Liputan6.com, Jakarta Morgan Stanley meramal pertumbuhan ekonomi global tahun ini kurang dari setengah di 2021. Penyebabnya masih adanya kasus Covid-19 di mana bahkan terjadi lonjakan di China.
Faktor lain adalah risiko konflik Rusia-Ukraina. Ekonomi global tak membaik meski bank sentral memperketat kebijakan moneter untuk mengendalikan rekor inflasi tinggi.
Advertisement
Morgan Stanley mengharapkan pertumbuhan global berada pada kisaran 2,9 persen, sekitar 40 basis poin di bawah konsensus. Ini bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 6,2 persen pada 2021 (year on year).
"Perlambatan bersifat global, didorong oleh kombinasi dari melemahnya dorongan fiskal, pengetatan kebijakan moneter, hambatan berkelanjutan dari Covid, friksi rantai pasokan yang terus-menerus, dan, yang terbaru, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina," tulis ekonom Morgan Stanley dalam sebuah catatan melansir laman Usnews, Jumat (13/5/2022).
Komoditas dan harga minyak telah meroket setelah Rusia ditampar dengan sanksi Barat atas invasinya ke Ukraina.
Ini memperburuk tekanan inflasi secara global dan mendorong pemerintah dan bank sentral untuk menilai kembali kebijakan moneter mereka.
Pengekangan COVID-19 China yang lebih ketat telah menghentikan produksi pabrik dan menghambat permintaan domestik, berdampak pada ekonominya dengan pertumbuhan ekspor melambat ke level terlemah dalam hampir dua tahun.
Dengan resolusi krisis Ukraina yang tampaknya tidak mungkin dan bank sentral global sudah berusaha memperlambat pertumbuhan untuk menjinakkan inflasi, ekonom Morgan Stanley memperkirakan kenaikan pertumbuhan ekonomi akan terbatas.
Pekan lalu, bank sentral AS dan Inggris bergabung dengan ekonomi utama lainnya untuk menaikkan suku bunga dalam upaya mengatasi lonjakan inflasi yang mereka gambarkan sebagai sementara setelah pembukaan kembali ekonomi global pascapandemi, sebelum invasi Rusia ke Ukraina mengirim harga energi melonjak.
Morgan Stanley mengatakan pertumbuhan global yang lebih lambat berbasis luas, dan hanya dua ekonomi utama di mana broker tidak melihat perlambatan substansial adalah Jepang dan India.
"Kami sekarang tidak melihat PDB global kembali ke tren pra-Covid dalam periode perkiraan," tambah pialang itu.
Ekonomi Inggris Susut di Kuartal I 2022, Diramal Masuk Resesi Tahun Ini
Ekonomi Inggris menyusut sebesar 0,1 persen pada bulan Maret 2022, meski secara kuartalan meningkat sebesar 0,8 persen pada kuartal pertama tahun 2022.
Melansir laman CNBC, Kamis (12/5/2022), hal yang disebut akan menjadi titik tertinggi ekonomi Inggris pada tahun 2022 dipicu biaya hidup imbas krisis yang melanda negeri.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata produk domestik bruto (PDB) mendatar pada Maret dan tumbuh 1 persen selama tiga bulan pertama tahun ini, dibandingkan dengan kuartal terakhir tahun 2021. Penurunan PDB dipimpin output dari sektor jasa yang susut 0,2 persen.
Ekonomi Inggris menyusut 9,3 persen pada 2020 dan mencetak sejarah. Kemudian ekonominya tumbuh sebesar 7,4 persen pada 2021. Ini menjadi output ekonomi terdalam dari anggota G7 selama pandemi Covid-19.
PDB Inggris secara keseluruhan untuk bulanan sekarang 1,2 persen di atas level sebelum COVID pada Februari 2020.
Namun para ekonom melihat Inggris berisiko semakin besar tergelincir kembali ke dalam resesi. Perang di Ukraina memperburuk tekanan pasca-pandemi.
Hal ini mengacu pada perkiraan Bank of England akan terjadi inflasi di atas 10 persen pada akhir tahun ini.
Pemerintah Perdana Menteri Boris Johnson berada di bawah tekanan politik untuk memberikan lebih banyak dukungan kepada rumah tangga untuk mengatasi melonjaknya tagihan energi dan kebutuhan pokok lainnya yang telah menyebabkan penurunan sentimen konsumen yang hampir mencapai rekor.
Pada hari Rabu, Institut Nasional Penelitian Ekonomi dan Sosial Inggris (NIESR), sebuah think-tank, memperkirakan PDB Inggris akan turun pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini, memenuhi definisi teknis dari resesi.
Bulan lalu Dana Moneter Internasional memperkirakan Inggris akan melihat pertumbuhan terlemah dan inflasi tertinggi dari setiap ekonomi maju utama tahun depan.
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi RI Lebih Baik dari China hingga Uni Eropa
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2022 sebesar 5,01 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan capaian tersebut dinilai stabil dengan kuartal IV-2021 yang tumbuh di level 5,02 persen.
"Pertumbuhan ekonomi kita di kuartal I ini stabil dan hampir sama dengan kuartal IV-2021 sebesar 5,01 persen," kata Menko Airlangga di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2022).
Tak hanya itu, Airlangga juga mengklaim pertumbuhan ekonomi nasional jauh lebih baik dibandingkan negara-negara dunia. Pada kuartal perdana ini, ekonomi China tumbuh 4,8 persen, Singapura 3,4 persen.
Kemudian Korea Selatan 3,07 persen, Amerika Serikat 4,29 persen dan Jerman 4,0 persen. Pencapaian Indonesia hanya kalah dari Vietnam yang tumbuh 5,03 persen.
"Kita hanya dibawah Vietnam yang tumbuhnya 5,03 persen," kata dia.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi global, tahun ini diperkirakan akan tumbuh pada rentang 3,6 persen sampai 4,5 persen. Meski begitu, beberapa lembaga dunia seperti OECD, World Bank dan IMF memperkirakan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2022 bisa tumbuh di rentang 5 persen - 5,4 persen.
"Jadi Indonesia ini pertumbuhannya di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global," kata dia mengakhiri.