Liputan6.com, Jakarta - Harga para mata uang kripto tengah anjlok. Bitcoin kini bahkan sudah merosot ke bawah US$ 30 ribu. Tak hanya Bitcoin, nasib Ethereum, Solana, hingga Ripple juga tidak jauh berbeda.
Para miliarder kripto juga terdampak berat. Salah satunya founder Binance dan Coinbase.
Baca Juga
Advertisement
Menurut laporan Fortune, Kamis (12/5/2022), Brian Armstrong memiliki US$ 13,7 miliar pada November 2021. Baru setengah tahun, kini hartanya berkurang hingga US$ 11,5 miliar (Rp 168 triliun), dan saat ini menjadi US$ 2,2 miliar.
Pemicunya adalah penjualan berbagai aset kripto, mulai dari Bitcoin hingga Ethereum. Valuasi pasar dari Coinbase lantas menurun.
Coinbase merupakan bursa kripto terbesar di Amerika Serikat. Melalui Twitter, Brian Armstrong menegaskan tidak ada kebangkrutan.
"Dana-dana kalian aman di Coinbase, seperti biasanya," ujar Armstrong.
Ia pun menyinggung aturan SAB 121 dari Securities and Exchange Commission (SEC) yang berisi tentang perlindungan aset kripto milik konsumen yang berada di sebuah platform.
Bagaimana Binance?
Armstrong tidak sendirian. CEO dari bank merchant kripto Galaxy Digital, yakni Michael Novogratz, juga mengalami penurunan kekayaan. Pada awal November, ia memiliki US$ 8,5 miliar, kini menjadi US$ 2,5 miliar.
Novogratz adalah pendukung "stablecoin" TerraUSD yang harganya juga kolaps. Luna yang berada di jaringan Terra Network mengalami hal serupa. Terra Network dikembangkan di Korea Selatan.
Bagaimana dengan Binance? Changpeng Zhao (CZ) muncul di indeks orang terkaya Bloomberg pada Januari 2022 dengan kekayaan US$ 96 miliar (Rp 1.400 triliun). Kini hartanya telah berkurang hingga US$ 84,4 miliar (Rp 1.236 triliun) hingga menjadi US$ 11,2 miliar.
(Asumsi kurs US$ 1: Rp 14.642)
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga Kripto Luna Coin Kini Hanya Rp 4.544, Semula Rp 1,7 Juta
Sebelumnya, Crypto Liputan6.com melaporkan token jaringan Terra, LUNA Coin, terperosok sangat dalam pada perdagangan Kamis, 12 Mei 2022. Harga LUNA diperdagangkan di bawah USD 1,00 bahkan, tepatnya USD 0,3118 atau sekitar Rp 4.544 harga terendahnya sejak September 2021.
Sebelumnya LUNA sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang masa (ATH) pada 5 April 2022 menurut data dari athcoinindex.com. Pada saat itu, LUNA menyentuh harga USD 119,18 atau sekitar Rp 1,7 juta.
Dengan koreksi LUNA yang sangat dalam, kini kripto tersebut melorot ke urutan 64 di Coinmarketcap, yang sebelumnya masuk 10 besar.
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono menjelaskan penurunan harga LUNA ini sangat terpengaruh oleh faktor peg atau berkurangnya nilai dari stablecoin asli jaringan Terra, UST. Stablecoin UST turun ke level USD 0,70 pada perdagangan Kamis, sempat USD 0,30 dan terendah sepanjang masa.
Afid menambahkan, anjloknya harga LUNA terjadi setelah jumlah UST yang dikelola platform Decentralized Finance, Anchor amblas dari USD 14 miliar ke USD 8 miliar.
“Selain itu, anjloknya nilai Bitcoin, yang merupakan reserve asset dari UST, ditengarai ikut menjadi biang kerok atas penurunan tajam LUNA,” kepada Liputan6.com, Kamis (12/5/2022).
Kejadian ini membuat pelaku pasar khawatir dan ragu atas kondisi pasar stablecoin dan pasar kripto pada umumnya yang terlalu volatil untuk saat ini.
“Ketakutan ini pun semakin bertambah setelah Menteri Keuangan AS, Janet Yellen dan The Fed kompak mengatakan bahwa stablecoin adalah risiko besar yang mengancam sektor keuangan,” jelas Afid.
Keberhasilan ekosistem Terra didasarkan pada adopsi UST sebagai Stablecoin, oleh karena itu token LUNA dan UST terkait erat. LUNA berinvestasi di UST dan kehilangan uang karena permintaan UST meningkat. Setelah peningkatan seperti Columbus-5, pasokan LUNA dapat menjadi sangat deflasi dalam jangka panjang.
Advertisement
Masih Optimistis?
Perusahaan hedge fund kripto, Arca adalah salah satu dari banyak kemungkinan menderita dampak yang cukup besar dari keruntuhan yang tiba-tiba dan dramatis dari Stablecoin bertenaga LUNA yaitu Terra USD (UST).
Perusahaan, yang mengelola aset USD 500 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun, mengatakan kepada mitra terbatasnya dalam sebuah catatan yang dikirim pada Selasa, mereka percaya Stablecoin UST yang tertatih-tatih pada akhirnya akan mendapatkan kembali pasaknya dan menyimpulkan situasi tersebut akan menciptakan peluang pembelian.
Arca mengatakan dalam catatan itu pihaknya mengadakan pertemuan komite investasi dan risiko untuk membahas situasi tersebut. Pada Senin malam, UST telah jatuh ke level terendah kisaran USD 0,63 dan LUNA diperdagangkan pada USD 24,60.
Adapun pada Kamis (12/5/2022) UST masih mendekam di bawah USD 1,00 tepatnya pada USD 0,82 dan LUNA telah merosot di bawah USD 1,15.
CEO Arca Rayne Steinberg menulis kepada investor pada Selasa, pihaknya percaya UST akan bisa mengembalikan nilainya.
"Setelah analisis ini, kami merasa, dan terus merasa, bahwa UST pada akhirnya akan mempertahankan pasaknya dan sejumlah peluang menarik telah tersedia," tulis Steinberg, dikutip dari CoinDesk, Kamis (12/5/2022).
"Misalnya, kami dapat membeli UST dengan diskon signifikan untuk DYF (Digital Yield Fund) dan kemudian menyetor dengan FTX yang membayar 100 persen APY (hasil persentase tahunan) mengingat ketidakseimbangan pembeli dan penjual selama ketakutan puncak,” lanjut dia.
“Kami memiliki pengalaman yang signifikan dalam situasi tertekan dari 2008/2009 hingga dan termasuk SUSHI dan LEO (Bitfinex) dalam beberapa tahun terakhir,” tulis Steinberg dalam catatan tersebut, merujuk pada krisis masa lalu.
“Kami menyambut peluang ini untuk menjadi pembeli ketika orang lain ketakutan," ujar dia.
Bitcoin Merosot
Bitcoin merosot di bawah USD 27.000 atau sekitar Rp 394,3 juta pada Kamis untuk pertama kalinya dalam lebih dari 16 bulan, karena pasar cryptocurrency memperpanjang kerugian mereka di tengah kekhawatiran kenaikan inflasi dan runtuhnya proyek Stablecoin yang kontroversial.
Dilansir dari CNBC, Kamis (12/5), harga Bitcoin jatuh ke level USD 26.595,52, menurut data Bitstamp. Itu menandai pertama kalinya Bitcoin tenggelam di bawah level USD 27.000 sejak 30 Desember 2020.
Ethereum, cryptocurrency terbesar kedua, merosot ke level USD 1.789 per koin. Ini adalah pertama kalinya token jatuh di bawah angka USD 2.000 sejak Juli 2021.
Banyak investor melarikan diri dari cryptocurrency pada saat pasar saham telah jatuh dari puncak pandemi COVID-19 di tengah kekhawatiran akan melonjaknya harga dan prospek ekonomi yang memburuk.
Data inflasi AS yang dirilis Rabu menunjukkan harga barang dan jasa melonjak 8,3 persen pada April, lebih tinggi dari perkiraan analis dan mendekati level tertinggi dalam 40 tahun.
Advertisement