Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2022 di angka USD 135,7 miliar. Angka cadangan devisa ini terjadi penurunan USD 3,4 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di angka USD 139,1 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menjelaskan, angka cadangan devisa di akhir April 2022 tersebut masih tetap tinggi. Sedangkan penurunan terjadi antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian.
Advertisement
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tutur dia dalam keterangan tertulis, Jumat (13/5/2022).
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa (cadev) tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng, Cadangan Devisa Hilang Rp 43 Triliun
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng maupun minyak goreng, mulai 28 April 2022. Keputusan Jokowi ini dikritisi oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.
Penerapan kebijakan penghentian ekspor bahan baku minyak goreng maupun ekspor minyak goreng ini akan memangkas cadangan devisa negara. Yakni, berkisar USD 3 miliar atau Rp 43 triliun.
Catatan ini merujuk data nilai ekspor CPO pada Maret 2022 Indonesia sebesar USD 3 miliar. Sehingga jika kebijakan diterapkan, maka devisa negara akan menguap senilai tersebut, atau setara 12 persen dari total ekspor nonminyak dan gas (nonmigas).
"Jadi, estimasinya di bulan Mei apabila asumsi pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh kehilangan devisa sebesar USD 3 miliar," ujarnya dalam diskusi publik bertajuk Ironi Negara Penghasil Sawit Terbesar, Senin (25/4/2022).
Advertisement
Menguntungkan Malaysia
Selain memangkas nilai cadangan devisa negara, Bhima mengatakan, larangan ekspor CPO dan minyak goreng justru akan menguntungkan Malaysia. Mengingat, negara tetangga ini merupakan salah satu pesaing utama Indonesia dalam peta ekspor CPO dunia.
"Pelarangan ekspor akan untungkan Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia sekaligus negara lain yang produksi minyak nabati alternatif, seperti soybean oil dan sunflower oil," bebernya.
Maka dari itu, kata Bhima, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mengembalikan kebijakan DMO CPO 20 persen untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Dengan catatan, pengawasan harus lebih diperkuat untuk memastikan kepatuhan pelaku industri.
"Sekali lagi tidak tepat apabila pelarangan total ekspor dilakukan. Selama ini problem ada pada sisi produsen dan distributor karena pengawasannya lemah" tutupnya.