Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan, saat ini Indonesia termasuk negara yang sudah dapat keluar dari kondisi tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Sebagai tolak ukur, ia menggunakan perbandingan kondisi ekonomi pada 2019 atau sebelum Covid-19. Secara perhitungan, Indonesia termasuk satu dari sekian kecil negara yang sudah berada di atas kondisi pra pandemi.
Advertisement
"Berdasarkan data di kuartal I 2022 ini, kita sudah keluar dari kondisi pra pandemi, dimana saat ini kita sudah berada di 3 persen di atas rata-rata PDB tahun 2019," kata Febrio dalam sesi bincang media secara virtual, Jumat (13/5/2022).
Menurut dia, kondisi ini tentunya sangat menggembirakan. "Artinya, perekonomian kita terus pulih dan terus semakin tinggi di atas level PDB tahun 2019 lalu," imbuhnya.
Indonesia disebutnya patut bersyukur atas kondisi ini. Pasalnya, banyak negara yang sebenarnya masih terlilit dampak wabah Covid-19.
Febrio mencontohkan Filipina, yang pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2022 lalu mencapai 8,3 persen.
"Tetapi perekonomiannya masih 4 persen di bawah level PDB tahun 2019. Terutama disebabkan oleh kontraksi yang sangat dalam pada pertumbuhan ekonomi Filipina di tahun 2020 lalu," terang dia.
Selain itu, tanda-tanda pemulihan ekonomi global pun dapat dilihat dari kondisi industri manufaktur di negara berkembang maupun negara maju, dimana mayoritas sudah berekspansi.
Namun, ia menyoroti masih ada risiko yang harus dihadapi. Contohnya akibat penerapan Zero COVID-19 Policy yang diterapkan di China yang bakal turut berpengaruh kepada aktivitas manufaktur.
"Sementara Rusia Ukraina yang memiliki konflik geopolitik juga masih terkontraksi pada sektor manufakturnya. Sehingga inilah risiko-risiko yang masih harus kita hadapi dan coba mitigasi dalam konteks perekonomian global," tuturnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,01 Persen di Kuartal I 2022
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2022 sebesar 5,01 persen. Angka ini mengalami kontraksi 0,96 persen dibandingkan pada kuartal IV-2021 yang pertumbuhannya 5,02 persen
"Dengan demikian pertumbuhan ekonomi kuartal I secara kuartal mengalami kontraksi 0,96 persen dibandingkan dengan kuartal IV-2021 dan ekonomi indonesia tumbuh 5,01 persen secara tahunan," kata Kepala BPS, Margo Yuwono di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Senin (9/5).
Margo menjelaskan kontraksi tersebut disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021 berada di posisi low base effect. Sebab pada tahun tersebut pertumbuhannya terkoneksi 0,70 persen.
"Tingginya angka pertumbuhan ini selain karena aktivitas ekonomi, karena low base effect kuartal I yang terkontraksi 0,70 persen," kata dia.
Sementara itu, ekonomi Indonesia bila dihitung berdasarkan PDB pada kuartal I-2022 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 4513 triliun. Sedangkan bila berdasarkan harga konstan Rp 2819,6 triliun.
Adapun faktor pendukung pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain kapasitas produksi industri pengolahan sebesar 72,54 persen. Indeks penjualan ritel dini tumbuh meyakinkan 12,17 persen.
Dari PMI manufaktur mencapai level 51,77 persen, lebih tinggi dari Q1-2021 sebesar 50,01 persen. PLN juga melaporkan konsumsi listrik industri ini tumbuh meyakinkan sebesar 15,44 perse.
"Artinya aktivitas sektor industri mengalami pertumbuhan," kata dia.
Impor barang modal dan produksi ini tumbuh pada kuartal I-2022. Barang modal tumbuh 30,68 persen, bahan baku tumbuh 33,4 persen dan barang konsumsi tumbuh 11,77 persen.
Advertisement
Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2022 Sesuai Target
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2022 tersebut telah sesuai dengan proyeksi yang dibuat pemerintah.
"Kita melihat pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen ini sesuai dengan proyeksi yang di Kementerian Keuangan lakukan. Walaupun selalu ada di range-nya tapi poin estimate kita sangat mendekati," kata Sri Mulyani, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Menurutnya, kenaikan tersebut harus syukuri karena terjadi ditengah situasi dan kondisi yang banyak tantangannya. Selain pemulihan ekonomi di berbagai negara yang tidak sama, eskalasi politik Rusia-Ukraina menjadi tantangan tersendiri.
Konflik dua negara tersebut telah berhasil mendorong kenaikan inflasi di berbagai negara dngan cepat. Inflasi di negara-negara maju melonjak di atas 5 persen yakni Amerika Serikat di atas 8 persen dan Eropa diatas 7 persen.
Kenaikan inflasi ini menurutnya ini pasti akan direspon dengan pengetatan kebijakan moneter.
"Kita semua tahu mengenai perang yang terjadi di Ukraina yang menimbulkan spill over atau rambatan yang sangat banyak dan sangat pelik, yaitu jadinya disruption supply dan juga dari sisi kenaikan harga-harga komoditas yang akan memunculkan tantangan yang jauh lebih rumit," paparnya.
APBN Jadi Shock Absorber Jaga Daya Beli Masyarakat
Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah memiliki beberapa cara untuk menghadapi tantangan tersebut. Antara lain dengan menjaga daya beli masyarakat seperti memberikan subsidi terhadap BBM dan listrik
Harga minyak BBM dunia kata Sri Mulyani saat ini sudah di atas USD 100 dolar per barel. Angka ini jauh berbeda dengan asumsi pemerintah dalam UU APBN 2022 yang hanya sebesar USD 63 per barel.
"Perbedaan yang sangat besar dan ini harga minyak di Indonesia belum diubah kecuali kemarin pertamax dilakukan adjustment. Tapi pertalite, solar, semuanya berubah," ungkapnya.
Dia mengatakan shock dari luar saat ini tengah ditahan oleh APBN. Hal ini dilakukan agar daya beli masyarakat yang masih belum pulih tetap bisa terjaga.
"Jadi ini treat of nya adalah menjaga daya beli masyarakat. Kemudian dibandingkan dengan beban APBN yang akan melonjak sangat besar dari subsidi BBM," kata dia.
Advertisement