Liputan6.com, Jakarta - Stablecoin milik Terra, yaitu Terra USD (UST) saat ini tengah menjadi sorotan dalam dunia kripto. Hal itu terjadi karena harga UST terus merosot, padahal koin itu melabeli dirinya sebagai Stablecoin. Harga UST sempat jatuh hingga di bawah USD 0,50 atau sekitar Rp 7.285.
Jika dibandingkan dengan Stablecoin lainnya seperti USDT, USDC, dan BUSD, mereka masih bisa bertahan stabil di tengah kondisi pasar kripto yang semakin memburuk. Lantas apa penyebab harga Stablecoin UST bisa terperosok sangat dalam?
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono menjelaskan, dalam mekanisme algoritmik Stablecoin UST, Luna Foundation Guard menjadikan LUNA sebagai penopang sebagian besar nilai UST. Hal inilah yang menjadikan harga LUNA sangat terpengaruh oleh penurunan UST yang sangat dramatis di pekan ini.
Baca Juga
Advertisement
"Sebenarnya penurunan ini terkait juga dengan adanya attack dari 'oknum' yang memanfaatkan kelemahan dari mekanisme yang Terra punya. Kelemahan dari Terra LUNA adalah soal 'death spiral'," ujar Afid kepada Liputan6.com, Kamis (12/5/2022).
Mudahnya “death spiral” ini ada 3 fase, pertama pasar beruang yang lebih luas menyebabkan Luna Coin turun nilainya. Kedua pemegang USD takut akan peg break dan menjual UST mereka. Ketiga lebih banyak Luna yang dicetak, menyebabkan penurunan harga lebih lanjut. Ketiga fase itu berulang yang disebut “death spiral”.
Afid juga menyebutkan, pendiri Terra, Do Kwon pun mengakui model Stablecoin ini hadir dengan beberapa pengorbanan.
"Memang koin sangat terdesentralisasi, namun dibandingkan dengan koin seperti Tether, ia menghadapi beberapa masalah stabilitas harga, terutama jika sistemnya berada di bawah tekanan," ujar Afid.
Jika terlalu banyak orang yang mencoba menebus UST mereka sekaligus, 'death spiral' hipotetis dapat terjadi dengan token LUNA yang dipasangkan dengannya. Nilai LUNA akan mulai runtuh karena lebih banyak token dicetak untuk memenuhi permintaan pengguna.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hubungan dengan UST
LUNA memiliki hubungan mutual dengan UST. Setiap ada UST diterbitkan, ada supply LUNA yang diburn, begitu pula sebaliknya.
“Konsepnya UST mint > Luna Burn dan UST Burn > Luna Mint,” tutur Afid.
Menurut Afid, seharusnya secara algoritma, ketika harga UST jatuh, ada UST yang diburn dan LUNA yang diterbitkan. Nilai Terra LUNA bisa turun, jika TerraUSD dianggap tidak stabil.
"Jadi jika LFG mau kembalikan lagi ke peg-nya itu UST USD 1, mau tidak mau dia mesti burn UST yang supply-nya berlimpah, dan efeknya supply LUNA semakin banyak, otomatis harga LUNA akan terus anjlok sampe UST bisa stabil ke USD 1 lagi,” kata Afid.
Faktor lain yang membuat amblesnya harga UST yaitu gagalnya strategi membackup atau menjaminkan UST dengan Bitcoin belum berdampak positif. Sejak 7 Mei lalu, tercatat ada sosok whale mulai membuang UST senilai USD 285 juta menyebabkannya turun menjadi USD 0,98 dan LUNA turun ke level terendah tiga bulan terakhir sebesar USD 61,00.
Pengelola UST, Luna Foundation Guard (LFG) lalu mengerahkan Bitcoin senilai USD 1,5 miliar pada 9 Mei sebagai sarana untuk menambahkan likuiditas. LFG juga meminjamkan dan 750 juta token UST untuk mengakumulasi BTC. Namun, langkah tidak berhasil, sehingga UST dan LUNA malah terperosok lebih dalam.
Advertisement
Bitcoin Merosot di Bawah Rp 394,3 Juta Pertama Kali Sejak 16 Bulan Terakhir
Sebelumnya, Bitcoin merosot di bawah USD 27.000 atau sekitar Rp 394,3 juta pada Kamis untuk pertama kalinya dalam lebih dari 16 bulan, karena pasar cryptocurrency memperpanjang kerugian mereka di tengah kekhawatiran kenaikan inflasi dan runtuhnya proyek Stablecoin yang kontroversial.
Dilansir dari CNBC, Kamis (12/5/2022), harga Bitcoin jatuh ke level USD 26.595,52, menurut data Bitstamp. Itu menandai pertama kalinya Bitcoin tenggelam di bawah level USD 27.000 sejak 30 Desember 2020.
Ethereum, cryptocurrency terbesar kedua, merosot ke level USD 1.789 per koin. Ini adalah pertama kalinya token jatuh di bawah angka USD 2.000 sejak Juli 2021.
Banyak investor melarikan diri dari cryptocurrency pada saat pasar saham telah jatuh dari puncak pandemi COVID-19 di tengah kekhawatiran akan melonjaknya harga dan prospek ekonomi yang memburuk.
Data inflasi AS yang dirilis Rabu menunjukkan harga barang dan jasa melonjak 8,3 persen pada April, lebih tinggi dari perkiraan analis dan mendekati level tertinggi dalam 40 tahun.
Hal lain yang kini membebani pikiran investor kripto adalah kejatuhan protokol stablecoin Terra. Terra USD, atau UST, seharusnya merefleksikan nilai dolar, tetapi anjlok menjadi kurang dari USD 0,30 pada Rabu, mengguncang kepercayaan investor pada apa yang disebut ruang keuangan terdesentralisasi.
Stablecoin sering dinilai seperti rekening bank di dunia kripto yang tidak diatur. Investor kripto sering beralih ke stablecoin untuk keamanan pada saat volatilitas di pasar. Namun, UST, sebuah stablecoin “algoritmik” yang didukung oleh kode daripada uang tunai yang disimpan dalam cadangan layaknya Stablecoin umumnya.
UST telah berjuang untuk mempertahankan nilai yang stabil karena pemegangnya telah lari keluar secara massal.
Kekhawatiran Investor
Pada Kamis pagi, UST diperdagangkan sekitar USD 0,62, masih jauh di bawah target USD 1,00. Luna, token Terra lain yang memiliki harga mengambang dan dimaksudkan untuk menyerap guncangan harga UST, menghapus 97 persen nilainya dalam 24 jam dan terakhir hanya bernilai USD 0,30, lebih rendah dari UST.
Investor takut tentang implikasinya terhadap Bitcoin. Luna Foundation Guard didirikan oleh pencipta Terra Do Kwon telah mengumpulkan tumpukan Bitcoin bernilai miliaran dolar untuk membantu mendukung UST pada saat krisis.
Ketakutannya adalah Luna Foundation Guard akan menjual sebagian besar kepemilikan Bitcoinnya untuk menopang stablecoinnya yang sedang terpuruk. Itu pertaruhan yang berisiko, paling tidak karena Bitcoin itu sendiri merupakan aset yang sangat fluktuatif.
Di sisi lain ada hal yang menambah ketakutan investor pada Kamis yaitu penurunan nilai Tether, stablecoin terbesar di dunia. Tether pada satu titik tergelincir di bawah USD 0,99. Para ekonom telah lama khawatir tether mungkin tidak memiliki jumlah cadangan yang diperlukan untuk meningkatkan patok dolarnya jika terjadi penarikan massal.
Advertisement