadi korban.
"Ketika hadir satu varian yang lebih cepat menginfeksi seperti Omicron dan turunannya, mereka (anak-anak) menjadi korban," kata Dicky.
"Pada sebagian anak-anak ini yang secara imunitas mungkin buruk, mungkin status gizinya buruk, mungkin dia memiliki komorbid, ini akan serius. Long COVID-19 itu antara lain adalah antara lain itu di aspek hepatitis," Dicky menjelaskan.
Advertisement
Prevalensi Hepatitis pada Anak
Terlebih, Dicky menjelaskan, hepatitis menjadi penyakit yang memiliki prevalensi paling banyak pada anak di kelompok usia dibawah lima tahun. Apalagi kategori usia tersebut di Indonesia juga belum bisa mendapatkan vaksin COVID-19.
"Ini yang menjadi masalah. Oleh karena itu bahwa ini kemungkinan juga sudah ada di Indonesia, ini besar kemungkinan, karena kelemahan kita di aspek deteksi dini kan. Apalagi pada anak-anak, orang dewasa saja kurang," kata Dicky.
Menurutnya, yang bisa dilakukan saat ini adalah dengan menggencarkan vaksinasi COVID-19 pada anak termasuk soal vaksin booster-nya.
Namun karena vaksinasi COVID-19 pada anak terutama pada usia dibawah lima tahun belum tersedia di Indonesia, maka orang dewasalah yang sebenarnya memiliki peran besar untuk melindungi mereka.
"Kita harus pastikan anak-anak ketika dia masuk sekolah, ini orang-orang dewasa yang memiliki anak-anak dibawah lima tahun itu sudah harus booster," ujar Dicky.
"Karena orang-orang dewasa inilah yang akan menjadi barrier effective. Sementara, sembari menunggu vaksin yang eligible aman untuk anak-anak dibawah lima tahun," Dicky menuturkan.
Proteksi pada Anak Lewat Orang Dewasa
Di samping itu, lagi-lagi, menurut Dicky, soal protokol kesehatan yang masih harus terus diterapkan. Termasuk bersamaan soal penerapan ventilasi atau sirkulasi yang baik.
"Apalagi dalam konteks mudik dan balik saat ini, mereka (anak-anak) harus betul-betul dipastikan pergi bersama orang-orang yang memang sudah memiliki imunitas," kata Dicky.
Berkaitan dengan upaya-upaya tersebut, Dicky juga mengingatkan soal deteksi dini yang harus ditingkatkan. Menurutnya, hepatitis juga memiliki surveilansnya tersendiri.
"Sembari kita harus tingkatkan deteksi kita ini, surveilans kita. Hepatitis ini ada surveilansnya dan juga artinya kewaspadaan di unit-unit kesehatan," ujar Dicky.
Hal ini lantaran juga bukan hanya pada anak-anak. Menurut Dicky, pada orang dewasa atau lanjut usia dampak long COVID-19 juga masih mengintai.
Dengan mengingat kewaspadaan akan hal tersebut, masyarakat dan pemerintah pun diharapkan dapat meningkatkan pemantauan agar dapat memberikan respons yang cepat.
Advertisement