Liputan6.com, Jakarta - Pakar kuliner William Wongso mengatakan dalam sejarah Indonesia ada cerita tentang Pulau Run di Kepulauan Banda, Maluku. Kepulauan itu ditukar dengan Manhattan di New York.
"Karena apa, Belanda menukar itu karena harta karun Pulau Run itu adalah rempah. Tapi dalam kenyataan sekarang, saya tidak tahu nilau Pulau Run berapa dibanding dengan Manhattan. Nggak ada bandingannya," William Wongso mengatakan itu saat peluncuran Indonesia's Geographical Indication Show (IGIS) 2022 secara daring, Jumat, 13 Mei 2022.
Baca Juga
Advertisement
William mengungkapkan, mengapa dulu Belanda menjajah Indonesia selama 300 tahun adalah mengeruk harta rempah ini. Mereka memilih yang terbaik kemudian dikirim ke Eropa.
"Konon harga pala, berlipat harganya hampir 1000 kali, dibanding harga yang dibayar di Indonesia. Dalam suatu kenyataan, yang merupakan suatu ironi adalah daerah yang dikenal sebagai Spice Island sejarahnya di Banda dan Maluku, di daerah itu tidak banyak menggunakan rempah, hanya menggunakan bahan-bahan segar seperti cabe, bawang merah, bawang putih, jeruk, dan sebagainya. Identifikasi asal usul dari rempah-rempah itu jelas itu hasil dari daerah Maluku atau disebut dari Pulau Run. Itu dulu," William Wongso memaparkan.
Seiring perjalanan sejarah, budaya kuliner di Indonesia secara keseluruhan, penggunaan rempah itu tidak datang dari Indonesia, tapi dari akulturasi. Hal itu bisa terbukti karena penggunaan rempah, penggunaan komposisi bumbu terbanyak itu daru Sumatra, tepatnya di Aceh.
"Di mana Aceh pada zaman itu banyak orang sambil lalu migrasi ke Aceh. Terjadi pertukaran budaya di Aceh, banyak orang yang datang ke Sumatra. Mereka membawa budaya kuliner mereka sehingga pengaruh-pengaruh itu timbul pada budaya kuliner di Sumatra saat ini," William menjelaskan.
William mengapresiasi pelaksanaan Indonesia's Geographical Indication Show (IGIS) 2022. Bagi William, Indonesia tidak bisa menunggu lagi dan bahwa IGIS harus dilaksanakan secara profesional dan bertanggung jawab.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Promosi Kuliner
Menurut William Wongso, penggunaan istilah promosi kuliner Indonesia di luar negeri sudah tidak terlalu efektif. Karena bangsa lain jika disajikan makanan Indonesia untuk menghormati kita, mereka mengatakan suka makanan Indonesia. Namun, selanjutnya muncul pertanyaan.
"Ada restoran Indonesia nggak di negara ini? Dalam kenyataannya tidak ada. Sekarang kita sudah mulai sadar bukan bentuk promosi kuliner, tapi kita memperkenalkan culinary culture atau budaya kuliner," tutur William.
Apalagi dengan adanya program Spice Up the World, maka akan lebih memperkuat gerakan memperkenalkan budaya kuliner Indonesia di luar negeri. Terkait dengan rempah dan bumbu, ada dua hal yang berbeda.
"Rempah itu commodity, sedangkan bumbu itu bahan-bahan segar yang dilumatkan kemudian dicampur minyak sehingga menjadi suatu produk konsentrate. Itu sesuai dengan budaya kuliner di masing-masing daerah. Indonesia itu tidak ada bandingnya dalam hal penggunaan bumbu. Contoh, kalau kita mengupas resep-resep dar Sabamg sampai Merauke, proporsi bumbu yang paling lengkap di Aceh, karena pada zaman dulu terjadi akulturasi," papar William.
William Wongso berharap ke depan, program-program memperkenalkan rempah- rempah berkualitas dengan sertifikasi geographical indication (GI) harus dimulai dari level Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sampai ke atas hingga masyarakat.
Advertisement
Program IGI 2022
Program Indonesia’s Geographical Indication Show (IGIS) 2022 diluncurkan oleh ARISE+ Indonesia. Program ini diluncurkan di bawah naungan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DGPEN) Kementerian Perdagangan, serta Uni Eropa sebagai pendonor.
Sebagai pelaksana program, ARISE+ Indonesia yang merupakan Fasilitas Dukungan Perdagangan yang didanai oleh Uni Eropa, telah menunjuk Gambaranbrand, sebuah perusahaan yang berfokus pada pengembangan brand lokal. IGIS 2022 mempromosikan Indikasi Geografis Indonesia melalui serangkaian jurnal kuliner ke situs-situs IG terpilih. IGIS 2022 dipublikasikan melalui situs khusus https://igis.id dan saluran media sosial.
IGIS 2022 bertujuan untuk menunjukkan bahwa Indikasi Geografis lebih dari sekadar soal perlindungan dan pengakuan hukum atas produk olahan alam dan budaya. Melalui pendekatan jurnal kuliner, IGIS 2022 ingin mengajak seluruh pihak, mulai dari pemilik modal, eksportir, potential buyer, asosiasi, komunitas, pecinta kuliner, praktisi kuliner, penggiat usaha, pemangku kebijakan, hingga masyarakat umum.
Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kurniaman Telaumbanua, berharap bahwa melalui program IGIS ini Indikasi Geografis di Indonesia semakin dikenal masyarakat secara luas serta dapat membuka akses pasar yang lebih luas."Harapannya, pasar lokal dan internasional semakin mengapresiasi produk Indonesia yang berlabel Indikasi," kata Kurniaman.
Produk Unggulan
Sementara itu, Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor, Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan, Ni Made Ayu Marthini mengatakan, "Sudah saatnya produk Indonesia berindikasi geografis dipromosikan lebih gencar karena akan memberikan keuntungan nyata bagi petani, menciptakan kompetisi yang adil, melindungi hak kekayaan intelektual yang ada, serta meningkatkan kesadaran bagi konsumen di Uni Eropa terhadap nilai produk Indonesia yang berindikasi geografis."
Kunci kompetisi dan daya saing saat ini adalah keunikan, kualitas dan reputasi dari produk yang dihasilkan. IGIS 2022 mengeksplorasi keunikan yang menjadi ciri khas setiap Indikasi Geografis dalam bentuk video dokumenter, cooking show, resep olahan produk Indikasi Geografis, side talk show, dan webinar.
Sebagai bentuk keterwakilan, dalam IGIS 2022 ada sepuluh produk unggulan Indikasi Geografis Indonesia, di antaranya, Beras Adan Krayan, Garam Bali Amed, Lada Luwu Timur, Kopi Arabika Gayo, Kayu Manis Koerintji, Gula Kelapa Kulonprogo Jogja, Teh Java Preanger, Lada Putih Muntok, Cengkih Minahasa dan Pala Siaw.
Advertisement