Polemik Pembatasan Usia Jemaah Haji, Ini Kata Sekum PP Muhammadiyah

Pembatasan usia tersebut bukan kebijakan Pemerintah Indonesia, melainkan permintaan Pemerintah Arab Saudi selaku tuan rumah penyelenggaraan ibadah haji

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mei 2022, 21:00 WIB
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti (kanan) membacakan pernyataan sikap PP Muhammadiyah terhadap Pilkada Serentak 15 Februari di Jakarta, Senin (13/2). Ada tujuh butir pernyataan sikap PP Muhammadiyah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Purwokerto - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengimbau masyarakat untuk memahami kebijakan pembatasan usia jemaah haji Tahun 2022 maksimal berusia 65 tahun.

"Saya mendapat informasi pembatasan itu permintaan dari Arab Saudi. Jadi, pembatasan usia maksimal untuk jamaah (calon) haji dari Indonesia adalah permintaan Pemerintah Arab Saudi dan karena itu masyarakat hendaknya memahami kebijakan ini," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.

Abdul Mu'ti mengatakah hal itu usai acara Halalbihalal Silaturahim Idul Fitri 1443 Hijriah dan Mangayubagyo Jamaah Calon Haji Keluarga Besar Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP.

Dalam hal ini, kata dia, pembatasan usia tersebut bukan kebijakan Pemerintah Indonesia, melainkan permintaan Pemerintah Arab Saudi selaku tuan rumah penyelenggaraan ibadah haji.

"Termasuk juga kuota yang tahun ini hanya 50 persen dari kuota yang seharusnya menjadi jatah Indonesia. Biasanya kita 200 ribu sekian, sekarang kan hanya 100.051 (orang), itu kan separuh, sehingga memang antrean yang selama ini sudah ada mungkin belum bisa berangkat sepenuhnya tahun ini," katanya.

Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan berkurangnya kuota jamaah calon haji asal Indonesia juga harus dimaklumi karena hal tersebut juga merupakan kebijakan Arab Saudi.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Perihal Badal Haji

Ilustrasi Ibadah Haji Credit: shutterstock.com

Menurut dia, hal itu menjadi bagian dari upaya bersama agar semua jamaah yang berangkat ke Tanah Suci untuk menjalani ibadah haji dapat melaksanakan ibadahnya dengan sebaik-baiknya dan bisa selamat, terutama dari sisi kemungkinan tertular atau menularkan COVID-19.

"Saya kira itu harus dipahami meskipun memang perlu dicari mekanisme karena sebagian yang seharusnya berangkat itu, kalau yang misalnya tetap ingin ada yang badal (melaksanakan ibadah haji atas nama orang lain, red.). Itu kan harus ada mekanisme bagaimana penggantian itu," katanya menjelaskan.

Menurut dia, mekanisme penggantian itu apakah bisa langsung ditunjuk keluarga yang menjadi wakil dari jamaah yang seharusnya berangkat, tetapi karena alasan usia yang tidak bisa berangkat, ataukah badal itu bisa dilakukan melalui KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) atau dengan cara-cara lain.

"Saya kira itu perlu diberi ketentuannya oleh pemerintah, termasuk dalam kaitan ini, saya kira pemerintah perlu sejak awal juga mulai memberikan regulasi yang tegas karena sering kali, mohon maaf, badal haji ini juga dalam hal tertentu bisa menjadi bagian dari persoalan karena banyak yang berbisnis dengan badal haji itu," kata Abdul Mu'ti.

Ia mengatakan semua itu perlu diatur bagaimana ketentuan syariatnya dan bagaimana agar persoalan badal haji tersebut tidak menjadi masalah yang menyebabkan jamaah haji tidak bisa beribadah dengan sempurna.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya