Kurang Tidur Pengaruhi Suasana Hati, Potensi Alami Depresi Lebih Tinggi

Beberapa studi mengungkap pengaruh kurang tidur pada suasana hati hingga dapat memicu depresi.

oleh Diviya Agatha diperbarui 05 Mei 2022, 07:01 WIB
Ilustrasi Faktor Stres dan Kurang Tidur Credit: pexels.com/Ana

Liputan6.com, Jakarta Bagi sebagian orang, durasi atau waktu tidur mungkin jadi sesuatu yang tidak begitu diperhatikan. Bahkan badan terbiasa untuk tidur kurang dari waktu yang dianjurkan.

Kondisi berbeda pun terjadi pada mereka yang memang mengalami kesulitan untuk tidur. Badan terasa lelah, namun pikiran tak mau berhenti berputar.

Kurang tidur akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Padahal, kebiasaan tersebut punya pengaruh besar pada suasana hati Anda lho.

Bahkan, kurang tidur juga dikaitkan dengan potensi depresi yang lebih tinggi. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS ONE, orang yang sering aktif di malam hari memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami gangguan psikologis.

Hal tersebut lantaran seseorang yang memiliki ritme sirkadian berbeda yakni lebih aktif pada malam hari memiliki strategi koping yang berbeda terhadap stressor.

Studi tersebut juga menekankan dampak besar ritme sirkadian terhadap kesehatan dan fungsi manusia. Ritme sirkadian sendiri merupakan sebutan dari sebuah proses internal atau alami tubuh yang mengatur irama kehidupan termasuk siklus tidur-bangun manusia dalam 24 jam.

Mengutip laman Harvard Health Publishing, ritme sirkadian sendiri dikendalikan oleh banyak gen dan bertanggung jawab atas berbagai fungsi penting tubuh.

Termasuk fluktuasi harian saat terjaga atau bangun, suhu tubuh, metabolisme, pencernaan, dan rasa lapar. Bahkan, ritme sirkadian juga mengontrol konsolidasi memori atau pembentukan memori jangka panjang terjadi selama tidur hingga waktu sekresi hormon.


Depresi dan Ritme Sirkadian

ilustrasi kurang tidur menyebabkan pusing/pexels

Hal selaras pun sempat dibahas dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam National Library of Medicine. Para peneliti menemukan bahwa para pekerja dengan shift malam 40 persen lebih mungkin mengalami depresi.

Begitupun sebaliknya, gangguan terkait ritme sirkadian juga sering terjadi pada mereka yang memiliki depresi. Misalnya, mengalami perubahan pola tidur, ritme suhu tubuh, hingga ritme hormon.

Lebih lanjut mengutip laman WebMD yang membahas persoalan serupa. Kurang tidur atau gangguan tidur memang dianggap dapat berkontribusi pada gejala depresi.

Dalam sebuah polling oleh Sleep in America, orang yang didiagnosis dengan depresi atau kecemasan cenderung tidur kurang dari enam jam pada malam hari.

Gangguan tidur paling umum seperti insomnia juga memiliki kaitan yang kuat dengan depresi. Mereka yang memiliki insomnia menunjukkan hasil lima kali lebih memungkinkan untuk mengalami depresi dibandingkan yang tidak.

Hal tersebut lantaran kurang tidur dapat memperburuk gejala depresi, sedangkan depresi dapat membuat seseorang lebih sulit untuk tidur.

Berkaitan dengan hal tersebut, mengobati masalah tidurlah yang dianggap dapat membantu masalah depresi dan gejalanya. Begitupun sebaliknya, mengingat keduanya berhubungan satu sama lain.


Dampak Kurang Tidur pada Kebijaksanaan

Ilustrasi Badan Lemas Credit: pexels.com/Ron

Tak berhenti pada hal-hal di atas, kurang tidur juga dianggap dapat mempengaruhi interpretasi seseorang pada suatu peristiwa.

Alhasil, hal tersebut mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melihat peristiwa secara baik dan memungkinkan Anda untuk tidak menilai situasi secara akurat dan bertindak dengan tidak bijaksana.

"Studi menunjukan bahwa seiring berjalannya waktu, orang yang tidur enam jam, bukan tujuh atau delapan jam, mulai merasa bahwa mereka dapat beradaptasi dengan kurangnya waktu tidur tersebut. Mereka jadi terbiasa," ujar sleep expert, Phil Gehrman, PhD.

"Padahal, jika melihat bagaimana saat mereka melakukan tes kondisi mental dan kinerja, hasilnya terus menurun," Phil menambahkan.

Sehingga menurutnya, kurang tidur juga memiliki pengaruh pada bagaimana seseorang saat menilai atau menghadapi suatu peristiwa.

Bahkan, orang-orang yang kurang tidur juga nampak sangat rentan terhadap penilaian yang buruk. Hal ini dikarenakan kebanyakan orang yang kurang tidur tidak dapat sepenuhnya berfungsi dengan baik.

Sedangkan kebanyakan profesi membutuhkan tingkat fungsi otak dan kesadaran yang baik untuk dapat menghasilkan atau mengerjakan pekerjaannya dengan baik.


Dampaknya pada Otak

Ilustrasi Kurang Tidur Credit: pexels.com/Andrea

Mengutip laman Verywell Health, studi berbeda yang dipublikasikan dalam National Library of Medicine menunjukkan bahwa kurang tidur yang terjadi secara kronis atau berulang dari waktu ke waktu dapat menyebabkan depresi karena adanya perubahan neurotransmitter serotonin otak.

Hal ini lantaran tidur memiliki kadar kepentingan yang sama seperti makanan, air, dan udara dalam kehidupan.

Dalam hal kesehatan mental Anda, tidur memungkinkan otak untuk menciptakan jalur dan ingatan baru yang membantu Anda belajar, memecahkan masalah, memperhatikan suatu hal, dan membuat keputusan.

Setelah tidur malam yang nyenyak, Anda lebih waspada, mampu berpikir jernih dan berkonsentrasi, serta mengendalikan emosi dan berperilaku dengan lebih baik.

Tidur juga merupakan kebutuhan untuk kesehatan fisik Anda karena membantu tubuh untuk tumbuh, melakukan perbaikan, menjaga keseimbangan hormon yang sehat, dan menjaga imunitas.

Mengingat hal tersebut, itulah mengapa kurang tidur tidak hanya dapat dikaitkan dengan kesehatan mental, melainkan juga banyak masalah kesehatan kronis lainnya.

Seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, diabetes, dan obesitas.

Infografis 5 Tips Tidur Malam Berkualitas di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya