Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta, mengungkapkan terdapat perbedaan antara politik ekonomi di Pilpres Filipina dan Korea Selatan.
Hal itu disampaikan dalam Diskusi Publik Megawati Institute dengan tema “Politik Ekonomi di Pilpres Filipina dan Korea Selatan”, secara virtual, Selasa (10/5/2022).
Advertisement
Jika dilihat dari sisi konstitusi mengatur masa menjabat Presiden baik di Filipina dan Korea Selatan, sama-sama hanya boleh menjabat 1 periode, tidak seperti Indonesia yang diperbolehkan menjabat hingga 2 periode.
Namun, jika dilihat dari perspektif ekonomi. Pada tahun 1997, Filipina dan Korea Selatan juga sama seperti Indonesia mengalami apa yang disebut krisis ekonomi. Krisis itu pertama datang dari Korea, lanjut ke Thailand, ke Indonesia, dan ke Filipina.
“Jadi, ada problematika situasi yang sama dihadapi yaitu krisis ekonomi asia pada tahun 1997. Kita tahu di Filipina itu proses pemulihan ekonominya after krisis tahun 1997 itu berjalan relatif lambat,” kata Arif.
Di mana jika pertumbuhan ekonomi di Filipina di rata-ratakan 10 tahunan sampai posisi tahun 2020 itu tidak pernah mencapai 7 persen, bahkan sampai dengan tahun 2000 dibawah 5 persen, baru setelah tahun 2000-an bisa mencapai 5 persen.
“Sama seperti halnya Korea Selatan, tapi di Korea Selatan relatif dari sisi PDB per kapita tahun 1997 itu jauh lebih tinggi. Mereka sudah masuk negara maju. Tapi di Filipina posisinya masih lower middle income country,” ujarnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perbandingan Ekonomi Filipina dan Korsel
Bahkan di Korea Selatan saat ini pendapatan perkapitanya sudah lebih dari USD 30.000 per kapita. Maka, jelas dari sisi kualitas ekonomi memang berbeda antara Korea Selatan dan Filipina.
“Ini sudah berlangsung sangat lama, Filipina masuk lower middle income country dan membutuhkan waktu untuk bisa seperti Korea Selatan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama Pengamat Politik Dimas Oky Nugroho, mengatakan Pilpres di dua negara tersebut dianggap memiliki kematangan dan kemapanan demokrasi di Asia yang cukup lama.
“Khususnya Filipina dan Korea Selatan meskipun turun naik, tapi memiliki sejarah politik demokrasi yang khas yang bisa menjadi lesson learn bagi Indonesia karena memiliki beberapa relevansi,” pungkas Dimas.
Advertisement
KPU RI Jadi Pemantau Internasional Pemilu Filipina
Republik Filipina menyelenggarakan Pemilu Nasional dan Lokal pada hari Senin, 9 Mei 2022. Anggota KPU RI Idham Kholik turut hadir menjadi pemantau internasional dan menjadi saksi pada modernisasi pemilu di Filipina yang berdampak positif bagi ekonomi dan stabilitas pemerintahan. Pada pemilu ini, diperebutkan 77 posisi nasional, 18.103 posisi lokal, dengan 55.572 kontestan.
Survei Pulse Asia pada 2019 mengungkapkan bahwa 9 dari 10 orang Filipina menginginkan masa depan pemilu menjadi otomatis berkat kecanggihan alat yang namanya Vote Counting Machine (VCM) yang dapat memindai surat suara dan menerbitkan struk bukti hasil perhitungan suara dari pilihan pemilih di setiap TPSnya.
Seluruhnya ada 106.000 mesin VCM yang disiapkan oleh Smartmatic, sebuah perusahaan alat pemilu canggih yang telah terbukti dalam berbagai pengujian Pilpres di lebih dari 70 negara. Random Manual Acak (RMA) telah menunjukkan akurasi VCM dibandingkan dengan penghitungan manual.
Di Filipina seluruhnya ada 37.000 lebih bilik suara dengan 1.800 pusat konsolidasi dan audit. Dukungan teknologi juga dilakukan untuk daerah yang belum terjangkau internet, yaitu dengan alat yang dapat mentransmisi hasil ke satelit.
Dalam pemilu ini, TPS dibuka mulai jam 6 pagi dan ditutup jam 7 malam dengan jumlah pemilih 67.745.529 orang (dalam negeri), begitu juga untuk overseas voting (pemungutan suara luar negeri) ditutup jam 7 malam dengan 1,7 juta pemilih.
Dalam satu TPS, terdapat beberapa cluster (meja pelayanan pemilih) dan dalam satu barangay (Desa/Kelurahan), terdapat beberapa TPS yang ditentukan berdasarkan besaran populasi pemilih. Sebanyak 37.141 TPS tersebar di seluruh Filipina, sedangkan proses pengumpulan data dan penghitungan suara Pemilu Filipina ini berlangsung 9-16 Mei 2022.
Pelaksanaan pemilu di Filipina ini dipantau langsung oleh tim Penilai Independen Internasional dari 9 negara, dimana Delegasi Indonesia di pimpin oleh Anggota KPU RI Idham Holik, dengan anggota Tenaga Ahli Setjen KPU RI Ali Ridho dan Staf Setjen KPU RI Johan Teguh. Ketiganya dipilih untuk menjadi tim Penilai Kehormatan International dan Independen dari Pemerintah Filipina.
Idham yang juga menggawangi Divisi Teknis Penyelenggaraan di KPU RI mengungkapkan betapa pemilu di Filipina dilakukan sangat cepat, terbuka, demokratis, dan hanya memakan waktu 2 hingga 5 jam saja perolehan suara sudah sampai di pusat dan di rekapitulasi secara penuh sehingga menjadi hasil resmi, jadi tidak membutuhkan waktu berhari-hari dan tidak memakan korban.
Idham juga menyampaikan komitmennya tentang isu-isu kesetaraan gender dalam politik di pemilu dan bagaimana caranya meningkatkan partisipasi perempuan dalam Pemilu yang diharapkan berimplikasi pada meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif/parlemen.
“Ada banyak sekali pengalaman dan kebijakan yang menarik yang bisa dipelajari di Filipina untuk meningkatkan kualitas praktek demokrasi elektoral yang berkeadilan gender”, ujar Idham yang dilantik Presiden Joko Widodo pada 12 April 2022.
Modernisasi pemilu ini meningkatkan kepercayaan nasional dan internasional kepada Filipina dan menjadikan Filipina salah satu negara yang layak di contoh untuk pemungutan suara di Asia.
Menurut dua survei independen, mayoritas pemilih Filipina 89% mempercayai hasil pemilu tahun 2019 dan 90% mereka sangat puas dengan sistem pemilihan otomatis. Kredibilitas dan peringkat kepuasan COMELEC, KPUnya Filipina melonjak ke rekor tertinggi dalam sejarah ke angka 74%.
Sore harinya pada pukul 17.00 waktu Filipina setelah mengamati proses Pemungutan suara di beberapa TPS, Idham bertemu dengan Presiden Senat Filipina, Sir Vicente Sotto III, didampingi oleh House Speaker of the House of Representatives.
Pertemuan tersebut membahas proses rekapitulasi suara (canvassing) yang akan dimulai pada pukul 19.00 waktu setempat sampai dengan 5 hari berikutnya.
Sebagai tambahan, Comelec (KPU Filipina) tidak mentabulasi /merekapitulasi hasil perolehan suara (canvassing) pemilu presiden dan wakil presiden, tetapi Kongres (Senator dan DPR) yang merekapitulasi dan menetapkan hasil Pemilu tersebut.
Saat ini protes pemilu turun drastis, di mana ada ribuan protes yang diajukan setelah pemilihan manual sebelum tahun 2010 ke Majelis Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat atau House of Representatives Electoral Tribunal (HRET).
Pada tahun 2013, jumlah protes elektoral turun menjadi 37, dan pada 2016 hanya 28. Pada tahun 2019, jumlah protes turun menjadi hanya 20, dan ini pencapaian luar biasa yang dicapai dalam waktu kurang dari satu dekade.
Kekerasan terkait pemilu juga menurun drastis sejak teknologi mulai ada digunakan pada tahun 2010. Pada tahun 2010, terdapat 176 kasus kekerasan yang dilaporkan, peningkatan besar atas ratusan kasus yang pemilu manual yang terus-menerus terganggu.
Pada 2019, Philippine National Police (PNP) melaporkan hanya ada 43 kasus terkait pemilu. Kekerasan, menurun 60% dari 2016. Departemen Pendidikan juga telah melaporkan lebih sedikit insiden kekerasan terhadap guru yang menjabat sebagai pekerja pemungutan suara.
Efek positif juga langsung dirasakan pada sektor perekonomian, setelah modernisasi pemilu pertama pada tahun 2010, Filipina Bursa Efek atau The Philippine Stock Exchange, Inc. (PSEi) membukukan keuntungan 3,85% dan Peso Filipina naik 1% terhadap dolar.
Pasca Pilkada 2016, PSEI naik 221 poin (3,09%) ditutup pada 7.369. Itu akhirnya akan melampaui 7.500, didukung oleh euforia dari pemilu damai. Investor menyambut pemilu 2016 yang umumnya damai dan tertib.