Penyerapan Tenaga Kerja pada Februari 2022 Mencapai 4,45 Juta Orang

Penyerapan tenaga kerja terbesar adalah sektor pertanian dengan penyerapan 1,86 juta orang atau berdasarkan persentase sebesar 29,96 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2022, 15:31 WIB
Pencari kerja menyiapkan dokumen saat Job Fair di Istora GBK, Jakarta, Rabu (19/9). Job Fair bertajuk Jakarta spektakuler "Job for Career" diikuti lebih dari 120 perusahaan BUMN, swasta skala nasional maupun internasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat telah terserap 4,45 juta orang di pasar kerja Indonesia per Februari 2022. Hal tersebut diungkap oleh Kepala badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2022).

Berdasarkan lapangan kerja, ada 3 sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar dengan porsi mencapai 62,76 persen. Terbesar pertama di sektor pertanian dengan penyerapan tenaga kerja 1,86 juta orang atau berdasarkan persentase menjadi 29,96 persen.

"Penyerapan terbesar kedua dari sektor industri pengolahan sebanyak 840 ribu orang atau 13,77 persen. Kemudian disusul sektor perdagangan sebanyak 640 ribu orang atau dengan persentase 19,03 persen," jelas Margo Yuwono.

Sementara itu, 3 sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja antara lain, sektor jasa lainnya sebanyak 470 ribu orang. Sektor ini beberapa diantaranya berpindah ke sektor pertanian karena menghadapi musim panen.

Kemudian penurunan di sektor administrasi pemerintahan turun hingga 30 ribu orang. Alasannya pada Februari 2022 belum ada penerimaan PNS.

"Jadi dibandingkan Februari tahun lalu ada penurunan 30 ribu orang," kata dia.

Selain itu, penurunan penyerapan tenaga kerja terjadi di sektor ritel estate. Di sektor ini mengalami penurunan hingga 21 ribu orang.

"Ini karena lesunya penjualan atau sewa rumah dan apartemen," kata dia.

Di sisi lain dalam waktu yang bersamaan ada penambahan 4,2 juta orang yang menjadi angkatan kerja. Menurutnya, penambahan tersebut tidak serta merta akan terserap di pasar kerja. Sehingga sebagiannya berpotensi menjadi pengangguran.

"Ini tidak serta merta diserap pasar kerja dan sebagian nanti akan jadi pengguran," kata dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Usai Lebaran Bakal Sepi Lowongan Kerja Baru, Ini Alasannya

Penarikan tenaga kerja baru akan mengalami hambatan usai periode Lebaran Idul Fitri 2022. Artinya, usai Lebaran bakal sedikit perusahaan yang membuka lowongan kerja.

Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan, penarikan tenaga kerja baru akan mengalami hambatan usai periode Lebaran Idul Fitri 2022. Artinya, usai Lebaran bakal sedikit perusahaan yang membuka lowongan kerja.

Bhima menjelaskan, prediksi tersebut didasari atas perkiraan bahwa pelaku usaha masih dihantui ketidakpastian ekonomi. Sehingga membuat mereka menahan diri untuk membuka lowongan kerja baru.

"Sektor lapangan kerja masih belum optimal, karena pengusaha masih wait and see juga soal pemulihan daya beli. Ada keraguan untuk ekspansi sehingga berpengaruh ke lowongan kerja baru," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Sabtu (7/5/2022).

Jikapun suatu perusahaan butuh bantuan tenaga baru, Bhima menambahkan, mereka akan lebih memilih untuk menarik pekerja alih daya, paruh waktu atau pegawai-pegawai lama yang sempat diputus kontrak.

"Kalaupun rekrut pegawai akan prioritaskan yang sebelumnya dirumahkan atau di-PHK. Tidak sedikit juga yang memilih untuk merekrut pekerja via outsourcing karena upahnya lebih murah," ungkap dia.

Bhima menilai, indikator kesempatan kerja sejauh ini masih belum menunjukkan titik optimisme.

Itu disebabkan beberapa faktor, seperti tantangan di sektor industri menghadapi naiknya biaya bahan baku dan ongkos produksi. Di sisi lain, pemasukan investasi memang naik, tapi kualitasnya justru menurun.

"Serapan tenaga kerja dari investasi tidak sebesar pra-pandemi. Dan itu masalah serius. Insentif fiskal pemerintah sebaiknya lebih difokuskan ke sektor padat karya," tegasnya.


Pemulihan Ekonomi Indonesia Dihantui 3 Tantangan

Tren pemulihan ekonomi Indonesia di tahun ini masih dibayangi dengan berbagai tantangan. Ekonom sekaligus Kepala Departemen Ekonomi, Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan terdapat tiga tantangan yang harus diwaspadai Indonesia dalam upaya memulihkan ekonomi. Tantangan pertama adalah masih rentannya situasi Covid-19. “Saat ini pandemi sudah mulai memasuki masa endemik, tetapi sifatnya masih riskan dan rentan. Dari sisi nasional, semakin menurunnya antusiasme penduduk Indonesia mendapatkan vaksin, padahal vaksin merupakan hal utama dalam menangani pandemi. Penurunan ini bisa jadi salah satu sumber untuk tetap rentan dalam situasi pandemi,” ujar Yose, dikutip dari kemenkeu.go.id, Jakarta, Rabu (6/4). Yose mengungkapkan tantangan kedua beradaptasi dengan krisis saat ini dan menjadikannya sebagai momentum perubahan. Dalam dua tahun terakhir, transformasi digital terjadi sangat pesat dan Indonesia harus beradaptasi dengan kondisi tersebut. “Namun, masih banyak necessary condition yang masih belum mumpuni jika ingin melakukan transformasi digital secara optimal seperti infrastruktur, skills dan talents, serta literasi pengguna," katanya. Selain itu, penyesuaian kerangka kebijakan juga diperlukan karena kerangka kebijakan ekonomi digital berbeda dengan kerangka kebijakan Indonesia yang masih dalam koridor ekonomi konvensional,” kata Yose.

Tren Perubahan

Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Abdurohman menambahkan tren perubahan yang terjadi secara signifikan saat ini turut diakselerasi oleh adanya pandemi. Begitu pula tren digitalisasi yang meningkat pesat, termasuk di Indonesia.

“Di kawasan ASEAN, transaksi digital Indonesia termasuk yang paling kuat dan masyarakat juga cepat beradaptasi. Pemerintah perlu terus mendorong berbagai infrastruktur untuk mendukung perubahan digital, termasuk investasi di ICT (Information and Communication Technology) yang menjadi prioritas,” ujar Abdurohman.

Tantangan ketiga akselerasi dan perubahan aspirasi terhadap isu lingkungan hidup dan perubahan iklim di tingkat global. Kondisi ini juga mendorong Indonesia untuk bisa ikut beradaptasi.

Abdurohman menyatakan kesadaran akan lingkungan hidup juga tengah mendapat sorotan. Untuk itu, pemerintah juga telah memasukkan agenda ini dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF).

“Selain terus mendorong kesadaran masyarakat akan isu lingkungan, pemerintah juga sudah menangkap tren ini. Draft KEM PPKF yang sedang kita susun juga sudah mulai memasukkan isu lingkungan. Komitmen pemerintah juga terlihat dari berbagai kebijakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” kata Abdurohman. 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya