Liputan6.com, Jakarta Dalam langkah yang jarang terjadi, Rusia akan memboikot pertemuan Dewan Keamanan atau DK PBB pada Rabu 4 Mei 2022 dengan Political and Security Committee (PSC) Uni Eropa, kata para diplomat. Ini ibarat tanda lebih lanjut dari memburuknya hubungan antara Moskow dan mitra PBB-nya.
Menurut sumber diplomatik Rusia yang berbicara secara anonim pada Selasa 3 Mei 2022, keputusan Moskow terkait dengan situasi di Ukraina.
Advertisement
Seorang diplomat Barat mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak ingat Rusia memboikot pertemuan Dewan Keamanan sejak menyerbu Ukraina pada 24 Februari.
Pertemuan informal tahunan antara dewan dan PSC belum diadakan sejak 2019 karena pandemi COVID-19.
Pertemuan pada hari Rabu diharapkan untuk membahas interaksi UE dengan PBB di negara-negara, di mana kedua organisasi tersebut melakukan operasi.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, hubungan antara Moskow dan negara-negara lain di PBB menurun dengan cepat.
Rusia, yang merupakan salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan, telah digulingkan dari beberapa badan PBB, termasuk dewan hak asasi manusia.
Pada konferensi pers Selasa 3 Mei, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield, yang negaranya akan menjadi presiden Dewan Keamanan pada bulan Mei, mengatakan dewan PBB tersebut terus berfungsi secara normal.
Dewan telah "sangat sukses" dalam "mengisolasi Rusia" sejak akhir Februari, katanya.
"Itu adalah keberhasilan yang signifikan. Kami telah berhasil menyatukan suara-suara yang mengutuk Rusia di Majelis Umum, tetapi itu terjadi karena ada begitu banyak dukungan untuk itu di Dewan Keamanan," kata Thomas-Greenfield, mencatat bahwa Rusia telah lolos dari kecaman oleh dewan pada akhir Februari karena hak vetonya.
"Rusia terisolasi di Dewan Keamanan, dan setiap kali kami berdiskusi di Dewan Keamanan terkait dengan Rusia, mereka bersikap defensif dan kami akan terus mempertahankan mereka sampai mereka mengakhiri serangan brutal mereka terhadap Ukraina. orang," katanya kepada wartawan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menlu Rusia Klaim Hitler Keturunan Yahudi, Israel Marah Besar
Salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina adalah untuk "denazifikasi" di negara tersebut. Rusia menuduh pemerintah Ukraina sebagai simpatisan Nazi yang notabene anti-Yahudi.
Namun, retorika Rusia justru malah dikecam oleh negara Yahudi: Israel.
Penyebabnya adalah Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov yang menyebut pemimpin Nazi, Adolf Hitler, memiliki darah Yahudi. Ucapan itu dilontarkan Lavrov ketika menjelaskan program denazifikasi, meski Ukraina punya populasi Yahudi. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga orang Yahudi.
"Jadi ketika mereka bilang, 'Bagaimana Nazifikasi ada kalau kami orang Yahudi,' dalam opini saya, Hitler juga punya keturunan Yahudi, jadi itu tak berarti apa-apa. Selama ini kita telah mendengar dari orang-orang Yahudi bahwa anti-semit terbesar adalah orang Yahudi," ujar Lavrov, dikutip The Times of Israel, Selasa (3/5/2022).
Hitler yang mempunyai darah Yahudi disebut sebagai teori konspirasi yang telah dibantah para sejarawan.
Selama invasi Rusia, Israel masih berusaha ada di posisi tengah-tengah, namun ucapan Lavrov memicu reaksi keras dari Israel.
"Tujuan dari kebohongan tersebut adalah untuk menyalahkan orang-orang Yahudi untuk kejahatan terburuk dalam sejarah terhadap diri mereka (orang Yahudi), sehingga membebaskan tanggung jawab para penindas Israel," ujar Perdana Menteri Israel Naftali Bennett.
Pejabat tinggi pemerintah Israel turut berbondong-bondong mengecam Rusia. Presiden Israel Yair Lapid berkata Israel berusaha memiliki hubungan baik dengan Rusia, namun ada batasnya. Komentar Lavrov disebut "tak termaafkan".
"Kami membuat setiap usaha untuk menjaga relasi-relasi yang baik dengan Rusia, tetapi ada batasnya, dan kali ini batasnya telah dilewati. Pemerintah Rusia harus minta maaf kepada kami dan masyarakat Yahudi," ujarnya.
Pihak Kedutaan Besar Rusia di Israel telah dipanggil untuk memberikan klarifikasi, namun pihak kedubes enggan memberikan komentar.
Advertisement
Rusia Bakal Hadir KTT G20 Indonesia, AS: Seharusnya Tak Jadi Bagian Pertemuan
Sebelumnya, Amerika Serikat merespons pernyataan Indonesia perihal Rusia telah mengonfirmasi kedatangannya pada perhelatan G20, yang akan dilangsungkan di Bali pada November 2022 mendatang.
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki pada Jumat 29 April 2022 waktu setempat mengatakan pemerintahan Biden menilai Presiden Rusia seharusnya tidak ikut ambil bagian dalam KTT G20 di Indonesia pada November mendatang.
"Presiden Biden telah menyatakan secara terbuka terhadap tentangannya atas kehadiran Presiden Putin dalam KTT G20. Kami telah menyambut kehadiran Ukraina untuk menghadiri pertemuan puncak itu. Ini masih enam bulan lagi. Jadi kami tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi," ujar Psaki seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (30/4/2022).
"Yang kami tahu, dan Anda dapat mengkonfirmasi hal ini pada pemerintah Indonesia, mereka (Indonesia.red) mengundang mereka (Rusia.red) sebelum invasi. Jadi langkah-langkah tambahan di luar hal itu, kami serahkan pada mereka (Indonesia.red). Tetapi kami telah menyampaikan pandangan kami bahwa kami kira (Rusia) tidak menjadi bagian dari pertemuan itu, secara publik atau pribadi," papar Psaki.
Psaki menyampaikan pernyataan ini menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Putih setelah Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghadiri KTT G20 di Bali nanti.
Jokowi, yang menjadi ketua kelompok G20 saat ini, mengatakan telah mendesak kedua pemimpin untuk mengakhiri perang lewat perundingan.
Jokowi mengatakan ia mengundang Putin dan Zelensky ke forum ekonomi dunia itu karena perang di Ukraina telah menimbulkan dampak besar pada perekonomian dunia.
Invasi Rusia ke Ukraina Bikin Finlandia dan Swedia Perkuat Militer, Gabung NATO
Swedia dan Finlandia siap memperkuat kerja sama militer jika keamanan di wilayah Laut Baltik memburuk, misalnya selama proses kemungkinan bergabung dengan NATO, kata Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto.
"Apabila lingkungan keamanan kami menjadi semakin menantang tentunya kami dapat menambahkan rencana bilateral ... dan memasukkan semua sektor dalam kerja sama militer," katanya kepada awak media.
Invasi Rusia ke Ukraina memaksa Swedia dan Finlandia untuk meninjau ulang keyakinan lama bahwa netralitas militer adalah cara terbaik untuk menjamin keamanan nasional.
Kedua negara diharapkan dapat membuat keputusan untuk bergabung dengan aliansi militer dalam beberapa pekan mendatang, Reuters mewartakan sebagaimana dikutip dari Antara, Sabtu (30/4/2022).
Menteri Luar Negeri Swedia Ann Linde, yang berbicara setelah bertemu Haavisto di Helsinki, mengatakan Swedia telah melihat Rusia yang bereaksi terhadap tawaran Swedia dan Finlandia masuk NATO dalam dua cara.
Pertama dengan memperingatkan konsekuensi dan kedua dengan meremehkan tentang pentingnya apakah NATO mempunyai 30 atau 32 anggota.
Rusia dua pekan lalu mengatakan bergabungnya Finlandia dan Swedia ke NATO akan memaksa Rusia untuk memperkuat kehadirannya di wilayah Laut Baltik.
"Kami siap melawan setiap kemungkinan aktivitas Rusia," kata Linde.
Mengulangi posisinya yang sudah lama, Haavisto mengatakan dia berharap Finlandia dan Swedia akan mengambil keputusan yang sama di waktu yang sama pula.
"Tentunya apa yang akan diputuskan Finlandia akan sangat memengaruhi apa yang akan diputuskan oleh Swedia," ucapnya, seraya menambahkan bahwa Swedia belum membuat keputusan.
Advertisement