Liputan6.com, Jakarta - Laporan dari The Wall Street Journal mengungkap bagaimana suasana bekerja di platform video paling populer di dunia saat ini, TikTok.
Berdasarkan sumber mantan karyawan TikTok, terungkap para karyawan TikTok biasanya bekerja dalam waktu kerja yang sangat panjang di lingkungan kerja penuh tekanan.
Advertisement
Laporan tersebut juga menjelaskan adanya diskoneksi budaya antara TikTok cabang Amerika Serikat dan Tiongkok.
Mengutip The Verge, Rabu (11/5/2022), karyawan TikTok yang bekerja di kantor Los Angeles menyebut, para karyawan mengalami kondisi kurang tidur karena terus bekerja lembur dan menghadiri pertemuan online dengan rekan kerja yang berlokasi di Tiongkok.
Laporan The Wall Street Journal juga menyebut, beberapa karyawan TikTok menghabiskan sekitar 85 jam per minggu untuk rapat dan perlu meluangkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Selain itu, karena hari Minggu di Amerika Serikat sudah masuk hari Senin di Tiongkok, banyak pekerja melaporkan harus bekerja di akhir pekan.
Menurut The Wall Street Journal, lingkungan kerja ini berdampak pada kesejahteraan dan kesehatan emosional karyawan. Seorang karyawan mengatakan, dirinya keluar dari pekerjaan semalaman setelah menunjukkan bukti kepada bosnya bahwa ada "kondisi yang berpotensi mengancam jiwa."
Mantan Manager Produk Senior TikTok AS lainnya, Melody Chu, menulis di blog Medium-nya bahwa ia sering bekerja hingga larut malam untuk meeting dengan rekan-rekannya di Tiongkok.
Keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadinya membuatnya jadi kurang tidur hingga mengalami penurunan berat badan.
Chu mengatakan, dirinya harus mencari konseling pernikahan karena ia tak bisa menghabiskan waktu bersama suaminya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
**Pantau arus mudik dan balik Lebaran 2022 melalui CCTV Kemenhub dari berbagai titik secara realtime di tautan ini
Tekanan Kerja
Disebutkan WSJ, beberapa karyawan menggambarkan tekanan besar agar bisa mengikuti rekan kerja lainnya, terutama dengan karyawan TikTok di kantor Tiongkok.
TikTok disebut-sebut memiliki beberapa tim yang bergegas untuk menyelesaikan proyek yang sama di Tiongkok. Hal ini pun mendorong karyawan di AS menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, sekaligus membuat adanya frustasi di kalangan karyawan.
Mantan karyawan lainnya, Lucas Ou-Yang mencuit di Twitter, dirinya tahu ada 10 manajer produk yang berhenti dari TikTok setelah setahun bekerja di perusahaan Tiongkok itu, karena perusahaan mengharapkan mereka mengikuti jadwal rekan kerja di Tiongkok. Padahal, ada perbedaan waktu antara AS dengan Tiongkok.
Beberapa informasi dalam laporan WSJ ini bukanlah hal baru. Tahun lalu, CNBC melaporkan adanya jadwal kerja "996" yang diadopsi perusahaan-perusahaan Tiongkok. Jam kerja ini artinya karyawan bekerja dari pukul 09.00 hingga 21.00, selama enam hari per minggu.
Pemerintah Tiongkok sudah melarang praktik jam kerja tersebut. Sementara, ByteDance, induk usaha TikTok menetapkan jam kerja 63 jam per minggu yang terdiri dari jam 10 pagi hingga jam 7 malam, lima hari seminggu.
Tidak jelas apakah jadwal ini diterapkan di luar Tiongkok, namun WSJ menyebut, "banyak karyawan mengatakan jam kerja yang lebih lama tetap diharapkan."
Advertisement
Dilarang di Afghanistan
Terlepas dari itu, sebelumnya Taliban dikabarkan telah melarang dua aplikasi yang populer di dunia saat ini yaitu platform berbagi video TikTok, serta game seluler PUBG Mobile, di Afghanistan.
Dalam pernyataannya pekan lalu, seperti mengutip NDTV, Kamis (28/4/2022), Taliban mengatakan pelarangan ini dilakukan karena kedua aplikasi ini "menyesatkan generasi muda."
Dibertakan kantor berita ANI, Taliban sudah meminta kementerian telekomunikasinya untuk melakukan pemblokiran pada TikTok dan PUBG Mobile.
Mereka juga dilaporkan sudah meminta kementerian untuk berhenti menyiarkan "materi tidak bermoral" di saluran televisi, meski menurut ANI, sudah tidak ada lagi acara lain di TV selain berita dan program keagamaan.
Diketahui, sejak kembali berkuasa pada bulan Agustus tahun lalu, Taliban sudah melarang musik, film, dan sinetron. Aplikasi seluler menjadi populer di kalangan warga Afganistan, mengingat semakin sedikitnya hiburan.
Mengutip NME, Bloomberg melaporkan keputusan Taliban untuk melarang PUBG Mobile dan TikTok ditetapkan dalam pertemuan kabinet tanggal 20 April 2022 lalu.
Dianggap Sesatkan Generasi Muda
Deputi Juru Bicara Afganistan, Inamullah Samangani, juga telah mengonfirmasi soal pelarangan kedua aplikasi tersebut dalam sebuah cuitan di Twitter.
Samangani mengatakan, PUBG Mobile dan TikTok telah diblokir di negara itu karena dianggap "menyesatkan generasi muda" dan "mempublikasikan materi dan program yang tidak bermoral."
Samangani dalam sebuah wawancara via telepon juga menambahkan, konten TikTok "tidak konsisten dengan hukum Islam."
Selain itu menurutnya, Taliban juga mengklaim telah menerima banyak keluhan tentang "bagaimana aplikasi TikTok dan gim PUBG Mobile membuang-buang waktu seseorang."
"Kementerian komunikasi dan teknologi informasi diperintahkan untuk menghapus aplikasi dari server internet dan membuatnya tidak dapat diakses oleh semua orang di Afghanistan," kata Samangani.
Dilaporkan Bloomberg, laporan DataReportal 2022 tentang Afganistan menyebutkan, tingkat penetrasi internet di negara itu mencapai 22,9 persen pada awal tahun ini.
Ini berarti, ada 9,23 juta pengguna internet di Afghanistan, per Januari 2022.
BBC melaporkan, sejak berkuasa tahun lalu, kelompok ultrakonservatif telah menghentikan rencana untuk membiarkan anak perempuan bersekolah di sekolah dasar, dan melarang perempuan tampil di drama televisi.
Dewan Keamanan PBB telah menyatakan keprihatinan mendalam terkait keputusan penguasa Taliban di Afghanistan yang tidak memberi akses pendidikan sekolah menengah bagi anak perempuan.
(Tin/Ysl)
Advertisement