Liputan6.com, Jakarta Harga CPO yang merangkak naik dipasar global, telah menyebabkan banyak distorsi (tekanan) diperkebunan kelapa sawit, seperti naiknya sarana dan prasarana produksi,dan Bahan Bakar Minyak (BBM), yang turut menaikkan biaya produksi CPO.
Secara singkat, setiap adanya kenaikan harga CPO dunia, secara nyata turut menaikkan harga produksi CPO di Indonesia. Alhasil, windfall profit (keuntungan lebih) yang didapatkan perkebunan kelapa sawit, juga harus diteruskan untuk membayar pupuk, BBM dan sarana produksi lainnya dengan harga yang mahal.
Advertisement
Selain itu, sebagai pengolahan, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat, maka pembelian hasil panen (Tandan Buah Segar/TBS) milik petani, juga harus dibeli dengan harga yang lebih mahal atau disesuaikan dengan harga CPO global sesuai aturan Kementerian Pertanian melalui dinas perkebunan setempat.
“Jadi, tidak semua windfall profit yang didapatkan. dari naiknya harga jual CPO, dinikmati perusahaan perkebunan kelapa sawit saja, melainkan akan terbagi-bagi disepanjang mata rantai produksi CPO,” papar Ketua Keluarga Alumni Institut Pertanian (Kainstiper) Prayitno PS dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Sebab itu, pemahaman akan bisnis CPO Indonesia harus dapat terdistribusi dengan baik di semua aparatur pemerintah yang mengurus sektor perdagangan minyak sawit.
Adanya kenaikan harga dipasar global yang berpengaruh langsung terhadap kenaikan biaya produksi, juga berimbas terhadap kenaikan harga jual minyak goreng nasional. Pentingnya pemahaman jejaring bisnis CPO juga dibutuhkan, guna mengetahui berbagai sumbatan yang menghambat tersedianya pasokan minyak goreng hingga ke masyarakat luas.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jejaring Logistik Pasar
Jejaring logistik pasar, dari pabrik minyak goreng, distributor, agen besar, agen kecil hingga warungwarungkecil dan Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM) harus dapat terdata dan terpenuhi kebutuhannya dengan baik. Pasalnya, kebutuhan minyak goreng pada saat menjelang bulan puasa dan lebaran, mengalami eskalasi peningkatan yang tidaklah sedikit, akibat banyak pedagang makanan dadakan yang muncul ketika masa puasa.
“Lonjakan kebutuhan minyak goreng nasional selalu meningkat besar, apabila mendekati bulan puasa dan lebaran,” terang Priyanto PS.
Jika lonjakan kebutuhan masyarakat luas, terutama pedagang dadakan dan UMKM bisa didata dengan lebih baik, maka ketersediaan minyak goreng rumah tangga akan dapat terpenuhi. Lantaran, produksi CPO berada didalam negeri dan akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas, kendati mengalami lonjakan kebutuhan yang tinggi.
“Dengan kapasitas terpasang pabrik minyak goreng dan pabrik CPO yang besar, kebutuhan minyak goreng domestik pasti bisa terpenuhi. Persoalan utamanya pada data kebutuhan pasar, mekanisme perdagangan dan harga jual domestik yang terjangkau, harus segera dibenahi pemerintah,” kata Priyanto PS menerangkan.
Advertisement
Petani Kelapa Sawit Merana
Akibat Larangan Ekspor CPO .Sebagai produsen terbesar CPO, tentunya kebutuhan pasar global akan terpenuhi dari produksi berkelanjutan yang dilakukan perkebunan kelapa sawit. Terutama petani kelapa sawit, yang kehidupannya bergantung dari penjualan hasil panennya.
Secara proses, TBS milik petani yang setiap hari dipanen, selalu dijual ke PKS dan hasilnya ditampung sementara kedalam tangki penyimpanan(storage tank CPO). Proses produksi CPO berlangsung setiap harinya, hasilnya dijual ke pabrik minyak goreng dan pedagang ekspor CPO ke luar negeri.
Lantaran pabrik minyak goreng dan pedagang ekspor CPO tidak dapat melakukan aktivitas jualan ekspor, maka jalur pasar PKS tertutup, sehingga penjualan CPO dari PKS mengalami penurunan drastis. Akibatnya, produksi PKS menurun dan pembelian TBS milik petani kelapa sawit juga mengalami penurunan hingga penghentian sementara.
“Sama halnya dengan instruksi Presiden Jokowi, kini panen TBS milik petani mengalami penurunan hingga penghentian pembelian sementara oleh PKS, karena tangki penampungan CPO telah penuh,”jelas Priyanto PS.
"Apabila larangan ekspor CPO sementara tidak segera dicabut oleh pemerintah, maka akan menimbulkan korban di kalangan petani kelapa sawit dan menyusul tutupnya PKS," tutup dia.