Liputan6.com, Jakarta - Bukan rahasia lagi bila pandemi Covid-19 berdampak negatif terhadap usaha travel global. Hal itu tak terkecuali menimpa sebuah perusahaan travel agent asal Jepang, H.I.S Co.
Demi tetap bertahan di tengah ketidakpastian, travel agent itu memutuskan menggarap usaha pertanian untuk mendiversifikasi sumber pendapatan mereka. H.I.S Farmers Co, anak usaha perusahaan travel itu didirikan pada April 2022 yang bergerak dalam usaha produksi dan penjualan buah dan sayuran segar.
Baca Juga
Advertisement
Perusahaan itu tak sepenuhnya mengabaikan bisnis utama mereka. Justru, mereka berencana membuat program tur di kebun untuk menawarkan pengalaman bertani kepada para peserta.
Perusahaan itu mulai membudidayakan tomat ceri di sebuah kebun di utara Tokyo, tepatnya di Hasuda, Prefektur Saitama. Hasil panen mereka kemudian dijual secara online. Perusahaan berencana untuk memperluas akses penjualan mereka mulai Mei ini.
H.I.S juga telah membeli lahan seluar 5.000 meter persegi, termasuk kebun yang ditinggalkan, di Nichinan, Prefektur Miyazaki. Mereka akan menanaminya dengan anggur. Mereka menargetkan bisa mengirimkan produk dari wilayah barat daya Jepang pada 2025 setelah memperluas area budidaya.
"Kami berencana bekerja sama dengan petani lokal untuk memproduksi produk menggunakan jus buah segar yang kami hasilkan," demikian pernyataan perusahaan tersebut, dikutip dari Japan Today, Kamis (5/5/2022).
H.I.S Farmers berencana memperluas cabang mereka di seluruh negeri, termasuk di Kota Yamagata, setelah perusahaan induk dan pemerintah kota di timur laut Jepang itu membuat perjanjian tahun lalu untuk merevitalisasi daerah itu melalui pariwisata dan pertanian. Di setiap lokasi, unit H.I.S akan memperkenalkan pengalaman bertani dengan ikut membudidayakan dan memanen.
H.I.S Farmers berencana menjual produk segar mereka di taman bermain Huis Ten Bosch, yang dioperasikan perusahaan induk mereka di Prefektur Nagasaki di barat daya Jepang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Debat Penggunaan Masker
Perusahaan travel itu terdampak parah pandemi dengan mencatat kerugian selama dua tahun berturut-turut pada Oktober tahun lalu. Setelah menyusun bisnis baru di perusahaan, mereka membentuk tim pada 2020 untuk mengawasi proyek pertanian.
Dengan situasi tersebut, banyak pihak mulai tak sabar akan kebijakan protokol kesehatan yang diambil pemerintah Jepang. Beberapa ahli mulai menyarankan pelonggaran pembatasan, termasuk tidak lagi mewajibkan penggunaan masker di luar ruang dan pembatasan jarak sosial.
Pembahasan tentang masalah ini tampaknya semakin intens di panel ahli pemerintah. Dikutip dari Kyodo, pada 20 April 2022, Presiden Asosiasi Kedokteran Jepang Toshio Nakagawa berbicara tentang kebijakan terkini dalam jumpa pers.
Ia mengatakan, "Saya tak berharap akan tiba hari di Jepang saat orang-orang tak lagi menggunakan masker mereka 'dalam hidup bersama dengan Covid-19."
Rasa frustasi masyarakat tergambar di internet setelah pemerintah tetap mewajibkan masyarakat untuk tetap menggunakan masker mereka selama beraktivitas di ruang publik. Warganet mengeluhkan soal infeksi tetap menyebar meski hampir semua orang menggunakan masker, dan seputar keputusasaan mereka.
Advertisement
Meninjau Ulang
Dalam jumpa pers pada 27 April 2022, Nakagawa mengulangi pandangannya bahwa orang harus terus memakai masker selama ada ketakutan akan infeksi Covid-19. Menteri Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Shigeyuki Goto juga menekankan pentingnya mengenakan masker.
Meski begitu, Daishiro Yamagiwa, Menteri Kebijakan Ekonomi dan Fiskal mengatakan selama program televisi pada 24 April 2022, "Saya pikir masker tidak lagi diperlukan di luar ruangan," seraya pelonggaran penggunaan masker adalah prospek yang realistis.
Dalam program yang sama, Gubernur Tottori Shinji Hirai meminta peninjauan ulang pertimbangan yang diambil sejauh ini untuk mencegah penyebaran Covid-19. Ia mengatakan bahwa masker tidak lagi diperlukan sejauh jarak sosial antar-orang dijaga.
Para anggota panel ahli pemerintah menyebutkan perlunya mengambil sikap tegas soal kapan harus mencabut masker dalam pertemuannya pada 27 April 2022. "Saya telah mengatakan bahwa apakah masih terus dipertahankan atau harus dilepaskan," ujar Shigeru Omi, kepala panel ahli, kepada wartawan usai rapat.
Harus Secara Bertahap
Kewajiban penggunaan masker di berbagai negara sudah dilonggarkan. Amerika Serikat, misalnya, sudah mencabut mandat penggunaan masker federal, sementara penggunaan masker juga tak lagi diperlukan di Inggris dan Prancis.
Sementara, Jepang saat ini tercatat memiliki jumlah kasus baru Covid-19 harian 40.443 kasus pada 26 April 2022. Data pemerintah juga menyatakan sekitar 51.8 persen populasi telah divaksinasi tiga kali pada waktu tersebut.
"Dalam kondisi infeksi saat ini, tidak ada masalah melepas masker di luar ruang bila jarak antar-manusia yang cukup bisa dijaga, semerti mereka yang berada di taman atau sedang berjalan-jalan di luar rumah," kaya Atsuo Hamada, profesor penyakit menular di Universitas Kedokteran Tokyo.
Karena risiko sengatan panas meningkat dengan cuaca yang lebih panas, pertanyaannya bukanlah apakah orang harus mengenakan masker atau melepasnya secara seragam, tetapi "bagaimana merespons (terhadap infeksi) tergantung pada situasinya," kata Hamada.
Adapun penghapusan masker di ruang dalam ruangan yang ramai, Hamada menilai hal itu bisa dilakukan bila lebih dari 60 persen penduduk Jepang sudah divaksinasi booster seperti di Eropa.
"Pemerintah harus menunjukkan peta jalan menuju pelonggaran pembatasan masker secara bertahap dalam empat hingga lima tahap," tambahnya.
Advertisement