Liputan6.com, Kiev - Produksi gandum Ukraina kemungkinan akan turun setidaknya sepertiga dari tahun lalu karena invasi Rusia, sebuah perusahaan analisis data yang menggunakan citra satelit mengatakan pada hari Jumat.
Ukraina adalah produsen utama dan pengekspor gandum, tetapi invasi telah mengganggu penanaman, yang masih berlangsung, baik karena kurangnya bahan bakar untuk peralatan dan petani harus berurusan dengan pemboman dan persenjataan yang tidak meledak.
Advertisement
Perusahaan Prancis Kayrros mengatakan citra inframerah-dekat dan inframerah memungkinkan penentuan cakupan tanaman dan dapat secara akurat memprediksi produksi gandum.
"Produksi tahun ini diperkirakan setidaknya 35 persen lebih rendah dari tahun lalu," analisis data terbaru menunjukkan, kata Kayrros seperti dikutip dari AFP, Minggu (8/5/2022).
Diperkirakan bahwa pada tahap ini Ukraina akan mampu memproduksi 21 juta ton gandum tahun ini, penurunan 12 juta ton dari 2021, dan penurunan 23 persen dari panen rata-rata selama lima tahun terakhir.
"Mengingat bahwa pertempuran sedang berlangsung dan bahwa sebagian besar produksi gandum negara itu berasal dari daerah-daerah ukraina timur di mana konflik paling intens, angka produksi riil cenderung lebih rendah dari tutupan tanaman saat ini mungkin menyarankan," tambah perusahaan itu.
Kayrros menganalisis gambar yang diambil oleh badan antariksa AS NASA antara 14 dan 22 April, kurang dari dua bulan setelah dimulainya konflik.
Bahkan jika petani Ukraina berhasil menanam dan memanen gandum mereka, mereka menghadapi kesulitan untuk membawanya ke pasar mengingat bahwa Rusia telah menghancurkan infrastruktur transportasi dan memblokade pelabuhan Odessa dari mana sebagian besar biji-bijian diekspor.
Sebelum perang Ukraina menyumbang sekitar 12 persen dari ekspor gandum dunia, dan konflik telah membuat harga komoditas pangan melonjak.
Bappenas Ingatkan Perang Ukraina Ikut Ancam Ekonomi Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membunyikan alarm di G20 terkait dampak angka panjang perang di Ukraina. Invasi yang dilakukan Rusia bisa mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berusaha pulih dari COVID-19.
Pada acara 2022 CSIS Global Dialogue, Deputi Bidang Ekonomi di Bappenas Amalia Widyasanti memaparkan laporan terkait dampak perang di Ukraina terhadap Indonesia. Beberapa faktor yang disorot adalah sanksi ekonomi dan masalah suplai gas dari Rusia.
"Jika berkepanjangan, krisis terkait Rusia-Ukraina bisa menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan perlambatan," ujar Amalia dalam acara bertajuk G20 Indonesia: Windows for Recovering Together and Stronger, Kamis (28/4/2022).
Kondisi itu lantas bisa berdampak pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ingin tumbuh di atas 5 persen pada tahun ini.
Berdasarkan data penelitian bersama Oxford Economics, dampak perang bisa memperlambat ekonomi hingga 0,1 persen di 2022, lalu makin berkurang jadi 0,29 persen di 2023 bagi Indonesia.
Advertisement
Rusia Ikut Merugi
Rusia pun ikut rugi. Diprediksi ekonomi negara itu melambat hingga minus 7,10 persen pada 2023. Asumsi yang dipaparkan Bappenas adalah konflik antara Rusia dan Barat diprediksi semakin tereskalasi karena perang yang berkepanjangan.
Panelis lain yang hadir dari Asia Pacific Research and Training Network (ARTNet) menyebut bahwa ada kemungkinan ekonomi bisa terbantu pulih berkat sektor travel dan pariwisata yang semakin terbuka. Hal itu juga tak terlepas dari program vaksinasi COVID-19.
"Harapannya, Asia tidak akan secara negatif terdampak perang," ujar Mia Mikic, penasihat di ARTNet.
Sehari sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Mahendra Siregar angkat bicara tentang kekhawatirannya mengenai isu geopolitik yang berkembang di benua Eropa. Wamenlu mulai khawatir bahwa fase Perang Ukraina mulai masuk ke skenario yang semakin buruk.
"Pada situasi perang dan ketegangan geopolitik, saya berpikir kita baru mulai melihat kemungkinan skenario yang memburuk yang akan datang bersama hal tersebut," ujar Mahendra Siregar pada acara CSIS Global Dialogue, Rabu (27/4/).