Liputan6.com, Jakarta - Raksasa minyak Saudi Aramco pada Rabu, 11 Mei 2022 melampaui Apple sebagai perusahaan paling berharga dan kapitalisasi pasar perusahaan terbesar di dunia.
Melansir CNBC,Kamis (12/5/2022) valuasi pasar Saudi Aramco hanya di bawah USD 2,43 triliun atau sekitar Rp 35.394 triliun (asumsi kurs Rp 14.565 per dolar AS) pada Rabu, menurut FactSet.
Advertisement
Sedangkan, Apple turun lebih dari 5 persen selama perdagangan di Amerika Serikat (AS) pada Rabu, sekarang bernilai USD 2,37 triliun atau sekitar Rp 34.531 triliun.
Sementara itu, saham dan harga energi telah meningkat karena investor menjual saham di beberapa industri, termasuk teknologi, di tengah kekhawatiran lingkungan ekonomi yang memburuk. Apple telah jatuh hampir 20 persen sejak puncaknya USD 182,94 pada 4 Januari.
Langkah ini sebagian besar simbolis, tetapi ini menunjukkan bagaimana pasar bergeser ketika ekonomi global bergulat dengan kenaikan suku bunga, inflasi, dan masalah rantai pasokan. Saham Aramco naik lebih dari 27 persen sejauh ini pada 2022.
Pada Maret, raksasa minyak tersebut melaporkan laba setahun penuhnya tahun lalu meningkat lebih dari dua kali lipat karena melonjaknya harga minyak. Apple melewati Saudi Aramco untuk menjadi perusahaan paling berharga di dunia pada 2020.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penutupan Wall Street pada 11 Mei 2022
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Rabu, 11 Mei 2022 menyusul investor terus mencerna data inflasi AS yang terbaru.
Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 326,63 poin menjadi 31.834,11 atau 1,02 persen. Indeks S&P 500 tergelincir 1,65 persen menjadi 3.935,18. Indeks Nasdaq susut 3,18 persen menjadi 11.364,24.
Selama sesi perdagangan, indeks S&P 500 menyentuh level terendah baru dalam 52 minggu pada posisi 3.928,82. Indeks acuan utama juga ditutup pada level terendah 2022. Indeks S&P 500 merosot lebih dari 18 persen dari level tertinggi dalam 52 minggu dan turun lebih dari 17 persen sejak awal 2022.
Pergerakan wall street pada Rabu pekan ini terjadi setelah Dow Jones melemah dalam empat hari berturut-turut.
“Semua orang ingin energi, makanan dan biaya tenaga kerja turun, tetapi pada saat yang sama, mekanisme kami untuk melakukannya adalah menaikkan suku bunga,” ujar Susan Schmidt dari Aviva Investors, mengutip dari CNBC, Kamis, 12 Mei 2022.
Saham teknologi berjuang pada Rabu pekan ini dan menahan kenaikan untuk indeks Nasdaq. Saham Meta Platforms, Apple, Salesforce dan Microsoft masing-masing turun sekitar 4,5 persen, 5,2 persen, 3,5 persen dan 3,3 persen. Hal ini seiring investor kembali keluar dari sektor saham growth atau pertumbuhan. Sektor teknologi dan konsumsi turun lebih dari tiga persen sehingga menyeret turun indeks S&P 500.
Advertisement
Gerak Saham di Wall Street
Sementara itu, Visa dan Merck menjadi saham dengan kinerja terbaik di Dow Jones. Sementara itu, sebagian besar sektor saham merosot ke wilayah negatif. Sektor saham energi naik 1,4 persen. Utilitas juga berjuang untuk tetap positif ditutup naik sekitar 0,8 persen. Sedangkan sektor saham material mendatar.
Indeks harga konsumen pada April menunjukkan lonjakan 8,3 persen lebih tinggi dari kenaikan 8,1 persen yang diharapkan oleh ekonom yang disurvei Dow Jones. Lonjakan harga tetap di dekat kecepatan tertinggi dalam 40 tahun di 8,5 persen pada Maret.
Inflasi inti yang tidak termasuk harga makanan dan energi naik 6,2 persen dibandingkan harapan 6 persen. Secara bulanan, indeks harga konsumen utama naik 0,3 persen dan inti bertambah 0,6 persen. Ini menunjukkan inflasi mungkin memuncak tetapi tekanan harga kemungkinan akan bertahan.
Tidak semua analis yakin data menunjukkan inflasi telah mencapai puncaknya.
“Dengan tingkat tahunan yang turun dari 8,5 persen menjadi 8,3 persen mungkin tergoda untuk mengatakan kami telah melihat puncaknya, tetapi kami juga telah melihat hal beda sebelumnya seperti yang terjadi Agustus lalu,” ujar Chief Financial Analyst Bankrate, Greg McBride.
Data Inflasi Jadi Perhatian
Beberapa analis melihat data sebagai tanda the Federal Reserve atau bank sentral AS berada di belakang kurva dalam mengendalikan inflasi yang dapat memberi tekanan kepada bank sentral untuk bertindak lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter.
Sementara itu, kenaikan harga telah menjadi perhatian utama terutama karena the Fed menaikkan suku bunga dan memangkas neraca untuk mengatasi inflasi. Setelah rilis data, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun kembali melonjak di atas angka 3 persen dan merosot menjadi 2,93 persen.
“Reaksi pasar negatif awal terhadap angka inflasi benar-benar dapat dimengeri, tetapi karena harga terus naik, AS berada di ambang krisis biaya hidup,” ujar Chief Economic Advisor Allianz, Mohamed El-Erian.
Ia menambahkan, hanya masalah waktu hingga berbicara tentang krisis biaya hidup dan ini yang terjadi. “Semua orang fokus pada angka, itu bisa dimengerti tetapi lihat intinya 6,2 persen dan lihat komposisi inflasi yang menunjukkan ada banyak pendorong sekarang. Ini bukan lagi masalah hanya tentang perang Ukraina, ini adalah proses inflasi berbasis luas yang telah ditinggalkan oleh The Fed secara besar-besaran,” kata dia.
Dari sisi pendapatan, saham Coinbase merosot 26,4 persen setelah merilis hasil kuartalan terbaru. Investor menantikan laporan dari Walt Disney, Rivian dan Beyond Meat.
Advertisement