Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi rawan koreksi pada perdagangan saham Kamis (12/5/2022).
Analis PT BNI Sekuritas, Andri Siregar menuturkan, tren melemah selama IHSG di bawah 6.995 berpeluang rawan koreksi setelah gagal ditutup di atas gap 6.897. “Indikator MACD bearish, stochastic oversol dan dominan sell power,” ujar Andri dalam risetnya, Kamis, 12 Mei 2022.
Advertisement
Ia menuturkan, selama IHSG di bawah 6.995 berpeluang menuju 6.747, 6.662, dan 6.584. Untuk level support IHSG 6.798,6.747, 6.709,6.662 dan resistance di 6.838,6.875,6.906,6.954. “Perkiraan range 6.760-6.900,” kata dia.
Selain itu, dalam riset PT BNI Sekuritas menyebutkan bursa regional berpotensi melemah pada Kamis, 12 Mei 2022. Hal ini mengikuti penurunan signifikan yang dicatat oleh bursa saham Amerika Serikat semalam.
Kemarin sebagian besar bursa Asia Pasifik mencatat penguatan meski China rilis data inflasi yang mencapai 2,1 persen YoY pada April 2022 di atas harapan 1,8 persen YoY.
Untuk saham yang dapat dicermati pelaku pasar, PT BNI Sekuritas memilih saham antara lain PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Ace Hardware Tbk (ACES).
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penutupan Wall Street pada 11 Mei 2022
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Rabu, 11 Mei 2022 menyusul investor terus mencerna data inflasi AS yang terbaru.
Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 326,63 poin menjadi 31.834,11 atau 1,02 persen. Indeks S&P 500 tergelincir 1,65 persen menjadi 3.935,18. Indeks Nasdaq susut 3,18 persen menjadi 11.364,24.
Selama sesi perdagangan, indeks S&P 500 menyentuh level terendah baru dalam 52 minggu pada posisi 3.928,82. Indeks acuan utama juga ditutup pada level terendah 2022. Indeks S&P 500 merosot lebih dari 18 persen dari level tertinggi dalam 52 minggu dan turun lebih dari 17 persen sejak awal 2022.
Pergerakan wall street pada Rabu pekan ini terjadi setelah Dow Jones melemah dalam empat hari berturut-turut.
“Semua orang ingin energi, makanan dan biaya tenaga kerja turun, tetapi pada saat yang sama, mekanisme kami untuk melakukannya adalah menaikkan suku bunga,” ujar Susan Schmidt dari Aviva Investors, mengutip dari CNBC, Kamis, 12 Mei 2022.
Saham teknologi berjuang pada Rabu pekan ini dan menahan kenaikan untuk indeks Nasdaq. Saham Meta Platforms, Apple, Salesforce dan Microsoft masing-masing turun sekitar 4,5 persen, 5,2 persen, 3,5 persen dan 3,3 persen.
Hal ini seiring investor kembali keluar dari sektor saham growth atau pertumbuhan. Sektor teknologi dan konsumsi turun lebih dari tiga persen sehingga menyeret turun indeks S&P 500.
Advertisement
Gerak Saham di Wall Street
Sementara itu, Visa dan Merck menjadi saham dengan kinerja terbaik di Dow Jones. Sementara itu, sebagian besar sektor saham merosot ke wilayah negatif. Sektor saham energi naik 1,4 persen. Utilitas juga berjuang untuk tetap positif ditutup naik sekitar 0,8 persen. Sedangkan sektor saham material mendatar.
Indeks harga konsumen pada April menunjukkan lonjakan 8,3 persen lebih tinggi dari kenaikan 8,1 persen yang diharapkan oleh ekonom yang disurvei Dow Jones. Lonjakan harga tetap di dekat kecepatan tertinggi dalam 40 tahun di 8,5 persen pada Maret.
Inflasi inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi naik 6,2 persen dibandingkan harapan 6 persen. Secara bulanan, indeks harga konsumen utama naik 0,3 persen dan inti bertambah 0,6 persen. Ini menunjukkan inflasi mungkin memuncak tetapi tekanan harga kemungkinan akan bertahan.
Tidak semua analis yakin data menunjukkan inflasi telah mencapai puncaknya.
“Dengan tingkat tahunan yang turun dari 8,5 persen menjadi 8,3 persen mungkin tergoda untuk mengatakan kami telah melihat puncaknya, tetapi kami juga telah melihat hal beda sebelumnya seperti yang terjadi Agustus lalu,” ujar Chief Financial Analyst Bankrate, Greg McBride.
Inflasi AS Jadi Perhatian
Beberapa analis melihat data sebagai tanda the Federal Reserve atau bank sentral AS berada di belakang kurva dalam mengendalikan inflasi yang dapat memberi tekanan kepada bank sentral untuk bertindak lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter.
Sementara itu, kenaikan harga telah menjadi perhatian utama terutama karena the Fed menaikkan suku bunga dan memangkas neraca untuk mengatasi inflasi. Setelah rilis data, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun kembali melonjak di atas angka 3 persen dan merosot menjadi 2,93 persen.
“Reaksi pasar negatif awal terhadap angka inflasi benar-benar dapat dimengeri, tetapi karena harga terus naik, AS berada di ambang krisis biaya hidup,” ujar Chief Economic Advisor Allianz, Mohamed El-Erian.
Ia menambahkan, hanya masalah waktu hingga berbicara tentang krisis biaya hidup dan ini yang terjadi. “Semua orang fokus pada angka, itu bisa dimengerti tetapi lihat intinya 6,2 persen dan lihat komposisi inflasi yang menunjukkan ada banyak pendorong sekarang. Ini bukan lagi masalah hanya tentang perang Ukraina, ini adalah proses inflasi berbasis luas yang telah ditinggalkan oleh The Fed secara besar-besaran,” kata dia.
Dari sisi pendapatan, saham Coinbase merosot 26,4 persen setelah merilis hasil kuartalan terbaru. Investor menantikan laporan dari Walt Disney, Rivian dan Beyond Meat.
Advertisement